E SUKSES : ESQUIRE MAGAZINE JULY 2012 : ARDANTYA SYAHREZA
FORMULASI RISET APLIKATIF
"Menguatkan basis research / consumer insights dan kalkulasi efisiensi kampanye yang terukur dalam menjalankan bisnis marketing communication"
Basis Research
Menjalankan sebuah bisnis riset yang terkesan serius, Ardantya Syahreza alias Dacil justru mengimplementasikan basis research dalam setiap perancangan komunikasi pemasaran sebuah produk. Dengan bendera PT Marketing Komunikasi Indonesia (EXIGO) , Dacil menahbiskan perusahaannya sebagai marketing communication agency yang berfokus pada brand activation.
Latar belakang didirikannya PT Marketing Komunikasi Indonesia adalah karena pada waktu Dacil bekerja di agency periklanan sering menemukan pertanyaan yang sama dari berbagai klien, "Berapa return of investment yang bisa didapat dengan campaign yang Anda rancang ini?". Pada saat itu, agency periklanan merasa pertanyaan itu tidak relevan untuk mereka karena agency periklanan lebih mengedepankan kreatifitas penyampaian pesan produk - tidak dirancang untuk dikaitkan dengan ROI bisnis secara langsung.
Pria asal Malang, Jawa Timur ini mencoba melawan pasar advertising agency dan event organizer dengan memadukan kedua hal tersebut dan dilengkapi dengan basis research. Singkatnya, di perusahaan yang Dacil pimpin ini, semua rancangan kampanye dan program selalu berbasis research, pemahaman konsumen dan pasar, sebelum mengembangkan suatu konsep strategi. Aplikasi ini memang dilakukan oleh industri periklanan, namun belum dilakukan untuk pengembangan kegiatan below-the-line.
Selama sudah 7 tahun berdiri, perusahaan ini pernah menangani BCA, Kidzania, Nestle Indonesia, Sari Husada, Shell Indonesia, Danone Dairy Indonesia, Kraft Foods Indonesia, Petrojaya Boral Plasterboard, Hutchison Telecom Indonesia, LG Electronics, Combiphar, Mayora Indah, Mercedes Benz Indonesia, dan beberapa consumer goods client lainnya. Saat ini yang sedang intense bekerja sama dengan perusahaan ini adalah Nestle Indonesia dan Shell Indonesia.
Sebelum memulai usahanya sendiri di bidang marketing communication agency, pria berusia 36 tahun ini mencari pengalaman dengan bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan research multinational pada awal tahun 2000 dan advertising agency multinational pada tahun 2003 sampai dengan tahun 2005. Ia bahkan pernah bekerja magang di Kanada. Kesempatan bekerja tersebut didapat karena program international traineeship dari AIESEC, sebuah organisasi mahasiswa internasional yang ia geluti sejak ia kuliah di Universitas Brawijaya. Bosan menjadi karyawan, ia pun mendirikan MKI pada tahun 2005 bersama sang adik.
Jatuh Bangun
Awal mula Dacil berbisnis sebenarnya sudah dimulai ketika ia menjadi karyawan, dengan mengambil franchise Bakso Kota Cak Man asal Malang di Jakarta pada awal tahun 2005. Dengan menggandeng beberapa partner, ia merasakan manisnya membuka food outlet dan memutuskan benar-benar menjadi pengusaha pada September 2005 dengan keluar dari perusahaan tempatnya bekerja dan mendirikan MKI.
Menjalani MKI pun mencapai puncaknya di akhir tahun 2007 dengan meng-hire sekitar 30 orang karyawan pada saat itu. Namun tanpa diduga, kesuksesan tersebut tidak berlanjut lama. Enam bulan pertama di tahun 2008, MKI tidak mendapatkan klien sama sekali. "Entah apa yang terjadi ketika itu. Saya menganggapnya 'misteri Ilahi'. Dalam keadaan tidak ada pemasukan sedangkan harus menggaji karyawan, akhirnya saya katakan pada mereka di bulan Juni 2008, saya tidak bisa meng-hire mereka. Beberapa orang memang sudah mengundurkan diri", kisahnya.
Sempat terpikir oleh Dacil untuk kembali menjadi seorang profesional dan bekerja pada orang lain. Namun, membayangkan konsekuensi kebebasan berkarya sebagai seorang pengusaha, maka Dacil mengurungkan niatnya.
Tidak menyerah, Dacil dibantu dengan istri terus membangun kembali PT Marketing Komunikasi Indonesia. Ketika itu, ia hanya dibantu oleh satu sekretaris dan office boy. Berbekal network dan portfolio sebelumnya, ia maju terus dengan MKI. Karena sumber daya manusia yang minim, ia pun harus mencari bantuan dari beberapa pekerja lepasan per proyek. Selain itu, ia juga mengajak kerja sama beberapa teman yang juga memiliki usaha event organizer untuk sharing project dengan berbagi keuntungan.
Sekarang, Dacil bisa dibilang bisa bernafas lega karena perusahaannya sudah berjalan dengan normal dan terus kembali bertumbuh.
Petik Pelajaran
Kondisi hampir pailit yang pernah ia alami 4 tahun lalu membuat Dacil mengambil hikmah. "Dulu, mungkin karena modal semuanya 100% berasal dari keluarga dan didapat dengan mudah, saya kurang cukup berhati-hati dalam melangkah dan mengambil segala keputusan. Saya suka mengeksplorasi sana-sini dengan minim perhitungan dan pertimbangan", ungkapnya tentang kesalahan di masa lalu. Apalagi posisi partner yang merupakan saudara kandung sendiri, membuat tampuk pemegang keputusan sulit dipilih.
Kini, ia mencoba menjadi lebih baik. Saat ini, ia sangat terlibat dalam day-to-day operasional perusahaan, bahkan bisa dibilang masih terlalu one-man-show. "Mungkin masih sedikit trauma, jadi maunya hands-on terus", katanya. Tapi ia menyadari bahwa ini adalah tantangan untuk dia harus segera shifting menjadikan PT MKI sebuah perusahaan yang mandiri dan sistematis. Sistem kepemimpinan coaching harus lebih ia tekankan daripada mengambil alih semua mayoritas pekerjaan.
Satu yang pasti, ia akan terus menjalankan bisnis marketing communication ini karena jumlah populasi masyarakat Indonesia yang makin bertambah, ekonomi tumbuh dan berarti akan terus bermunculan berbagai produk yang berlomba merebut pasar. Marketing communication akan berperan penting dalam membantu para klien pemilik produk tersebut untuk mengkomunikasikan produknya secara efektif kepada masyarakat.
Selain itu, franchise restoran yang ia jalani pun sudah ada tiga (3) cabang dan berencana ingin terus ekspansi. Ia mengaku tak tertarik untuk kembali bekerja menjadi karyawan, bahkan ketika ia mengalami kejatuhan dalam bisnisnya. "Mungkin yang menarik menjadi pengusaha adalah saya bebas berinisiatif, mengeluarkan ide apa saja dalam keseharian kita. Dan saya merasa memiliki kekuatan dalam hal itu. Yang pasti, saya harus pintar-pintar mengelola waktu dan bekerja keras", ungkapnya.
(Esquire Magazine, July 2012, page 72-73)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar