Jumat, 27 Juli 2012

INDONESIAKU, Pasti Bisa

Saya suka membayangkan di sela sela kesibukan sehari hari, akan menjadi seperti apakah Indonesia di 10 , 20, 30 tahun mendatang. Kadang kadang masih terheran heran, mengapa negara yang kaya dengan sumber daya alam dan sebagainya ini, masih belum bisa menjadi negara yang jauh lebih maju dari sekarang. Walaupun diakui 10 tahun terakhir pasca krisis ekonomi 1998, Indonesia bisa dibilang sukses rebound dan bahkan masuk menjadi salah satu negara G20. Artinya kita dianggap sebagai salah satu promising country / market. Krisis ekonomi di Amerika dan Eropa, seakan juga tidak mempengaruhi pertumbuhan dan kekuatan ekonomi Indonesia. Bisa dibilang, team Ekonomi Indonesia, canggih. Semua pertumbuhan ekonomi minus, kitabisa bertahan di 6% per tahun. Luar biasa. Meningkatnya pula kesejahteraan penduduk, dengan bertambahnya jumlah penduduk kelas ekonomi menengah, ini juga buah prestasi yang mengesankan.

Walaupun kita laju positif, bukan berarti kita sudah bagus. Banyak sekali pe-er lain di depan mata, yang kalau tidak digarap, justru akan menjadi bom waktu. Yaitu:

1. Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia.

Indonesia sampai saat ini masih dihadapkan dengan tantangan untuk lebih memperbanyak penduduk yang terdidik / educated, berkeahlian profesional, cerdas, dan inovatif. Masih banyak penduduk yang belum mendapatkan pendidikan yang layak, karena sekolah dasar saja sudah mahal, apalagi Universitas.
Ini terjadi terutama di daerah, suburb, kampung, desa. Pe-er ini terletak pada masalah ; sekolah yang terjangkau dan bagus untuk mencetak generasi muda yang pandai dan siap berkarya. Masalah ini klasik, masih terbentur di orang Indonesia juga yang suka curi anggaran. Katanya anggaran pendidikan paling tinggi. Mana hasilnya? Anggaran besar, malah jadi sering dikorup.
Banyak anak gak punya, gak jadi sekolah. Padahal bisa saja salah satu atau lebih dari mereka yang akan membawa kita semua ke penghidupan bangsa yang lebih baik. Orang korup itu kurang berfikir panjang dan sangat egoistis.

Sampai sekarang, kita bisa rasakan, betapa banyak: lulusan kuliah gak dapat kerja karena skillnya tidak memadai, mentalnya tidak memadai. Betapa banyak anak muda yang nganggur, milih kerja apa saja asal dapat uang untuk hidup. Tujuan hidupnya cuma SURVIVAL. Jangan harap ada yang ingin berkontribusi untuk negara dan masyarakatnya, pokoknya mereka bisa hidup aja sudah sukur. Betapa banyak, anak orang kaya yang sekolah di luar negeri atau perguruan tinggi bergengsi, tapi juga prestasinya biasa biasa saja.

Adalah beberapa tokoh tokoh muda cerdas, tapi gak banyak. Belum bisa dibilang Generasi muda Indonesia itu mengesankan. Kalau dibilang lifestyle, konsumtif, itu iya pasti.

Pekerjaan nomor satu: investasi dan ciptakan manusia Indonesia yang berkualitas lebih banyak lago, karena semakin banyak anak Indonesia brilliant dan inisiatif, akan makin naik derajat kualitas kehidupan bangsa ini. Pasti. Kita harus basmi generasi muda yang cuma mau kerja dapat gaji / upah / uang semata. Kita hidup harus penuh dengan semangat memberikan manfaat bagi orang lain.


2. Korupsi dan Moral.

Sampai kapan mau melestarikan korupsi dan curi uang negara buat banyak mulut? Saya gak ngerti orang orang yang doyan cari uang dari anggaran negara. Apa gak merasa ikut punya negara? Apa gak merasa perbuatannya akan menghancurkan ? Apa cuma mikirnya anak cucunya saja? Apa tidak berfikir, apalah arti hidup ini kalau hanya cuma untuk survival keluarga sendiri? Tidakkah kita ingin berbuat lebih banyak untuk orang lain? Partai politik sibuk taro orang di kabinet dan BUMN untuk memperkaya partai. Ya Allah. Anggota DPR sibuk cari proyek supaya bisa ambil cuilan cuilan mark up dari anggaran negara. Duh, gak kasian sama nenek nenek yang tinggal di desa pakai gubug reot? Pengusaha sibuk bayar sogokan kanan kiri untuk dapat proyek besar dari negara, biar kaya raya. Ini juga cuma mikirin keluarganya sendiri. Berlanjutlah lingkaran tikus ini ke para orang bawahan yang hormat minta ampun sama pejabat dan pengusaha yang banyak duit, gak peduli korup atau tidak. Asal bos bayar gede, saya bakal setia. Dari level atas sampai bawah, kualitas moral orang Indonesia itu jelek. Semua cuma suka semata mata dengan Uang. Duh,moralnya di mana kah? Apa lupa dulu kecilnya diajarin apa. Apalah arti uang banyak kalau waktu Anda mati, uang tersebut belum bermanfaat untuk orang lain. Hukum saja bisa dibeli, sama saja, ada uang semua bisa diatur. Kasihan kan orang Indonesia ini?
Anda yang baca juga jangan sok suci. Di kerjaan dan kehidupan Anda, sudah kebal belum dengan uang? Atau harga diri dan moral Anda sudah gak terlalu penting demi uang lebih banyak? Moral. Indonesia punya krisis moral di masyarakatnya. Ini pe-er kedua.

Satu hal yang saya pelajari,ada beberapa titik efektif untuk issue ini:
A. Buat semua guru adalah sudah teruji moral budi pekertinya dan hidup berkecukupan.
B. Ciptakan diktator putih yang adidaya, yang mampu membunuh para koruptor, preman,pembunuh, penipu dan lain sebagainya.

3. Sumber Daya Alam

Sudah punya semua resources di dalam negeri ini, kok banyakan di eksport? rugi amat. Lahannya luas, bisa jadi negara agraris, tapi banyak import bahan makanan. Ternyata belum cukup memenuhi demand dalam negeri untuk bahan makanan. Kok bisa? Ya karena pertaniannya gak digarap! Terus, sukanya jual bahan mentah keluar, cuma mau dihargai harga komoditas. Sebagai orang brand, kenapa gak diolah dulu segala sesuatunya menjadi merk merk olahan Indonesia? Ini lebih memiliki added value yang luar biasa. Gak cuma pertanian,tapi juga kelautan, pariwisata, kayu, pertambangan, kuliner ... Ya Allah banyaknya masih banyak lagi. Stop jual komoditas! Olah dulu baru jual! Cukupkan persediaan kebutuhan dalam negeri, itu harus. Kurangi import. Begitu juga dengan bahan bakar minyak. Tolonglah hentikan itu semua praktek curi uang atau mencurangi uang negara. Gak kasihan dengan banyak orang susah? Kalian sibuk memperkaya diri sendiri? ... Indonesia ini butuh Leader yang kuat dan bermoral. Hidupnya cuma ingin berbuat baik untuk orang. Indonesia butuh banyak orang pintar yang mengeluarkan ide ide pengembangan kehidupan bangsa ini. Indonesia butuh masyarakat bermoral supaya bisa besar. Ini semua , saya yakin bisa terwujud, kalau kita bersama sama , mau peduli bahwa ini semua pe er kita bersama.

Jakarta, 27 Juli 2012

Rabu, 25 Juli 2012

FORMULASI RISET untuk MARKETING COMMUNICATION / BRAND ACTIVATION yang EFEKTIF

E SUKSES : ESQUIRE MAGAZINE JULY 2012 : ARDANTYA SYAHREZA

 FORMULASI RISET APLIKATIF
 "Menguatkan basis research / consumer insights dan kalkulasi efisiensi kampanye yang terukur dalam menjalankan bisnis marketing communication"

Basis Research
Menjalankan sebuah bisnis riset yang terkesan serius, Ardantya Syahreza alias Dacil justru mengimplementasikan basis research dalam setiap perancangan komunikasi pemasaran sebuah produk. Dengan bendera PT Marketing Komunikasi Indonesia (EXIGO) , Dacil menahbiskan perusahaannya sebagai marketing communication agency yang berfokus pada brand activation.

Latar belakang didirikannya PT Marketing Komunikasi Indonesia adalah karena pada waktu Dacil bekerja di agency periklanan sering menemukan pertanyaan yang sama dari berbagai klien, "Berapa return of investment yang bisa didapat dengan campaign yang Anda rancang ini?". Pada saat itu, agency periklanan merasa pertanyaan itu tidak relevan untuk mereka karena agency periklanan lebih mengedepankan kreatifitas penyampaian pesan produk - tidak dirancang untuk dikaitkan dengan ROI bisnis secara langsung.

Pria asal Malang, Jawa Timur ini mencoba melawan pasar advertising agency dan event organizer dengan memadukan kedua hal tersebut dan dilengkapi dengan basis research. Singkatnya, di perusahaan yang Dacil pimpin ini, semua rancangan kampanye dan program selalu berbasis research, pemahaman konsumen dan pasar, sebelum mengembangkan suatu konsep strategi. Aplikasi ini memang dilakukan oleh industri periklanan, namun belum dilakukan untuk pengembangan kegiatan below-the-line.

Selama sudah 7 tahun berdiri, perusahaan ini pernah menangani BCA, Kidzania, Nestle Indonesia, Sari Husada, Shell Indonesia, Danone Dairy Indonesia, Kraft Foods Indonesia, Petrojaya Boral Plasterboard, Hutchison Telecom Indonesia, LG Electronics, Combiphar, Mayora Indah, Mercedes Benz Indonesia, dan beberapa consumer goods client lainnya. Saat ini yang sedang intense bekerja sama dengan perusahaan ini adalah Nestle Indonesia dan Shell Indonesia.

Sebelum memulai usahanya sendiri di bidang marketing communication agency, pria berusia 36 tahun ini mencari pengalaman dengan bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan research multinational pada awal tahun 2000 dan advertising agency multinational pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2005. Ia bahkan pernah bekerja magang di Kanada. Kesempatan bekerja tersebut didapat karena program international traineeship dari AIESEC, sebuah organisasi mahasiswa internasional yang ia geluti sejak ia kuliah di Universitas Brawijaya. Bosan menjadi karyawan, ia pun mendirikan MKI pada tahun 2005 bersama sang adik.

Jatuh Bangun
Awal mula Dacil berbisnis sebenarnya sudah dimulai ketika ia menjadi karyawan, dengan mengambil franchise Bakso Kota Cak Man asal Malang di Jakarta pada awal tahun 2005. Dengan menggandeng beberapa partner, ia merasakan manisnya membuka food outlet dan memutuskan benar-benar menjadi pengusaha pada September 2005 dengan keluar dari perusahaan tempatnya bekerja dan mendirikan MKI.
Menjalani MKI pun mencapai puncaknya di akhir tahun 2007 dengan meng-hire sekitar 30 orang karyawan pada saat itu. Namun tanpa diduga, kesuksesan tersebut tidak berlanjut lama. Enam bulan pertama di tahun 2008, MKI tidak mendapatkan klien sama sekali. "Entah apa yang terjadi ketika itu. Saya menganggapnya 'misteri Ilahi'. Dalam keadaan tidak ada pemasukan sedangkan harus menggaji karyawan, akhirnya saya katakan pada mereka di bulan Juni 2008, saya tidak bisa meng-hire mereka. Beberapa orang memang sudah mengundurkan diri", kisahnya.

Sempat terpikir oleh Dacil untuk kembali menjadi seorang profesional dan bekerja pada orang lain. Namun, membayangkan konsekuensi kebebasan berkarya sebagai seorang pengusaha, maka Dacil mengurungkan niatnya.
Tidak menyerah, Dacil dibantu dengan istri terus membangun kembali PT Marketing Komunikasi Indonesia. Ketika itu, ia hanya dibantu oleh satu sekretaris dan office boy. Berbekal network dan portfolio sebelumnya, ia maju terus dengan MKI. Karena sumber daya manusia yang minim, ia pun harus mencari bantuan dari beberapa pekerja lepasan per proyek. Selain itu, ia juga mengajak kerja sama beberapa teman yang juga memiliki usaha event organizer untuk sharing project dengan berbagi keuntungan.

Sekarang, Dacil bisa dibilang bisa bernafas lega karena perusahaannya sudah berjalan dengan normal dan terus kembali bertumbuh.

Petik Pelajaran
Kondisi hampir pailit yang pernah ia alami 4 tahun lalu membuat Dacil mengambil hikmah. "Dulu, mungkin karena modal semuanya 100% berasal dari keluarga dan didapat dengan mudah, saya kurang cukup berhati-hati dalam melangkah dan mengambil segala keputusan. Saya suka mengeksplorasi sana-sini dengan minim perhitungan dan pertimbangan", ungkapnya tentang kesalahan di masa lalu. Apalagi posisi partner yang merupakan saudara kandung sendiri, membuat tampuk pemegang keputusan sulit dipilih.

Kini, ia mencoba menjadi lebih baik. Saat ini, ia sangat terlibat dalam day-to-day operasional perusahaan, bahkan bisa dibilang masih terlalu one-man-show. "Mungkin masih sedikit trauma, jadi maunya hands-on terus", katanya. Tapi ia menyadari bahwa ini adalah tantangan untuk dia harus segera shifting menjadikan PT MKI sebuah perusahaan yang mandiri dan sistematis. Sistem kepemimpinan coaching harus lebih ia tekankan daripada mengambil alih semua mayoritas pekerjaan.

Satu yang pasti, ia akan terus menjalankan bisnis marketing communication ini karena jumlah populasi masyarakat Indonesia yang makin bertambah, ekonomi tumbuh dan berarti akan terus bermunculan berbagai produk yang berlomba merebut pasar. Marketing communication akan berperan penting dalam membantu para klien pemilik produk tersebut untuk mengkomunikasikan produknya secara efektif kepada masyarakat.
Selain itu, franchise restoran yang ia jalani pun sudah ada tiga (3) cabang dan berencana ingin terus ekspansi. Ia mengaku tak tertarik untuk kembali bekerja menjadi karyawan, bahkan ketika ia mengalami kejatuhan dalam bisnisnya. "Mungkin yang menarik menjadi pengusaha adalah saya bebas berinisiatif, mengeluarkan ide apa saja dalam keseharian kita. Dan saya merasa memiliki kekuatan dalam hal itu. Yang pasti, saya harus pintar-pintar mengelola waktu dan bekerja keras", ungkapnya.

(Esquire Magazine, July 2012, page 72-73)