Kamis, 29 Agustus 2019

CEO FORUM PRESIDEN RI

CEO FORUM: Presiden Minta Para CEO Jeli Lihat Peluang di Tengah Ekonomi Global yang Tak Pasti

Ketidakpastian masih membayangi kondisi ekonomi dunia saat ini. Hal ini bisa dilihat dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC) 2018 di Port Moresby, Papua Nugini pada 17-18 November lalu, gagal membuahkan hasil kesepakatan karena dua kekuatan besar ekonomi dunia saat ini, Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT), terus bersitegang.

Berbicara pada pembukaan Kompas100 CEO Forum yang dihelat di Jakarta Convention Center (JCC), Selasa, 27 November 2018, Presiden Joko Widodo membahas mengenai bagaimana para chief executive officer (CEO) bisa menghadapi kondisi ekonomi global yang penuh dengan ketidakpastian tersebut.

KTT APEC gagal menghasilkan Deklarasi, mengingat lebarnya perbedaan posisi antara Amerika Serikat dan RRT mengenai isu perdagangan _(multilateral trading system)._ “Apa artinya? Artinya kondisi ekonomi dunia saat ini masih sangat berpotensi dilanda ketidakpastian,” kata Presiden di Cendrawasih Room, JCC.

Meski masih diliputi ketidakpastian, terutama karena perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, Presiden mengajak para CEO untuk tidak takut dan terus bersikap optimistis. Menurutnya, dalam setiap kesempitan pasti ada kesempatan dan peluang-peluang yang bisa dimanfaatkan.

“Saya juga paham cara berpikir para CEO. Saya juga senang berpikir seperti itu. Dalam suasana perang dagang seperti ini, di situ juga terbuka adanya peluang-peluang dan harus kita manfaatkan dan dugaan saya tersebut rupanya saat ini sedang terjadi,” lanjutnya.

Kepala Negara mengungkapkan, salah satu peluang yang bisa dimanfaatkan tersebut adalah tingginya minat pelaku usaha global untuk memindahkan pabrik-pabriknya ke negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Menurutnya, hal ini mereka lakukan agar terhindar dari hantaman tarif impor dari mitra perang dagang ini, baik Tiongkok maupun Amerika Serikat.

Selain itu, ada potensi untuk mengisi pasar yang tadinya diisi oleh negara yang kini terlibat dalam perang dagang. Misalnya, Amerika Serikat dulu mengekspor dari Tiongkok, tapi karena perang dagang, Amerika Serikat mencari alternatif dari negara lain.

“Nah, ini peluang. Ini yang bisa kita isi. Ini semua adalah potensi. Baik potensi untuk memperkuat industri kita maupun untuk meningkatkan ekspor kita. Inilah peluangnya. Tinggal kita bisa mengambil peluang ini atau tidak. Tinggal kita bisa mengambil kesempatan ini atau tidak,” ungkap Presiden.

Untuk itu, pemerintah akan mendukung kesempatan-kesempatan dalam pemanfaatan peluang-peluang yang ada. Di tengah kisruh global dan regional saat ini, Presiden mendorong para pengusaha untuk tidak lengah dan fokus pada peluang yang ada di depan mata.

Tahun lalu di Kompas100 CEO Forum, Presiden sudah menyampaikan perubahan pola konsumsi dari _offline_ ke _online_ yang membuka peluang luar biasa di _e-commerce._

Selain itu, sektor pariwisata juga sudah menjadi sebuah motor pertumbuhan ekonomi baru. Menurutnya, pertumbuhan pariwisata dunia berada pada angka 7 persen, sangat tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya 3,5 persen.

“Artinya pertumbuhan pariwisata dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi dunia. Tren seperti ini harus kita lihat, kita mau ke mana. Itulah yang ingin kita hitung, ingin kita kalkulasi kenapa kita ingin membangun 10 Bali Baru. Ya karena ada peluang ini, pertumbuhan pariwisata 7 persen tadi,” tuturnya.

Terlepas dari perang dagang dan kenaikan suku bunga dollar, ledakan e-commerce dan sektor turisme di Indonesia ini masih terus berlanjut.

Menurut Presiden, pertumbuhan volume perdagangan e-commerce di Indonesia masih yang tertinggi dan dalam minggu-minggu ini beberapa unicorn di Indonesia akan menggalang dana lagi dalam jumlah puluhan triliun rupiah.

“Dan, kalau kita lihat di bidang pariwisata, jumlah wisman (wisatawan mancanegara) kita terus tumbuh. Mungkin tahun ini melambat sedikit, karena berita-berita gempa bumi dan tsunami. Tapi fundamental dan trennya masih kuat. Masih jalan. Tidak usah khawatir mengenai ini,” tandasnya.

Merujuk data BPS, kunjungan wisman meningkat 11,81 persen, dari 10,7 juta selama periode Januari-September 2017 menjadi 11,9 juta selama Januari-September 2018.

Presiden Ingin Hilirisasi dan Industrialisasi Dipercepat*

Presiden Joko Widodo menginginkan agar jajarannya terus mendorong hilirisasi dan industrialisasi, terutama di sektor pertambangan. Menurutnya, ini merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengurangi defisit keuangan negara.

"Ini berkaitan dengan kunci kita mengurangi defisit, baik neraca perdagangan maupun neraca transaksi berjalan. Karena kita masih kedodoran di sini. Sudah saya sampaikan ke para menteri agar hilirisasi dan industrialisasi benar-benar digenjot dan digalakkan," ujar Presiden dalam sambutannya pada acara Kompas100 CEO Forum di JCC Senayan, Jakarta, Selasa, 27 November 2018.

Presiden menginginkan agar perusahaan-perusahaan tambang bisa mengekspor produknya tidak dalam bentuk mentah. Paling tidak, barang tambang tersebut harus diekspor dalam bentuk setengah jadi.

"Sekarang ada teknologi batu bara yang kelas rendah maupun kelas menengah, bisa dijadikan gas, bisa dijadikan minyak. Karena teknologi baru telah berkembang, kenapa kita masih mengekspor dalam bentuk barang mentah seperti yang kita laksanakan sekarang ini? Harus dihentikan dan berani beralih ke setengah jadi atau jadi,” tegasnya.

*Ubah Pola Pikir dari Konsumtif ke Produktif*

Setelah pembangunan infrastruktur dan hilirisasi, Presiden mengungkapkan, tahapan berikutnya adalah PEMBANGUNAN sumber daya manusia (SDM). Untuk itu, pemerintah akan mendorong pendidikan VOKASI. Selain itu, penguatan kapasitas pimpinan dalam menghadapi revolusi industri 4.0, mulai dari tingkat KECAMATAN, KABUPATEN/ KOTA, PROVINSI, hingga tingkat pusat.

“Saya ingin 2019 besar-besaran mengubah mindset dari konsumtif ke produktif. Harus berubah cara pandang dari sektoral ke keutuhan. Enggak akan bisa lompat maju kalau cara pikir sektoral seperti yang kita lihat,” tuturnya.

Menurutnya, semua negara sedang gugup menghadapi banyaknya teknologi baru yang muncul namun belum ada regulasinya. Revolusi Industri 4.0 membawa perubahan radikal, tidak terduga, dan memporakporandakan standar yang ada. Untuk itu, sumber daya manusia perlu disiapkan melalui pelatihan dan diharapkan akan muncul reformis yang bisa membawa perubahan.

“Harus latih pekerja kita agar _skill_ baru bisa kita ambil dan pekerjaan kita bisa naik kelas. Ini juga penting bagi CEO. Semua harus besar-besaran lakukan pelatihan,” ujarnya.

Terakhir, Kepala Negara juga ingin agar sistem kerja dan regulasi terus disederhanakan. Karena dirinya meyakini bahwa semakin sedikit regulasi, maka sebuah perusahaan atau sebuah negara itu akan semakin lincah.

Senin, 12 Agustus 2019

KEGAGALAN NET TV

*Tiga Pelajaran Bisnis dari Kasus Kejatuhan NET TV*

Menyusul rumor tentang _PHK karyawan NET TV,_ akhirnya manajemen Net mengakui memang ada _proses efisiensi jumlah karyawan._ Para karyawan secara sukarela diminta untuk mengundurkan diri demi _perampingan organisasi._

Penyebabnya jelas : _kinerja bisnis dan keuangan Net TV masih mengecewakan_. Bahkan sejak tahun lalu lalu, _penyandang dana Indika Group resmi mundur_ alias pecah kongsi dengan pengelola Net TV.

Net TV didirikan oleh _Wishnutama,_ figur brilian dalam industri televisi, yang dulu juga _sempat membuat TransTV berjaya_ dengan aneka programnya yang memukau.

Mungkin karena ingin lebih bebas menyuarakan idealisme dan visi-nya, Wishnutama memilih mundur dari TransGroup, dan kemudian _mendirikan sendiri stasiun televisi dengan nama NET TV._ Penyandang dananya adalah Indika Group yang menyediakan dana hingga triliunan rupiah.

Namun setelah berjalan lebih dari enam tahun sejak berdiri tahun 2013, _ternyata kinerja bisnis dan keuangan Net TV tidak sesuai harapan._ Rating-nya masih kalah jauh dengan stasiun televisi lain. Alhasil _pendapatan iklan juga seret._

Pada sisi lain, _biaya yang dikeluarkan sangat masif._ Termasuk investasi untuk menggunakan teknologi High Definition TV yang amat mahal. Teknologi HD ini yang bikin kualitas gambar Net TV paling bagus dibanding stasiun televisi lainnya.

Sejak November tahun lalu, _Wishnutama juga sudah tidak menjabat sebagai CEO Net TV,_ sebuah pertanda bahwa visi dia dianggap tidak lagi kompatibel dengan kepentingan bisnis dan keuangan Net.

Belum pasti bagaimana konsep dan masa depan bisnis Net TV setelah terjadi kasus kemunduran bisnis ini.

Namun dalam tulisan kali ini, saya ingin mengajak Anda semua untuk menelisik _tiga pelajaran bisnis yang bisa kita petik dari kasus kegagalan bisnis Net TV ini._

3 pelajaran bisnis ini bisa diaplikasikan dalam arena bisnis lain, dan tidak hanya terbatas dalam bisnis televisi. Mari kita bedah satu demi satu.

_Pelajaran Bisnis #1 :_ *Salah dalam Membidik Target Market.*
Sejak awal, program NET TV memang sudah didesain untuk kalangan menengah atas yang tinggal di kota-kota besar. Konsep programnya mengarah pada _target market kaum profesional (kelas premium) yang tinggal di kota-kota besar Indonesia._

Target market yang cerdik sejatinya, sebab jadi berbeda dengan target market TV lainnya yang lebih menyasar kelas menengah ke bawah yang tinggal di desa atau kota-kota kecil Indonesia.

Problem besarnya adalah ini : _target market yang dibidik NET TV sudah direbut habis oleh Youtube, Instagram Stories dan layanan TV streaming seperti Netflix, Hooq, Iflix,_ dkk.

Dengan kata lain, target market NET TV sudah lenyap, atau _makin kecil populasinya._ Sebab sebagian besar sudah melakukan migrasi besar-besaran ke layar hape demi menyimak Youtube, IG atau Netflix.

Dan itu petaka bagi sebuah bisnis. _Ibaratnya Anda mau menjual produk, namun potensi pasarnya sudah tidak ada._ Jualan Anda tidak akan laku, karena tidak ada lagi pembelinya.

Yang kelam : layanan program NET TV sejatinya lumayan bagus. Konsepnya kreatif. Sentuhan tangan dingin Wishnutama sebagai sang jenius kelihatan sekali dalam beragam acara Net TV.

Namun _produk yang bagus tetap tidak akan laku, kalau dijual pada pasar yang kosong melompong_. Ibaratnya, Anda jualan produk hebat namun di pasar yang sudah seperti rumah hantu. Sudah lama tidak ada penghuni dan pengunjungnya.

Itulah pelajaran marketing yang amat penting dari kasus NET TV. _Saat Anda salah menentukan segmen pasar dan target market, maka bisnis Anda akan kolaps._

Kesalahan Net TV adalah memilih target market kelas premium yang sudah lama enggan menonton layar televisi.

Sebaliknya, target market terbesar bisnis TV itu adalah orang-orang yang masih suka nonton sinetron Tukang Bubur Naik Haji, Cinta Fitri atau Tukang Ojek Pengkolan.

Dana iklan triliunan ada dalam sinetron seperti itu, bukan dalam konsep program yang dibuat oleh NET TV.

Akibatnya : _pendapatan iklan Net TV seret, dan akhirnya terus mengalami kerugian_ karena biaya operasional TV sangatlah tinggi.

_Pelajaran Bisnis #2 :_ *Idealisme dan Passion adalah Bullshit.*

Wishnutama adalah figur kreatif dalam industri televisi. Dia punya idealisme dan passion untuk menghadirkan layanan program TV yang kreatif dan tidak abal-abal. Dan dia sebenarnya sangat berhasil dalam hal ini.

But _business is business._

_Business is all about making money._

Kalau produk yang Anda jual sudah sesuai passion dan visi Anda, namun kemudian tidak ada yang mau beli, lalu keluargamu mau makan apa?

Dulu saat di Trans TV, visi dan passion Wishnutama bisa berkibar, namun tetap _ada rambu bisnis_ dari sang pemiliknya yakni CT (Chairul Tanjung). Jadi ada kombinasi yang pas : _ada program kreatif yang bagus, namun ada juga program yang memang ditujukan untuk mendapat uang._

Sebab pada akhirnya, uang juga yang bisa membuat semua operasi bisnis bisa terus berjalan. Kalau tidak ada profit, ya akhirnya akan bubar jalan.

Pelajarannya adalah : _kombinasikan passion dengan profit dan market demand._

Kombinasi maut (= hebat) akan terjadi saat passion dalam bidang yang kita geluti, juga ternyata memiliki potensi pembeli yang banyak, dan karena itu bisa hasilkan profit yang maknyuss.

_Saat Anda terlalu memburu passion personal, dan gagal melihat potensi pasar, maka Anda akan terpelanting_ menjadi sang pujangga yang kesepian dan jatuh miskin.

_Pelajaran Bisnis #3 :_ *Kompetisi Digital yang Makin Kompleks*

Yang membuat babak belur NET TV ini ternyata bukan pesaing tradisional dari sesama staisun televisi lainnya. Sebab seperti yang diulas di depan, segmen pasar mereka berbeda.

Namun ternyata _pesaing yang menghantam bisnis NET TV datang dari tempat yang sangat powerful,_ yakni kekuatan layar hape yang makin variatif kontennya.

Youtube, IG Stories dan Netflix adalah _pesaing disruptif yang menghancurkan potensi bisnis Net TV._ Dan kekuatan digital players itu terlalu tangguh untuk dilawan.

Pelajarannya : _dalam era digital disruptif seperti saat ini, potensi persaingan ternyata memang bisa datang dari arah yang tak teduga._ Artinya bukan hanya datang dari pesaing tradisional atau dari pelaku bisnis yang sama.

_Rival bisa datang dari mana saja._

Misal pesaing bank kelak bisa bukan sesama bank saja, namun juga dari _layanan dompet digital dan peer-to-peer lending_ (layanan pinjam dana dari sesama pengguna internet).

Pesaing hotel datang dari AirBnB.
Pesaing toko buku Gramedia datang dari Facebook dan Twitter (sebab orang sekarang lebih suka baca status FB atau Twitter, daripada baca buku bagus).

Kalau kata pakar manajemen Michael Porter, _ancaman tidak hanya datang dari rival penyedia produk yang sama, namun juga datang dari “produk subtitusi”_ atau produk pengganti yang dirasa lebih memuaskan keinginan pelanggan.

DEMIKIANLAH, tiga pelajaran bisnis yang bisa kita petik dari kisah kegagalan NET TV untuk _menjadi stasiun televisi yang kreatif namun sekaligus profitabel._

Pelajaran bisnis ini berharga bagi pelaku bisnis lainnya.

Tiga pelajarannya adalah :

1. _Jangan salah menentukan target market_
2. _Tanpa profit, passion adalah omong kosong._
3. _Rival bisnis bisa datang kapan saja, dari arah yang tak terduga._

Source : _Blog Strategi Manajemen,_ www.stategimanajemen.net
Written by : _Yodhia Antariksa_