Rabu, 25 Juli 2018

Anies Baswedan Tidak Menguasai Tugas Gubernur DKI

https://www.kompasiana.com/danielht/5b50bf8a5a676f7df52b7446/ketidakpahaman-anies-baswedan-terhadap-problem-dki-jakarta?page=all


Ketidakpahaman Anies Baswedan terhadap Problem DKI Jakarta

19 Juli 2018   23:42 Diperbarui: 19 Juli 2018   23:42

Pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti (kini Duta Besar Indonesia untuk Tunisia) beberapakali pernah mengatakan bahwa (mantan Gubernur DKI Jakarta) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sangat menguasai segala macam problem di DKI Jakarta, mulai dari yang paling besar sampai dengan yang paling kecil: "Ahok menguasai segala macam problem Jakarta sampai ke sekrup-sekrupnya", katanya.

Pernyataan Ikrar itu tak berlebihan, Gubernur Ahok memang begitu menguasai dan dapat mengatasi berbagai permasalahan besar Ibu Kota seperti masalah banjir dengan revitalisasi sungai-sungai, relokasi pemukiman liar dan kumuh ke rusunawa; pemukiman yang manusiawi dan higinis, masalah kemiskinan dan ketimpangan sosial, dengan berbagai programnya seperti Kartu Jakarta pintar (KJP) dan KJS (Kartu Jakarta Sehat), untuk memenuhi otak, perut, dan dompet warga DKI Jakarta; kemacetan dengan penyediaan infrastruktur dan transpostrasi massal yang nyaman dan murah, penanganan masalah sampah, polusi udara,  kemacetan, pengendalian tata ruang untuk warga yang hendak rileks bersama keluarga seperti RPTRA-RPTRA, dan sebagainya.
Masalah-masalah kecil pun dikuasainya, yaitu masalah-masalah pribadi dan keluarga warga DKI Jakarta yang berkaitan dengan kebijakan Pemprov DKI Jakarta, seperti antara lain yang tercermin dari setiap pagi ia dengan sabar dan tekun menerima langsung setiap pengaduan warga yang antri di teras Balai Kota, termasuk hal-hal sepele: dengan sabar dan gembira menerima setiap permintaan warga untuk foto bersama.
Demikian juga dengan perhatiannya terhadap rakyat kecil yang mengundangnya di acara-acara pernikahan mereka, setiap Sabtu, Ahok selalu menyediakan waktunya untuk memenuhi undangan-undangan tersebut.
Sebaliknya dengan Gubernur DKI Jakarta yang sekarang, Anies Baswedan, masalah-masalah kecil warga, ia tak sudi mendengarnya langsung apalagi sampai mengatasinya, pengaduan-pengaduan warga yang biasa diterima langsung oleh Ahok, semuanya dilimpahkan ke kelurahan masing-masing warga, sehingga ia tak mungkin menguasai masalah-masalah kecil tersebut.
Warga pun apatis, sehingga memilih lebih baik tak usah mengadu, daripada membuang waktu percuma. Warga pun kembali ke masa susah berhubungan dengan birokrasi.

Mega Proyek Enam Ruas Tol Dalam Kota
Salah satu kasus yang menunjukkan ketidakpahaman Anies Baswedan terhadap permasalahan DKI Jakarta adalah ketidaktahuannya tentang status sebenarnya dari mega proyek enam ruas tol dalam kota sepanjang 69,77 kilometer.
Enam ruas tol itu terdiri dari Semanan-Sunter sepanjang 20,23 kilometer, Sunter-Pulo Gebang 9,44 kilometer, dan Duri-Pulo Gebang-Kampung Melayu 12,65 kilometer. Kemudian, Kemayoran-Kampung Melayu 9,6 kilometer, Ulujami-Tanah Abang 8,7 kilometer dan Pasar Minggu-Casablanca 9,16 kilometer.
Anies mengatakan mega proyek tersebut awalnya merupakan kewenangan Pemprov DKI Jakarta, tetapi, keluhnya sembari menuduh, setelah ia dipastikan menang Pilkada DKI Jakarta 2017 dan menjadi Gubernur, Pemerintah Pusat tiba-tiba mengubah status mega proyek itu menjadi Proyek Strategis Nasional (PSN), supaya ada alasan Pusat mengambil-alih kewenangan terhadap mega proyek itu dari tangan Pemprov DKI Jakarta, apalagi di saat kampanye Pilkada dahulu ia telah berjanji akan membatalkan pembangunan mega proyek itu.
Ia pun menduga, pengubahan status mega proyek itu menjadi PSN secara tiba-tiba itu dikarenakan ia yang menjadi Gubernur. Dengan kata lain, secara tersirat Anies hendak sekali lagi menuduh Pemerintah Pusat melakukan pengambil-alihan mega proyek karena tidak suka kepadanya, dan takut ia membatalkan mega proyek itu.
"Kampanye kami selesai 15 April. Kami menang. Lalu proyek ini diambil alih oleh Pemerintah Pusat melalui Perpres Perubahan Nomor 58 Tahun 2017, tanggal 15 Juni 2017," kata Anies di Tanah Abang, Jakarta Pusat, 3/7/2018.
Ia mengakui, saat berkampanye ia menyatakan tidak akan meneruskan proyek enam ruas tol dalam kota itu. Anies mempertanyakan apakah penolakannya itu mempengaruhi pengambilalihan proyek dari Pemprov DKI ke Pemerintah Pusat.
"Apakah ada hubungannya karena gubernurnya baru waktu itu dan gubernurnya berpandangan tidak usah meneruskan proyek enam ruas jalan tol, lalu ini naik jadi program strategis nasional? Kita lihat aja," ujarnya.
Tuduhan Anies Baswedan itu membuat Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono terheran-heran, karena memang untuk proyek jalan tol adalah kewenangan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) yang berada di bawah Kementerian PUPR, jadi memang sejak awal merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Kok ini Gubernur tidak tahu, malah seenaknya main tuduh?
"Kalau urusan tol pasti urusannya dengan Badan Pengatur Jalan Tol, pasti dengan Kementerian PUPR. Enggak ada saya ambil alih, memang urusannya begitu," tegas Basuki (Kompas.com, 14/7/2018).
Mega proyek enam ruas tol dalam kota tersebut sudah ditenderkan sejak 2013, atau sejak Gubernur Sutiyoso, yang dibagi dalam enam tahap rencana pembangunannya, dan ditargetkan selesai pada 2022.
Pada 2013 telah ditetapkan pemenang lelangnya, yaitu konsorsium yang terdiri dari 12 perusahaan, yang meliputi BUMN dan swasta. Di antaranya PT Pembangunan Jaya Toll, PT Pembangunan Jaya, PT Jakarta Propertindo, PT Jaya Konstruksi Manggala Pratama Tbk, PT Pembangunan Jaya Ancol Tbk, PT Jaya Real Propertindo Tbk, PT Jaya Land, PT Pembangunan Perumahan Tbk, PT Wijaya Karya Tbk, PT Hutama Karya, PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk, dan PT Adhi Karya.
Pada Januari 2014, mega proyek ini bersama dengan proyek-proyek infrastruktur lainnya, termasuk MRT telah mendapat sertifikat analisis dampang lingkungan (amdal) yang ditandatangani oleh Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD).
Pada 25 Juli 2014 dilakukan penandatanganan Perjanjian Pengusahaan Jalan Tol (PPJT) Enam Ruas Jalan Tol Dalam Kota dan Kesepakatan Bersama antara BPJT - PT. Jakarta Tollroad Development dengan Pemprov DKI Jakarta yang diwakili oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).

Lalu, dengan pertimbangan dalam rangka percepatan pelaksanaan proyek strategis untuk memenuhi kebutuhan dasar dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Presiden Jokowi memandang perlu dilakukan upaya percepatan pelaksanaan Proyek Strategis Nasional. Terkait hal ini Presiden Jokowi, pada tanggal 8 Januari 2016 menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional.
Di dalam Perpres tersebutlah mega proyek pembangunan enam ruas tol dalam kota tersebut di atas dimasukkan di dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN).

Jadi, ketika Anies Baswedan berkampanye di Pilkada DKI Jakarta 2017 dengan berjanji akan menghentikan mega proyek enam ruas tol dalam kota itu sesungguhnya sudah menunjukkan kekurangpegetahuan dia tentang sistem pembangunan infrastruktur tol, sebagaimana dijelaskan oleh Menteri PUPR tersebut di atas.
Proyek pembangunan jalan tol itu bukan wewenang Gubernur DKI Jakarta, jadi bagaimana bisa dia berjanji di kampanyenya itu bahwa jika ia menjadi Gubernur ia akan menghentikan proyek itu?
Bukti tak terbantahkan bahwa setelah menjadi Gubernur selama 10 bulan pun Anies masih tidak menguasai permasalahan-permasalahan Ibu Kota terlihat dari pernyataannya yang bernada mengeluh dan menuduh terhadap Pemerintah Pusat tentang mega proyek enam ruas tol dalam kota itu.
Anies menuduh proyek itu tiba-tiba dijadikan PSN, supaya Pusat bisa mengambil-alih proyek itu dari tangan Pemprov DKI Jakarta, karena yang jadi Gubernur itu dia. Karena Pemerintah Pusat (Jokowi) sentimen kepadanya, maka proyek itu diambil-alih darinya, disamping juga karena takut dia memenuhi janjinya menghentikan mega proyek itu.
Padahal pembangunan jalan tol bukan wewenangnya Gubernur DKI Jakarta, dan mega proyek itu sudah dijadikan Proyek Strategis Nasional sejak 2016 dengan Keppres Nomor 3 Tahun 2016, tanggal 8 Januari 2016, lalu dipertegaskan lagi pada 15 Juni 2017, dengan Kepres Nomor 58 Tahun 2017.
Presiden Jokowi menerbitkan Keppres Nomor 58 Tahun 2017 ini agar proyek-proyek yang termaktub di Keppres tersebut, termasuk mega proyek pembangunan enam ruas jalan tol di DKI Jakarta itu segera dapat dikerjakan.
Hasilnya, setelah sempat mandek sejak  penandatanganan PPJT-nya pada 25 Juli 2014, tahap pertama pembangunan mega proyek jalan tol dalam kota itu, ruas Semanan-Sunter dan Sunter-Pulo Gadung,  sudah mulai dikerjakan.
Ketua Tim Pelaksana Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Wahyu Utomo mengatakan, proyek ini akhirnya masuk ke dalam PSN lantaran peruntukannya yang strategis dan memiliki urgensi tinggi. Selain itu biaya investasinya juga memenuhi syarat dikatakan proyek prioritas, mencapai Rp 42 triliun.
Dengan anggaran mencapai Rp. 42 trilun itu, mungkinkah mega proyek itu merupakan proyeknya Pemprov DKI Jakarta?
Maka, terlihatlah, reaksi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu pun tampak mengelikan, tak terima proyek itu mulai dikerjakan tanpa melibatkan dia sebagai Gubernur, Anies un mengeluh dan menuduh Pemerintah Pusat sengaja secara tiba-tiba menetapkan mega proyek itu sebagai Proyek Startegis Nasional supaya ada alasan mengambi-alih dari kewenangananya.
Begitulah jika Gubernur tidak menguasai permasalahan Ibu Kota, sampai tidak tahu bahwa sejak 2016 mega proyek itu sudah ditetapkan sebagai Proyek Strategis  Nasional, dan tidak tahu pula bahwa pembangunan jalan tol bukan kewenangan Gubernur, tetapi bersikap seolah-olah adalah "Gubernur Republik Indonesia".
Permasalahan yang segede mega proyek itu dia ia tidak bisa melihatnya, bagaimana dengan persoalan-persoalan kecil rakyat, yang di era Ahok dibawa langsung ke hadapan Gubernur, kini dilimpahkan ke kelurahan-kelurahan, menjauh dari sang Gubernur?
Kasus mega proyek enam ruas tol dalam kota ini hanya merupakan salah satu contoh kongkrit ketidakmampuan Anies menguasai permasalhaan Ibu Kota, contoh lain yang jauh lebih kecil adalah bukti tentang ketidakmampuan dia menyelesaikan rehabilitasi pembangunan trotoar sepanjang Sudirman-Thamrin yang panjangnya hanya sekitar 5 km. Alhasil proyek trotoar itu pun dipastikan baru akan selesai setelah Asian Games 2018 usai, atau Oktober 2018.
Karena tak mampu mengejar target harus selesai sebelum Asian Games 2018 dimulai (18/8/2018), akhirnya untuk sementara trotoar di kawasan itu pun hanya dicat saja.

(Koran Tempo, 14/7/2018)

TGUPP
Anies juga ditenggarai tak menguasai banyak masalah di Ibu Kota. Untuk itulah ia merasa perlu membentuk Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP)  dengan jumlah anggota maupun anggaran yang jumbo, yakni 74 orang, dengan anggaran untuk gaji mereka sebesar Rp. 28 miliar (bandingkan TGUPP di era di era Ahok yang hanya 9 orang, dengan anggaran hanya Rp. 2,5 miliar).
Selain diduga untuk membalas budi untuk beberapa anggota tim suksesnya di masa Pilkada DKI Jakarta 2017 yang diangkat sebagai ketua dan anggota TGUPP ini, juga diharapkan 74 anggota TGUPP ini bisa membantunya menutupi ketidakpahamannya terhadap masalah-masalah DKI Jakarta.
Pembentukan TGUPP sendiri juga menunjukkan ketidakpahaman Anies tentang keberadaan TGUPP itu, selain dari PNS Pemrpov DKI Jakarta, ia juga merekrut beberapa orang ahli yang bukan PNS, yaitu beberapa anggota tim suksesnya di Pilkada dKI 2017 sebagai ketua dan anggota TGUPP, dan bersikeras membayar gaji mereka semua dari APBD.
Ketika Mendagri Tjahjo Kumolo mengatakan tidak boleh menggunakan sepenuhnya APBD untuk membayar gaji TGUPP-nya itu, Anies ngambek, mengeluh, mengadu dan curiga kepada Mendagri telah mempolitisasi TGUPP-nya, karena tidak suka kepada dia, maka melarang TGUPP-nya itu dibayar gajinya dari APBD. Ia mengatakan, kenapa di era Jokowi dan Ahok, gaji TGUPP bisa dibayar dari APBD, kenapa TGUPP Anies tida boleh. Ada apa ini?
Anies tak paham, di era Jokowi dan Ahok, ada anggota TGUPP yang dibayar dari APBD, tetapi itu dikarenakan anggota TGUPP-nya berasal dari PNS Pemprov DKI juga, yaitu dari  mantan kepala dinas yang tak punya jabatan (non-job), dengan pertimbangan karena mereka punya pengalaman dan keahlian. Daripada tidak ada jabatan, maka diberdayakan untuk mengawasi serta memberi masukan.
Di era Ahok, ada beberapa anggota TGUPP yang direkrut dari luar (bukan PNS), terhadap mereka Ahok membayar gajinya dari dana operasional gubernur yang diterimanya setiap tahun.
Anies yang tidak paham, yang banyak juga anggota TGUPP-nya yang direkrut dari luar (bukan PNS) seperti dari bekas anggota tim suksesnya di Pilkada DKI 2017, mau seluruh anggota TGUPP yang jumbo itu seluruhnya dibayar dari APBD.
Saat pihak Kemendagri-nya memberi petunjuk kepada dia (ikut jejak Ahok) membayar anggota TGUPP-nya itu dari dana operasional yang diterimanya setiap tahun itu, Anies seolah-olah pura-pura tidak mendengarnya. Sampai sekarang pun kita tidak tahu dana operasional gubernurnya digunakan untuk apa saja.
Ironisnya dengan jumlah jumbo baik anggota, maupun anggarannya yang diambil dari APBD, TGUPP itu pun tak mampu memenuhi ekspektasi Anies tersebut. Sampai hari ini belum tampak hasilnya. Bahkan, Partai Gerindra yang sebelumnya gigih membela keputusan Anies membentuk TGUPP, kini mengakui bahwa tim jumbo anggota dan anggarannya itu kinerjanya mengecewakan dan wajib dievaluasi.
Wakil Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Iman Satria mengatakan, sejak dibentuk Januari 2018, TGUPP belum terlihat hasil kerjanya. Malahan, ada bagian TGUPP yang tampaknya sama sekali tak berfungsi alias makan gaji buta.
Tak perlu heran dengan TGUPP yang jumbo anggota, jumbo anggarannya, tapi kinerjanya nyaris tidak terdengar, betapa tidak mereka pun bekerja tanpa target! Karena lebih banyak motifnya hanya balas budi ketimbang orang-orang yang berkompeten.
Alhasil Anies pun menjadi Gubernur tanpa pengetahuan yang cukup terhadap berbagai persoalan Ibu Kota. Maka terjadilah rangkaian kasus konyol yang mempertunjukkan ketidakmampuan Anies dalam memahami dan mengatasi aneka problem Ibu Kota.
Data Salah tentang Anggaran LRT
Kita seharusnya tak perlu heram dengan ketidakmampuan Anies itu, mengingat ia juga pernah memberi data yang salah tentang anggaran pembangunan LRT di Jakarta dan Palembang kepada Prabowo Subianto.
Prabowo yang terlanjur dengan penuh semangat berapi-api menuduh pemerintahan Jokowi telah melakukan mark-up besar-besaran di proyek LRT itu sehingga menjadi termahal di dunia harus menanggung malu, karena ternyata data yang disodorkan Anies itu keliru.
Menyedihkan sekali, sudah berapi-api menuduh pemerintahan Jokowi korup, ternyata salah besar datanya. Entah data apa yang diberikan Anies kepada Pabowo itu, yang jelas biaya pembangunan LRT di Jakarta dan Palembang bukan yang termahal, masih ada pembangunan LRT di negara lain yang jauh lebih mahal. Yang terpenting adalah setiap pembangunan LRT itu tidak bisa dibandingkan apple to apple begitu saja, karena semua tergantung dari setiap spesifikasi dan topografi yang dilewati LRT tersebut.
Menutup Kali Item dengan Kain Waring
Contoh terbaru yang membuktikan ketidakmampuan Anies mengatasi permasalahan DKI Jakarta adalah mengenai cara dia menutup malu kepada peserta Asian Games 2018 yang akan menginap di Wisma Atlet.
Di samping Wisma Atlet itu ada kali yang namanya Kali Item yang kerap dipenuhi sampah dan menyebarkan bau tak sedap, apalagi jika berhembus angin kencang.
Tak mau bersusah-payah jauh-jauh hari membersihkan kali tersebut dan mencegah sampah masuk ke sana lagi,  Anies pun memutuskan mengatasinya dengan menutup kali tersebut dengan kain waring berwarna hitam sepanjang 689 meter dan lebar 20 meter, atau sama dengan luas pandangan orang dari Wisma Atlet itu ke Kali Item tersebut.
Dengan kain waring hitam itu Anies berharap kelak tamu-tamu Asian Games yang berada di Wisma Atlet kelak tidak akan bisa melihat kotornya Kali Item tersebut dengan sampah, dan dengan kain waring juga diharapkan dapat menghalangi menyebarnya bau busuk dari kali tersebut.
Menghalangi pemandangan sampah di kali itu pasti bisa, tetapi apakah mungkin bau tak sedap bisa dihalangi dengan cara begitu? Sangat diragukan. Bahkan bisa jadi pemasangan kain waring hitam itu kelak akan menimbulkan masalah baru yang tak kalah memalukan, yaitu jika turun hujan lebat dalam waktu lama tentu berpotensi akan merusak kain waring itu, sehingga akan menimbulkan persoalan baru yangbisa jadi lebih memalukan lagi, yaitu saat kain waring itu tak kuat menahan beban air hujan yang diserapnya lalu jatuh dan masuk kali yang dipenuhi sampah.

ali Item yang terletak dekat Wisma Altet Kemayoran ditutupi jaring berwarna hitam, Kamis (19/7/2018).(KOMPAS.com/Ardito Ramadhan D) Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul

Sebuah meme di Twitter yang menyindir cara kerja Anies menangani kotor dan baunya Kali Item

Pemasangan kain waring itu juga menunjukkan kerja yang tak beraturan, karena sebelumnya turap di sepanjang kali tersebut sudah dicat dengan cat warna-warni, maksudnya untuk memperindah kali tersebut, tetapi setelah ditutup dengan kain waring hitam turap warna-warni itu menjadi mubazir karena tak terlihat juga. Belum lagi dengan akan terjadi kesulitan bagi pekerja kebersihan jika hendak membersihkan kali itu dari sampah-sampah yang terapung di atasnya. Meskipun ada dibuat akses masuk ke kali untuk keperluan pembersihannya, tetapi pasti tidak leluasa daripada jika kain waring itu tidak ada.
Hal ini diakui sendiri oleh Kasubbag Kepegawaian Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Supriyono, yang mengatakan, pemasangan kain itu mengakibatkan turap yang telah dicat warna-warni sebelumnya jadi tak terlihat. "Memang programnya tidak bareng, setelah kita lakukan pemagaran dan sebagainya itu, ternyata Gubernur memerintahkan untuk ditutup dengan jaring, ya jadi mau enggak mau kayaknya ini agak kurang berfungsi."

Rupanya dalam mengatasi permasalahan Kali Item itu dengan menutupnya dengan kain waring hitam supaya sampah-sampah yang berada di permukaannya itu tidak terlihat, Anies Baswedan menerapkan benar peribahasa: "Menyapu sampah ke bawah karpet". *****

HALAMAN :

1


 

2


 

3


 

4


LIHAT SEMUA


Indoor



Outdoor


Lebih Instagrammable mana, Nikah di Tempat Indoor atau Outdoor?


KOMPASIANA ADALAH PLATFORM BLOG, SETIAP ARTIKEL MENJADI TANGGUNGJAWAB PENULIS.

LABEL politik

RESPONS : 0

REKOMENDASI UNTUK ANDA

POWERED BY 

155 Pengawas TPS Di Wangon Di Lantik Oleh Ketua Panwascam

Cokie Sutrisno

 0

155 Pengawas TPS Di Wangon Di Lantik Oleh Ketua Panwascam

Cokie Sutrisno

 0

155 Pengawas TPS Di Wangon Di Lantik Oleh Ketua Panwascam

Cokie Sutrisno

 0

BERI NILAI

AKTUAL


BERMANFAAT

INSPIRATIF

MENARIK

MENGHIBUR

TIDAK MENARIK

UNIK

NILAI TERBANYAK

AKTUAL

Aditya Anggara

AKTUAL

Daniel Mashudi

AKTUAL

Ronald Wan

AKTUAL

Edy Supriatna Sjafei

MENARIK

KOMENTAR

piye tho 20 Juli 2018   03:11

sudahlah, ahok itu bukan nabi...jadi janganlah kalau dikritik lalu para cebong sakit hati..biasa ajalah..namanya juga pejabat publik hrs rela di kritik. janganlah terlalu di dewa2kan. Lurah aja boleh dikritik, apalagi rt.

 0 Balas Laporkan

Daniel H.T. 20 Juli 2018   06:21

Siapa bilang Ahok tdk boleh dikritik? Justru komentar anda yg tdk nyambung ini yg menunjukkan anda tdk suka Anies dikritik. Kalau bisa, sanggah argumen dan data2 di tulisan ini.

Balas Laporkan

piye tho 20 Juli 2018   10:44

mksd saya, kalau ahok boleh di kritik begitu rupa..dan sudah...yah anis juga kalau di protes...mbok yah hrs boleh dunk :)

Laporkan


Danil Kurnia 25 Juli 2018   19:06

sudahlah bang jangan suruh mereka nyanggah pake data ntar yg ada datanya ngaco boleh dapet dari blogspot penghasil sampah informasi lol

Laporkan


Ary Surya 25 Juli 2018   11:26

Jokowi berusaha bayar janjinya jika jadi presiden untuk mengurai kemacetan. Kalo yang lainnya saya ga faham.

Semoga birokrat faham bahwa mereka digaji oleh rakyat.

 0 Balas Laporkan


SigitKristiawan 25 Juli 2018   11:23

Tulisan yang semakin menyegarkan dan semoga membuka hati mereka yang dulu memilih AB sebagai gubernur. Bahwasannya tidak cukup "mulut manis" dan teori2 setinggi langit namun implementasinya ga ada (malah ada jauh melenceng). Bukan like & dislike personal, tapi dari kenyataan yang sudah ada, kita bisa menilai kapabilitas seseorang (unsich : Gubernur DKI). Semoga warga DKI juga Indonesia umumnya bisa menilai, memilih calon pemimpinnya dengan cerdas, bukan sekedar "mulut manis" janji2 kampanye namun implementasinya tidak ada, beda jauh. Terimkasih bang @Daniel H.T


Sabtu, 21 Juli 2018

Tingkatkan Profit Tanpa Naikkan Penjualan

https://m.wartaekonomi.co.id/berita188187/5-cara-raup-profit-tanpa-naikkan-penjualan.html

Oleh Rex Marindo

Pembahasan yang selalu menarik untuk dibahas bagi setiap pebisnis khususnya pemain di bisnis kuliner seperti saya adalah tentang bagaimana cara meningkatkan profit perusahaan tanpa perlu ada kenaikan penjualan. Istilahnya, penjualan wess mentok to the max. Jadi, harus ada cara-cara lain untuk bisa meningkatkan profit perusahaan.

Belum lama ini saya menonton sebuah video di mana perusahaan distribusi di China menciptakan inovasi robot untuk melakukan sortir 200 ribu barang setiap hari sehingga mereka bisa menekan biaya human and error dengan sangat signifikan. Pada akhirnya keuntungan perusahaan melonjak karena cost lebih rendah dan kecepatakan delivery menjadi lebih baik.
Selain itu, saya melihat sebuah hal yang sangat inspiratif di sebuah kafe, yakni satu lantai dilayani oleh hanya satu orang dengan jumlah kursi hampir 80 buah. Hebatnya kualitas dan kecepatan layanan di tempat tersebut tidak berkurang. Nah, ini jadi sebuah insight penting untuk kita di mana dengan sistem ini kafe tersebut menghemat biaya karyawan dalam jumlah cukup signifikan. Apakah sebuah kebetulan? Tentu tidak, ini bagian dari strategi yang ujungnya menaikkan profit tanpa harus meningkatkan penjualan.
Oke, coba yuk kita bahas singkat beberapa ide yang bisa diimplementasikan sehingga profit bisa naik tanpa harus mendorong penjualan. Di sini saya spesifik membahas bisnis kuliner, tapi konsep ini juga bisa diimplementasikan di berbagai jenis bisnis.
1. Tekan Opex
Ini cari pertama yang bisa dilakukan untuk meningkatkan profit perusahaan yaitu dengan menekan operating cost yang selama ini keluar. Caranya? Bisa macam-macam, coba pelajari struktur biaya operasional selama ini. Nah, dari situ bahas detail biaya mana saja yang bisa ditekan tanpa mengurangi kualitas yang didapat oleh konsumen tentunya.
Misal, struktur cost karyawan mencapai 13%. Bagaimana caranya agar bisa menjadi 10%? Salah satu hal yang pernah saya lakukan adalah mengganti sistem CO yang biasanya dicatat sekarang konsumen tulis sendiri, bayar sendiri, kemudian baru makanan diantar. Sistem ini ternyata cukup efektif menekan jumlah karyawan sampai 10-15%. Bayangkan coba kalau kita memiliki 10 cabang? Tentu angka 10% tersebut berpengaruh besar sekali bukan terhadap profit perusahaan?
Atau biaya listrik tinggi sekali sampai Rp8 juta/bulan. Bagaimana caranya agar bisa menjadi Rp6 juta/bulan saja? Nah, coba kalau punya dua lantai, lantai dua ditutup dulu sampai lantai satu penuh. Kemudian dibuat SOP klo AC hanya bisa dihidupkan jika sudah ada konsumen.
Tapi perlu diingat, semua hal yang dilakukan betul-betul dikaji dan jangan hanya fokus pada profit. Perlu dipastikan kualitas layanan tetap sama dan bahkan meningkat (top ini sih).
2. Working on COGS
COGS atau istilah awamnya HPP merupakan poin yang punya impact langsung terhadap profit perusahaan. Jadi, sebagai pungusaha kita harus selalu memantau dan melakukan inovasi-inovasi terkait produk sehingga COGS bisa ditekan tanpa harus menurunkan kualitas produk kita.
Beberapa cara yang bisa dilakukan untuk menekan COGS misalnya dengan melakukan riset ulang terhadap bahan baku produk yang kita gunakan atau memperbaiki teknik dalam pengelolahan bahan baku agar lebih efisien. Atau cara lain misalnya dengan menegosiasi harga bahan baku ke supplieratau berkerja sama dengan perusahaan lain untuk volume pembelian sehingga ujung-ujungnya bisa mendapat harga lebih murah karena melakukan pembelian grosir.
Poinnya adalah bagaimana caranya HPP lebih murah sehingga margin profit akan lebih baik. Tentunya hal ini dilakukan berkala karena kecenderungan harga bahan baku bisa naik. Bahkan, kadang kenaikan harga bahan baku segar seperti cabai bikin jantun dag dig dug.
3. Naikkan Harga
Nah, ini biasanya yang paling gampang dan paling sering dilakukan oleh banyak pengusaha. Demi menaikkan profit perusahaan maka harga produk dinaikkan. Jika kita berbinis di market yang sangat price senstitive maka kebijakan ini biasanya sangat riskan untuk dilakukan karena impact-nya malah bisa sebaliknya. Harga naik, sales makin turun, dan ujungnya bukan profit yang naik malah jadi buntung.
Jadi bagaimana? Jika ingin menaikkan harga dengan segala keharusannya karena tidak mungkin lagi otak atik opex dan HPP maka lakukanlah dengan strategi bertahap atau smart dalam pemilihan produk yang bisa dinaikkan. Atau bisa jika komposisi kenaikan secara persentase di-spreading ke beberapa produk dengan margin tinggi tapi kenaikan sepertinya tidak terlalu terasa karena dibuat rata dan kecil-kecil.

4. Another Revenue
Ini merupakan cara yang cukup bagus untuk ditempuh sebetulnya, tapi perlu dikaji terlebih dahulu apakah strategi pada modal atau rendah modal, high risk or low risk. Misal membuka cabang baru, nah otomatis kalau works maka profit perusahaan bisa besar. Akan tetapi di sisi lain risikonya juga jadi cukup besar kalau gagal.
Lalu bagaimana? Ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mendapatkan another revenue seperti mengeluarkan makanan dalam kemasan siap saji sehingga konsumen bisa membeli untuk dibawa pulang atau bahkan bisa dijadikan produk ritel. Misal di salah satu bakso di malang, mereka juga menjual kerupuk/ bakso goreng dalam kemasan. Tentu ini pemanfaatan produk yang mungkin reject di pabrik kemudian dijadikan produk siap makan di outlet. Selain efisien di pabrik juga bahkan produk sampingan ini menjadi revenue baru yang bisa meningkatkan profit perusahaan.
5. SOP Sales
"Kentangnya tidak sekalian?" Di McDonald's, kalimat ini menyumbang puluhan juta dolar AS tambahan penjualan dan menjadi studi case yang sangat menarik sejak lama. Simpel sekali bukan? Iya, karyawan di-SOP-kan untuk mengatakan/menawarkan sesuatu dengan kalimat di atas. Kemudian tentu ada pengukuran dari hal tersebut apakah berdampak besar terhadap salesperusahaan.
Jadi, buat SOP yang terkait dengan peningkatan penjualan secara langsung, buat ukurannya, kontrol implementasinya, lalu buat reward dan punishmentkemudian ukur secara berkala.

Penulis: Rex Marindo, Founder Nasi Goreng Mafia dan Warunk Upnormal
Editor: Cahyo Prayogo
Foto: Sufri Yuliardi

Jumat, 20 Juli 2018

PESTA USAI DI PERTAMINA

Pesta usai…

Beberapa waktu lalu teman saya seorang konsultan mengatakan bahwa sekarang Pemerintah sedang melakukan pembersihan di bisnis Oil and Gas. Kalau awal Jokowi berkuasa, yang disentuhnya adalah Tata Niaga BBM. Itu direformasi dengan dibubarkannya Petral dan berganti dengan Indonesia Supply Chain. Sejak tahun lalu Pemerintah melakukan pembersihan atas unit business yang mengakibatkan Pertamina tidak efisien. Satu contoh, ada terminal Gas dibangun oleh Swasta atas dasar perjanjian kerjasama dengan Pertamina. Skemanya take or pay contract. Dalam kontrak ini pertamina wajib menggunakan terminal Gas yang dibangun swasta. Sekilas tidak ada resiko. Karena Pertamina bayar sesuai dengan pemakaian terminal itu. Pertamina tidak menanggung resiko atas investasi itu. Pay on demand.

Tetapi dalam kontrak itu ada kewajiban minimum yang harus dibayar Pertamina. Jadi andaikan Pertamina menggunakan hanya 10% terminal dan batas minimal USD 60%. Maka Pertamina harus bayar 60%. Kalau lebih dari 60% ya tidak ada masalah. Pemilik terminal untung besar. Dalam skema ini, yang hebatnya faktor cost of fund dan operation cost sudah di mark up sedemikian rupa sehingga ketemu kapasitas minimal yang harus dibayar Pertamina. Investor dijamin untung besar. Sekian tahun kontrak dia bisa lunasi hutang bank. Sementara Pertamina terjebak untuk terus memakai termainal itu agar investor bisa kaya raya tanpa resiko apapun.

Apa yang saya uraikan diatas, itu salah satu contoh bagaimana bisnis rente berkembang di hulu maupun di hilir bisnis Pertamina. Skemanya macam macam. Ada JV dimana pertamina dapat saham namun dipaksa menjadi offtaker. Contoh lainnya seperti kasus seputar HW berkaitan dengan Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) yang berdampak Pertamina kebobolan Rp. 22 triliun. Masih banyak lagi. Bisnis rente di linkungan Pertmina itu selama ini memang menciptakan mitra kaya raya dan para manager bergelimang uang. Para karyawan happy aja. Jokowi membersihkan Pertamina tidak dengan pendekatan politik atau Kepres seperti Tata Niaga BBM tetapi melalui aksi korporat. Artinya Direksi Pertamina diperintahkan melakukan restruktur bisnis dengan memangkas semua bisnis rente yang ada. Apakah mudah ? tidak juga.

Contoh bisnis terminal seperti cerita diatas, tidak mudah dibatalkan kontraknya. Mengapa ? bukan rahasia umum bila investor mitra Pertamina itu terhubung dengan elite Politik. Makanya direksi pertamina gonta ganti. Itu menunjukan perseteruan secara politik menguasai bisnis rente itu memang ada. Jokowi berusaha dengan segala macam cara untuk menjadikan Pertamina bersih. Namun politik tidak seperti membalik telapak tangan. Butuh kecerdasan dan kesabaran tinggi bagi Jokowi menghadapinya. Seperti kasus Freeport akhirnya Jokowi bisa memaksa Freeprot tunduk kepada UU MInerba dan menempatkan BUMN Leading dalam kemitraan itu.

Upaya membentuk Holding MIGAS adalah satu cara agar Pertamina dikelola secara profesional Apalagi setelah Holding terbentuk dan restruktur bisnis terlaksana, Pertamina akan Go Publik. Ini akan semakin membuat Pertamina transfarance dan patuh kepada standard good governance. Bisnis rente dan kongkalikong akan semakin tidak ada ruang. Karena setiap aksi pertamina akan diumumkan ke publik. Ruang remang remang akan menjadi terang benderang. Pesta usai...

DDB file

Minggu, 01 Juli 2018

MEMENANGKAN PEMILU DALAM SEMALAM

Mohon ijin menyampaikan sbb:

*ANOMALI PILGUB JABAR 2018*

*_Dahsyatnya peningkatan suara ASYIK(Sudrajat-Ahmad Syaiku) usungan Gerindra  PKS dan PAN, di Injury time_*

*_Ancaman nyata untuk menghadang Jokowi 2 Periode_*

Ivan. P.Purba

*Please yang ingin Jokowi 2 periode, wajib baca sampai selesai.*

*Dan yg punya akses ke Pak De Jokowi mohon share ke beliau.*

*Salam 2 Periode*✌

Sampai hari ini *jagad politik Indonesia* masih *terperangah* dan memperbincangkan dahsyatnya peningkatan suara  Paslon ASYIK yang mencapai lebih dari 20 % dalam waktu 1 minggu. Hasil survei *lembaga lembaga yang kredibelpun* dijungkir balikkan, seolah olah sekarang mereka dinilai sama sama tidak cermat dalam menghitung dan menganalis, dan tidak bisa dipungkiri *jadi agak malu  juga mereka dihadapan publik*.

Sekarang *semua stake holder politik ingin tahu* jawabannya. Kenapa bisa demikian.

Sebelum saya mencoba menjawab pertanyaan itu ada baiknya saya paparkan *rangkuman rentang hasil hasil survei berbagai Lembaga kredibel* seperti Indobarometer SMRC, LSI Denny JA, Polltracking, Charta Politica,dll.

*Survei* mnjelang Pilgub
antara 22 Mei - 21 Juni

*1) RINDU      36,9 - 42%*
*2) HASANAH  5 - 8,67%*
*3) ASYIK        6,1 - 10,7%*
*4) 2DM        30,1 - 36,6%*

*Swing Voters 6 - 20,8%*

Sekarang coba kita melihat hasil *Hitung Cepatnya*.

*1 RINDU 31,89 - 34,33%*
*2)HASANAH 11,47 - 13,05%*
*3) ASYIK  27,84 - 30,16%*
*4) 2DM     25 - 27,36%*

*Rahasia* apa yang dapat *diungkapkan* dari data dan fakta diatas adalah :

1) Dalam kurun *satu minggu* terjadi peningkatan suara *ASYIK lebih dari 20 %*.

2) Perolehan Suara ASYIK diperoleh *dari*
- Mayoritas suara *Swing voters*
-  *Menggerus* suara *RINDU dan 2 DM*

3) *HASANAH* juga hebat berhasil *meningkatkan suaranya secara signifikan* dalam waktu singkat. *Perolehan suaranya patut diduga dari swing voters*.
*Masalah utama HASANAH dari awal* adalah modal *popularitas T. B. Hasanudin dan Anton Charliyan kurang*. Pada umumnya popularitas figur berbanding lurus dengan elektabilitasnya. Meskipun dalil ini nanti bisa dipatahkan oleh ASYIK.
Jadi *tidak benar mesin politik HASANAH tidak bekerja maksimal*. Cuman batas maksimum *CC nya cuma segitulah*

Peningkatan suara ASYIK yang mencapai *lebih dari 20 % relatif dalam waktu satu minggu itu maha dahsyat.* Sulit diterima oleh para pakar konsultan politik sehebat apapun, *dengan money politik segudangpun sulit mencapai hasil yang demikian*.

Jumlah DPT Jabar 2018 adalah 31.735.133, dari laporan terakhir tingkat partisipasi 80 % berarti 25.388.106.pemilih.Berarti, *ASYIK berhasil meraih suara 5.077.621 dalam waktu seminggu.* *_Amazing_* seperti serangan *_Blitzkrieg_* NAZI ke jantung kota Paris pada masa perang dunia II.

Hasil Hitung Cepat yang selisih  tipis 3 % dengan margin of error yang mendekati angka itu, membuat kemenangan RINDU masih *belum 100% di tangan*. *Rawan sengketa di MK.*

Jadi apa yang Tim Sukses Asyik lakukan, *terutama kader dan  Relawan PKS,* yang saya yakin dikerjakan secara sangat serius H-14 sampai hari H.
Karena berdasarkan penelitian, *ingatan pemilih kita itu pendek yaitu 14 hari/2 minggu*.
Di injury time inilah kader dan Relawan militan PKS bekerja dengan rajin, gigih, massive dan tertata rapih.

Yang mereka lakukan adalah :

1)Pengerahan masyarakat untuk *sholat subuh berjamaah*. Di sinilah pemilih dipengaruhi dgn menggunakan sentimen agama. Semacam dicuci otaknya. Semua Masjid-masjid diupayakan mereka kuasai.

2) *Door to door* ke rumah pemilih dengan *Face to Face* berdialog atau paling tidak dengan menyebarkan brosur yang didesain menarik, diamplopin dan sedikit lux.
Isinya juga menggugah *sentimen agama*. Data pemilih yang seagama mereka punya detail sampai tingkat RT.

3) *Serangan Massive lewat Medsos(terutama FB, Instagram, dan WAG)*. Kader dan Relawan PKS canggih bermain disini karena pendidikannya rata-rata tinggi, yaitu mahasiswa dan alumninya. Meskipun kontennya vulgar tapi penyajiannya menarik lewat video singkat, meme dan infografis. Masyarakat Netizen yang tidak terjangkau serangan darat maka dibombardir dengan serangan udara yang massive. Semua matra dikerahkan untuk menyerang.
Hasilnya amazing ASYIK nyaris menang. Kita tunggu hasil rekapitulasi manual KPUD nanti. ASYIK punya data C1 lengkap. *Terus terang saya deg-degan menunggu hasilnya*.

Apa yang mereka lakukan sebenarnya *Brainwash/cuci otak*. Cuci otak dengan menggunakan sentimen agama.

Ini strategi yang selalu dipakai PKS dari dulu benar-benar *menyentuh sampai ke Grass root*.
*Saya sudah mengalaminya ketika menjadi ketua tim sukses Agum Gumelar-Nu'man* bidang hukum dan advokasi pada Pilgub 2008.
Dimana hasil survei pasangan Agum teratas, no 2 pasangan Incumbent Danny Setiawan tapi masih terpaut jauh dgn Agum, sementara yg underdog adalah Ahmad Heryawan- Dede Yusuf. Suara kecil dan figur Aher tidak dikenal sama sekali bukan tokoh Jawa Barat, tapi hari H menyalib semuanya dan menjadi pemenang dengan selisih yg sangat signifikan. Semua pada waktu itu jagad politik juga terperangah seperti sekarang. Kok bisa. Selebrasi kemenangan yg sudah disiapkan Agum Nu'man di Hotel Holiday Inn Dago pun buyar pada pagi itu. Itu salah satu hari yang paling naas dalam hidup saya .

*Fenomena ini pun sebenarnya terjadi juga di Jateng*. Hasil survei terakhir Sudirman - Ida berkisar 10-20% namun hasil hitung cepat memperlihatkan mampu melakukan perlawanan sengit dengan hasil 41,66%. Sudirman Ida yg didukung PKS mampu meningkatkan suara lebih dari 20% pada masa injury time. *Demikian juga Oded yg didukung PKS Gerindra di Pilkot Bandung* suaranya melonjak drastis pada hari pencoblosan mencapai 51,2% sehingga menang telak atas dua pasangan lawannya.

Dengan hasil hasil yang mengejutkan seperti diatas saya agak khawatir kalau Partai-partai koalisi Jokowi dan relawan pendukungnya tidak punya cara jitu untuk menetralisir strategi PKS yang akan dimainkan dalam koalisi oposisi dan tidak punya strategi yang dapat menyentuh merata ke akar rumput, maka Jokowi bisa tidak mencapai 2 periode.

*Bayangkan dalam waktu singkat saja PKS mampu meningkatkan  suaranya lebih dari  20 %,apalagi Pilpres masih panjang 9 bulan lagi*.

*Apa yang harus segera dikerjakan* sekarang oleh koalisi Jokowi adalah :

-Segera, *mengambil alih pengaruh di Mesjid-mesjid* yang sudah  dikuasai mereka dan buat strategi pencegahan untuk yg belum kena pengaruh.

- Memiliki pemetaan dan data yang lengkap mengenai jumlah dan profil pemilih sampai tingkat  RT/RW dan *membentuk kelompok kelompok kecil Relawan untuk melakukan pemantauan, penangkalan dan penetrasi*.

- Tim sukses koalisi Jokowi juga harus *mengelola dengan baik organ-organ relawan yang banyak jumlahnya* dan akan tumbuh terus terutama setelah penetapan calon tanggal 10 Agustus yad dari mulai pusat sampai ke daerah daerah. Jangan hanya terfokus ke organ Relawan yg lama saja, semua diirangkul. Organ Relawan yg demikian banyak ini diarahkan kerja-kerja pemenangannya sesuai peta situasi pertarungan yg dihadapi. Jangan bergerak tanpa arah dan sasaran yang jelas. Dan yang penting juga *meskipun Relawan itu mandiri, namun tetap harus dibantu logistiknya sebagai bentuk motivasi solidaritas perjuangan dan juga akan meringankan beban*. Pokoknya Organ organ Relawan Jokowi jangan dicuekin sekecil apapun itu dan sebaru apapun itu.

Demikianlah ulasan tentang kenapa suara ASYIK dapat meningkat luar biasa dalam kurun waktu satu minggu dan hampir nyaris menang.

*Seperti kata Pak De Jokowi, kaos tidak bisa mengganti Presiden. Demikian juga pendapat saya kaos juga tidak bisa menaikkan Presiden*. *Kita jangan terpancing sibuk membuat kaos untuk mengcounter  issuenya #Ganti Presiden 2019 tapi lupa menyentuh dan menjangkau akar rumput pemilih*

*Salam 2 Periode*✌

Ivan P Purba

*#Jokowi 2 Periode*
*# Jodoh (Jokowi Moeldoko hebat)*
*#Jaga 5 konsensus dasar* :
*1) Pancasila*
*2) UUD 1945*
*3) NKRI*
*4) Bhineka Tunggal Ika*
*5) Sumpah Pemuda*