Minggu, 07 Oktober 2018

PRABOWO DAN RATNA SARUMPAET

https://seword.com/politik/prabowo-bapak-pembual-nasional-5iQFDSSgU

*Prabowo, Bapak Pembual Nasional*
Penulis : Kajitow Elkayeni – seword.com
Tanggal 5 Oktober 2018

Kebencian saya pada sikap Ratna selama ini sedikit melebur, manakala melihat perempuan tua itu didepak dari kelompoknya. Ia seperti hewan yang luka. Menjerit-meraung dalam kegelapan. Kawanannya menganggapnya beban, maka ia harus ditinggalkan. Dalam dunia rimba yang bengis, individu yang lemah akan jadi santapan predator. Praktis, kini Ratna benar-benar sendiri menghadapi seluruh dunia.

Kepengecutan Prabowo menjadikan dirinya korban hoax adalah exit strategy yang biadab. Bukan ciri seorang pemimpin yang mengayomi. Prabowo tidak mengaku dirinya telah melakukan kesalahan. Ia melemparkan seluruh beban ke perempuan tua itu. Sementara dia dan kelompoknya sibuk cuci tangan. Mereka adalah korban hoax Ratna.

Satu-satunya yang dianggap kekeliruan hanyalah sikapnya yang "grusa-grusu". Dalam istilah Jawa, grusa-grusu ini akan termaafkan jika dalam keadaan darurat. Ia alibi sempurna agar tidak disalahkan. Prabowo sengaja memilih diksi itu agar kesalahan hanya berhenti di Ratna Sarumpaet. Ia, secara manusiawi akan dimaklumi.

Prabowo faktanya bukan ksatria. Bahkan untuk mengakui kesalahan sendiri saja, ia berlindung di balik punggung seorang perempuan tua. Kisah machoisme seorang Danjen Kopassus sekadar menjadi fiksi. Faktanya, Prabowo ini memang menyusahkan kawan-kawannya ketika menjalankan misi. Sebagai mantu orang nomor satu, mereka harus menjaga keselamatannya. Selain juga harus menyukseskan misinya.

Tetapi jika misi sukses, ia yang menikmati puja-puji dan menerima penghargaan.

Yang lebih keji lagi, para pendukung Prabowo menuduh Ratna agen Jokowi yang menyusup. Foto-foto lama saat ia dan keluarganya mendukung calon gubernur Jakarta Jokowi-Ahok, kembali dibongkar. Lalu mereka sibuk berhalusinasi berjamaah. Onani berjamaah. Padahal sampai detik ini, Ratna Sarumpaet adalah pendukung Prabowo yang setia. Meskipun ia dimaki-maki dan disebut pelacur oleh pendukung Prabowo.

Orang-orang menebak-nebak, apakah blunder hoax Ratna ini strategi perang Sun Tzu juga? Taktik perang atas angin yang hanya dipahami oleh ahli siasat nomor wahid? Tidak cukup bukti. Justru Hoax Ratna ini membuktikan kedunguan tim kampanye dan konsultan politik Prabowo. Termasuk Danjen Kopassus (purn) itu sendiri. Mereka tidak terbiasa berpikir kritis. Nafsunya besar, tapi tak tahan lama, Edi Tansil – Ejakulasi dini tanpa hasil.

Exit strategy cuci tangan oleh Prabowo dan tim penyebar hoaxnya itu memang cukup efektif, untuk memisahkan tragedi hilangnya akal sehat ini dari diri mereka. Bahwasanya mereka semata-mata adalah korban hoax Ratna. Padahal kalau ditelusuri secara mendalam, justru Ratna ini tidak bersalah. Atau kecil sekali perannya. Ia hanya triger.

Ibaratnya kalau Prabowo ini jenderal perang dan menekan tombol rudal nuklir, ia akan menyalahkan informan jika ternyata informasi yang diterimanya palsu. Ia tak mau disalahkan terhadap korban jutaan orang yang mati karena keputusannya.

Ratna memang membuat kebohongan secara personal pada orang lain, tujuannya bukan untuk disebar-luaskan. Di tangan Rizal Ramli, Hanum Rais, Ferdinan Hutahean, Rachel Maryam, Fahri Hamzah, Fadli Zon, Dus Nur, dan Prabowo Subianto, kebohongan personal itu direproduksi ulang secara massal.

Bahkan, Prabowo dengan power politiknya yang kuat sampai mengadakan konferensi pers. Bayangkan betapa besarnya kerusakan yang dibikin politisi tambun, yang katanya tak tahan lapar itu. Di medsos, orang dengan mudah membual, lalu meralatnya. Itu banyak terjadi dan hampir dianggap wajar.

Tapi melalui televisi yang dijadikan corong Prabowo itu, tidak mudah untuk menghapus ingatan kolektif bangsa. Informasi itu menyusup sampai ke pelosok kampung. Sedangkan hoax 2014 saja masih berkeliaran di Sumatera Barat sampai sekarang, dan dianggap benar. Permintaan maaf Prabowo yang setengah-setengah itu masih menyisakan keyakinan publik, bahwa Ratna benar-benar dianiaya. Ia hanya takut mengakuinya karena diancam.

Banyak yang masih meyakini gosip itu, padahal Ratna sudah mengakui kebohongannya. Bukti-bukti juga telah cukup membeberkannya. Kerusakan telah diperbuat dalam skala nasional. Orang yang paling bertanggung-jawab dalam hal ini adalah *Prabowo Subianto.*

*Ia secara sah dan meyakinkan telah memprovokasi publik. Jika saja polisi terlambat satu minggu saja, akan terjadi kerusuhan luar biasa. Orang tidak lagi percaya hukum. Jokowi akan dituduh melakukan abuse of power, diktator, kejam. Demo besar-besaran akan terjadi. Padahal Jokowi tidak tahu apa-apa. Akhirnya orang akan bersimpati pada Prabowo. Ia akan mendapatkan limpahan suara cuma-cuma dengan taktik playing victim.*

Cara kejam itu nyaris berhasil, jika saja semua orang grusa-grusu macam Prabowo. Untungnya banyak orang yang masih waras dan hati-hati. Mereka marah, tapi mereka berpikir logis. Mereka mencari bukti lebih dulu sebelum menuduh orang lain. Sayangnya, Prabowo dan 800 tim kampanyenya tak satupun yang punya tradisi berpikir semacam itu. Hajar duluan, mikir belakangan.

Sekarang, hanya Ratna yang dipersalahkan. Padahal dosa terbesar mestinya ditanggung Prabowo. *Orang segegabah itu mau memimpin negara?*

Ratna Sarumpaet memang harus bertanggung-jawab atas ulahnya. Ia creatornya, meski tujuannya untuk kalangan tertutup. Bodohnya, tim Prabowo malah menyebar-luaskan hal itu. Padahal dalam kacamata politik, itu akan jadi kekuatan luar biasa jika dibiarkan tetap jadi desas-desus.

Mungkin karena libido kekuasaan yang sudah kadung ejakulasi, atau memang karena *dungu permanen,* Prabowo melakukan kecerobohan berbahaya yang mestinya tak termaafkan. Ini kesalahan fatal. Prabowo justru memainkan peranan paling penting sebagai tokoh pembual nasional.

Dosa itu tak cukup dibayar dengan melimpahkan kesalahan pada seorang perempuan tua. Pada hewan yang terluka dan dibiarkan meratap sendirian. Prabowo bukan ksatria, ia juga sudah lupa Sapta Marga dan jiwa korsa. Hoax Ratna ini secara tepat memposisikan dirinya sebagai Bapak Pembual Nasional.

Semoga prajurit-prajurit Indonesia yang lain tidak menirunya. Cukuplah Prabowo dan gerombolan pengecutnya yang dicatat sejarah, sebagai gerombolan penyebar kebohongan, lalu sibuk berlepas tangan. Memalukan.

*Kajitow Elkayeni*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar