Senin, 28 Januari 2019

Eka Tjipta dimata Dahlan Iskan

Eka Tjipta

Oleh Dahlan Iskan

Janganlah melihat orang hanya saat suksesnya. Lihat juga perjuangan menuju sukses itu.
Hanya itu yang bisa saya simpulkan. Saat menulis naskah ini. Untuk menandai meninggalnya konglomerat Eka Tjipta Widjaja. Pada usianya yang 98 tahun.
Pukul 17:00. Sabtu lalu.

Saya sudah sangat lama tidak bertemu beliau. Beliau memang sudah sangat lama tidak aktif.
Semua bisnis sudah diserahkan kepada anak-anaknya. Yang ternyata sangat mampu. Menjadikan grup Sinar Mas tetap yang terkaya di Indonesia.

Dari anaknyalah saya sesekali mendengar kabar tentang beliau. Misalnya saat beliau sakit. Atau saat baru sembuh. Setelah ganti seluruh tulang pinggulnya.
Pada usia 98 tahun baru meninggal. Betapa panjang usianya. Betapa jarang laki-laki yang bisa mencapai usia itu.

Saya masih bisa bertemu anaknya: Franky Wijaya. Yang menjadi pengendali grup usahanya. Atau Teguh Ganda Wijaya. Bos besar usaha bidang kertasnya. Yang menguasai dunia. Sering juga bertemu anaknya yang lain. Dari istri yang lain. Chandra, pemilik real estate besar di Surabaya: Pondok Chandra Indah.

Dengan Franky saya sesekali bertemu. Dalam bakti sosial Budha Tzu Chi. Sebuah agama yang melarang umatnya membangun rumah ibadah. Juga melarang umatnya sembahyang. Sembahyangnya adalah berbuat baik. Pada orang lain. Terutama pada orang yang lagi susah. Tempat ibadahnya adalah daerah-daerah miskin.

Agama itu berpusat di Hualian, pantai timur Taiwan. Saya sudah pula ke sana. Bersama Franky.
Franky sudah jadi konglomerat. Tapi tetap angkat-angkat karung saat bakti sosial.
Agama ini juga punya jaringan stasiun TV DAAI (baca: Ta Ai). Yang hanya menyiarkan kebaikan.
Saya beberapa kali bertemu Pak Eka Tjipta Widjaja. Di Jakarta atau di Surabaya. Pernah juga menjadi moderatornya. Saat beliau didaulat menjadi pembicara. Dalam sebuah seminar enterpreneur.

Saya juga pernah menulis satu buku kecil tentang Pak Eka. Yang terbit 30 tahun lalu. Saat umur saya masih 40 tahun. Dan usia Pak Eka masih 70 tahun.
Saya tidak pernah lupa cerita beliau. Tentang awal-awal memulai jadi pengusaha. Bahkan awal kehidupannya di Makassar. Saat umurnya baru 9 tahun.

Pada umur sekecil itu Eka ikut kapal. Dari daerah Hokkian. Mengarungi lautan bebas. Menyusul ayahnya. Yang sudah lebih dulu ke Makassar.
Sang ayah waktu itu sudah punya rumah. Meski dindingnya terbuat dari bambu (gedhek). Dan atapnya dari rumput. Mungkin maksudnya: daun rumbia.

Sang ayah sudah punya usaha kecil-kecilan. Toko sederhana. Eka tidak ingin sekolah dulu. Ingin membantu ayahnya.
Yang ia pilih adalah: menjajakan barang mirip yang ada di toko ayahnya. Ke kampung-kampung. Ia tidak mau hanya ikut menjaga toko. Tapi memilih ‘jemput bola’ ke rumah konsumen.

Masih kecil. Hanya bisa bicara Hokkian. Tapi sudah punya cara dagang yang berbeda.
Ketika umurnya 12 tahun ayahnya minta Eka sekolah. Di sekolah Tionghoa Makassar. Ketika ditest kemampuannya masih terbatas. Tertinggal dari umurnya. Eka harus memulai dari kelas satu.
Eka tidak mau. Ia ingin langsung kelas tiga. Ia sangat malu. Kalau harus satu kelas dengan anak umur 7 tahun. “Saya terus pegangi kaki kepala sekolah. Saya sembah. Saya ciumi kaki itu,” ujar Eka.

Kepala sekolah iba. Eka dimasukkan kelas tiga. Tapi bahasa Mandarin pun belum bisa. Semua pesimis Eka akan bisa naik kelas.
Yang bikin guru jengkel adalah pemberontakannya. Terutama guru berhitung. Eka tidak mau ikut urutan pelajaran hitung: tambah-kurang-bagi-kali.
Eka selalu memulai dari kali-tambah-kurang-bagi. “Kalau belum-belum sudah dikurangi dan dibagi mana cukup,” katanya mengenang.
Sampai-sampai guru menjintingnya. Memegang dua kakinya. Dijantur. Kaki di atas. Kepala di bawah. “Hayo, sekarang berjalanlah. Bisa nggak,” bentak sang guru. Sambil terus memegang dua kaki Eka di atas.
“Tidak bisa. Ampun,” teriak Eka.
“Nah begitu juga berhitung. Tidak bisa dibalik-balik,” ujar sang guru. Seperti yang diceritakan Eka.
Tamat SD Eka tidak mau sekolah lagi. Logikanya: sekolah agar bisa bekerja. Saya harus bisa bekerja tanpa sekolah. Kalau siang untuk sekolah tidak bisa bekerja. Kalau siang untuk bekerja bisa sekolah malam.
Siang hari Eka bekerja. Hasil kerjanya untuk memanggil guru. Malam hari. Belajar di rumahnya. Ijazahnya memang hanya SD tapi pengetahuannya tidak kalah dengan tamatan SMA. Plus pengalaman kerja.

Setamat SD Eka mendatangi grosir. Ingin dipinjami biskuit 4 kaleng. Untuk dijual. Bayar setelah biskuitnya laku.
Tidak ada yang mau memberinya biskuit. Dianggap masih anak-anak.
Eka lantas menyerahkan ijazah SD-nya. Sebagai jaminan. Dapatlah ia 4 kaleng biskuit.
Dari toko yang ia ingat betul namanya: Ming Heng. Habis dalam dua hari. Uang pun disetor. Untuk ambil yang baru. Lama-lama ambil enam kaleng. Ijazah dikembalikan. Eka sudah mendapat kepercayaan penuh.

Eka lantas bisa membeli sepeda. Cukup untuk mengangkut enam kaleng biskuit. Omsetnya tidak pernah lagi naik. Kapasitas sepedanya terbatas 6 kaleng.
Omsetnya baru naik ketika Eka bisa membeli becak bekas. Yang tidak ada joknya. Khusus untuk angkut biskuit. Bisa 18 kaleng.
Eka membayar tukang becak. Lima gulden sebulan.
Dalam empat tahun ia bisa mengumpulkan tabungan 2.500 Gulden.
Ia minta ijin ayahnya. Memperbaiki rumah. Habis 1.000 Gulden.
Dinding bambu diganti dengan kayu. Atap daun diganti seng.
Sisanya ditabung. Ingin sekolah ke Tiongkok. Atau ke Hongkong.

Sambil mencari tambahan tabungan itu ia ikutkan arisan tender. Caranya: siapa yang mau memberi bunga tertinggi yang menang. Belum ada deposito waktu itu. Orang seperti Eka tidak akan bisa diterima bank.

Tahun 1941 Jepang masuk Makassar. Keadaan kacau. Ekonomi hancur. Tabungan itu hilang bersama yang menang tender.

Itulah kejatuhan pertama Eka. Masih remaja sudah merasakan ludes. Ia pun tidak tahu apa yang bisa dikerjakan. Di zaman perang seperti itu. Ia lebih banyak bermain di pantai Losari.
Saat duduk-duduk di bebatuan itulah ia kaget. Ada truk tentara yang membuang sampah. Di tanah tidak jauh dari pantai. Sampah itu bukan sembarang sampah. Tapi reruntuhan bekas perang. Barang-barang dari gudang yang terbakar: besi, kayu, karung-karung terigu, karung semen, seng dan sebagainya.
Tiap hari truk itu membuang rongsokan ke situ. Eka berpikir semua rongsokan itu bisa jadi uang. Tapi bagaimana mengangkutnya. Uangnya habis. Tabungannya ludes.
Tapi orang yang membuang rongsokan itu pasti perlu minum. Maka Eka mendirikan warung di dekatnya. Memasak kopi. Menyediakan meja kursi. Yang dibawa dari rumahnya.
Ternyata laku. Kopinya selalu habis. Lalu ibunya ia minta bikin ayam rebus. Ayam putih. Disajikan bersama kopi.
Ayam putihnya itu tidak laku. Ia panik. Modal beli ayam itu yang terbesar. Bukan kopi. Justru tidak laku.
Ia kepepet. Nekat. Ia datangi komandan Jepang. Ia minta mencicipinya secara gratis. “Saya beri sepotong saja. Tidak berani memberi banyak. Takut ayamnya habis tanpa mendapat uang,” guraunya.
Harapannya terkabul. Sang komandan menyukainya. Anak buahnya membeli. Tiap hari ayam putihnya habis.
Tapi tujuannya bukan jualan ayam. Yang utama cari modal. Untuk bisa mengangkut rongsokan-rongsokan yang menggunung itu.
Halaman rumahnya pun penuh rongsokan. Juga tanah kosong di sebelah rumahnya. Besi-besi diluruskan. Seng-seng diratakan. Terigu yang kelihatan terbakar dibuka. Bagian luarnya dibuang. Terigu yang masih baik dikumpulkan. Karung dicuci. Dikeringkan. Untuk mewadahi terigu yang masih baik.

Semen-semen yang sudah membatu ditumbuk. Yang masih baik dikumpulkan. Dikarungi lagi.

Persoalannya: terigu bekas harganya murah.
Maka Eka mempelajari cara menjahit karung. Yang bisa sesempurna jahitan pabrik. Agar dikira semuanya masih baru.
Ia beli jarum di toko. Ia praktekkan cara menjahit karung yang baik. Berhasil.
Terigu ia jual. Setiap hari. Semen tidak ia jual. Tunggu momentum. Toh dari jualan terigu sudah cukup untuk bisa hidup.
Lalu ia pelajari: untuk apa orang beli semen. Ternyata banyak yang dipakai untuk membangun kuburan. Kuburan Tionghoa.
Eka pun mencari siapa tukang makam terbaik. Ia ajak joint. Ia beri ‘saham’ 20 persen. Hasilnya menggembirakan. Dalam setahun bisa membangun 8 makam. “Bagian depan makam dekat bandara Makassar itu saya semua yang bangun,” katanya.
Nilai semennya lebih tinggi daripada dijual dalam bentuk semen.
Dari bisnis barang rongsokan itu Eka bisa menabung Rp 20.000. Waktu itu harga sebuah rumah tembok Rp 1.000. Stock rongsokannya pun habis.
Eka lantas ingin bisnis minyak goreng. Ia sudah tahu di mana pusat penghasil minyak goreng: Selayar. Sebuah pulau di Selatan Sulawesi. Perlu naik kapal satu malam penuh untuk ke sana.
Ia pun berangkat. Semua tabungan dibawa. Diikatkan di pinggang secara merata. Ia tahu tidak bisa beli secara utang. Harus kontan.
Di Selayar ia bisa kulakan 4.000 kaleng minyak goreng. @18 liter. Ia mendapat diskon 20 persen. Karena membayar kontan.
Ia mabuk. Tidak mampu berdiri.
Pun waktu kapal sudah tiba kembali di pelabuhan Makassar. Ia harus pegangan tiang listrik dulu. Lama. Sebelum bisa berjalan tegak. “Mabuk tapi hati sangat gembira. Semangat sekali,” katanya.
Baru beberapa hari di Makassar keluarlah peraturan pemerintah Jepang. Penjualan minyak goreng hanya boleh dilakukan pihak Jepang. Milik swasta harus diserahkan. Dengan harga dipatok. Rp 1,5/liter.
Eka Tjipta, yang waktu itu namanya masih Ek Tjhong, bangkrut untuk kedua kalinya.
Masih muda sudah merasakan ‘jatuh’ dua kali.
Hidup pun susah. Untuk semua orang. Berbulan-bulan tidak makan roti. Bukan tidak punya uang tapi sulit mendapatkan roti. Beli roti harus antre. Satu orang dibatasi maksimal dua roti.
Hari itu ia sangat ingin beli roti. Ia antre. Beli dua. Tapi hanya diberi satu. Ia marah.
Tetap tidak diberi. Ia lemparkan roti yang di tangannya ke muka penjualnya.
Ia ngeloyor pulang. Hatinya mendidih. Dendam. Tekadnya bulat: ingin bikin pabrik roti.
Berhari-hari ia cari tahu: siapa juru masak pabrik roti itu. Ia datangi rumahnya. Ia bawakan oleh-oleh untuk istrinya. “Kalau saya tidak bawakan oleh-oleh bisa-bisa tidak boleh masuk rumahnya,” katanya bergurau.
Langsung ia tawarkan gaji dua kali lipat. Dari Rp 15 ribu sebulan ke 30 ribu. Tawaran diterima dengan senang. Tapi baru bisa bulan berikutnya. Ia tidak mau kehilangan gaji sebulan itu.
Eka tidak sabar. Dendamnya masih membara. Langsung saja dikeluarkan jurus pamungkasnya: ia bayar gaji yang sebulan itu.
Pabrik rotinya maju.
Tapi sulit mendapatkan gula.
Beli gula harus antre. Satu orang hanya boleh antre untuk 1 kg.
Eka mencari pengantre bayaran. Tujuh orang. Satu bulan bisa mendapat 10 ton. Eka pun merinci. Berarti satu orang antre di 40 tempat sehari.
Eka menjadi kaya kembali. Ia berani membeli mobil. Rp 70 ribu harganya. Tapi harus inden. Mobilnya baru tiba enam bulan kemudian.
Saat itulah temannya kesusahan. Perlu uang. Menyerahkan mobilnya. Hanya dengan harga Rp 30 ribu. Jadilah Eka punya dua mobil. Menjadi orang yang sangat terpandang.
Waktu meninjau bekas sekolahnya dulu sang kepala sekolah sendiri yang membukakan pintu mobilnya. Eka banyak menyumbang ke sekolah itu.
Lalu terjadilah perang kemerdekaan. Keadaan kacau. Jalur logistik putus. Pasukan bahan baku macet. Eka bangkrut lagi. Untuk ketiga kalinya.
Sekali lagi Eka tidak mau meninggalkan utang. Ia sangat yakin kepercayaan adalah modal terpenting. Dengan kepercayaan ia yakin pasti bisa bangkit lagi. Kelak.
Ia jual yang bisa dijual cepat. Termasuk dua mobil kebanggaannya. Ia kembali naik sepeda.
Saat bangkrut yang ketiga itulah Eka merasa sangat sakit. Bukan soal hidup susah lagi. Tapi soal harga diri. Orang yang dulu membukakan pintu mobilnya pun tidak mau menyapanya lagi. Bahkan melengos saat disapa. Ia sampai malu keliling Makassar dengan sepedanya. Ia merasa semua jari menuding ke mukanya.
Eka tidak tahan lagi. Dirinya merasa terhina. Ia pun minggat dari Makassar. Menuju Malino. Daerah pegunungan sekitar 60 km dari Makassar. Ia menghabiskan waktu di situ. Dengan membaca. Ia memang gemar membaca.
Enam bulan Eka retreat di Malino. Barulah hatinya dingin. Ia kembali ke Makassar. Ingin mengerjakan apa yang bisa dikerjakan.
Waktu itu, awal 1950, TNI mengerahkan banyak pasukan ke Makassar. Untuk menumpas pemberontakan Andi Aziz. Dan Kahar Muzakar. Tentara kekurangan logistik. Para pedagang tidak mau menjadi pemasok. Khawatir pembayarannya macet.
Eka mendengar itu. Mau. Satu-satunya yang mau jadi pemasok. Ia punya logika sendiri. “Ini kan tentaranya pemerintah. Pemerintah sendiri. Sudah merdeka. Pasti punya uang. Kalau pun tidak kan bisa cetak uang. Kan negaranya sendiri,” pikirnya.

Eka kembali akan mengandalkan kepercayaan. Sebagai modal utamanya. Ia datangi perusahaan dagang negara. Peninggalan Belanda. Seperti Geowehry. Ia minta barang. Bayar belakangan. Minta waktu dua minggu. Seperti pembayaran yang dijanjikan tentara.
Ternyata dua minggu tidak ada pembayaran. Satu bulan tidak ada. Satu bulan setengah juga tidak. Eka datang ke Geowehry. Minta maaf. Menceritakan apa adanya. Membawa semua berkas dan tagihan. Ia ceritakan apa adanya. Tidak ada yang disembunyikan.
Setelah lewat dua bulan pembayaran cair. Sekaligus. Banyak sekali. Eka menjadi banyak uang lagi. Utangnya pun lunas.
Eka menjadi akrab dengan tentara. Tentara juga begitu. Merasa Eka orang yang berjasa. Kesempatan pun terbuka. Eka boleh memanfaatkan kapal tentara. Yang pulang ke Makassar dalam keadaan kosong. Setelah mengirim tentara ke Manado.
Eka pun memuatinya dengan kopra. Yang melimpah di Manado. Dengan harga murah. Ia jual di Makassar. Dengan harga tinggi.
Jadilah Eka pedagang kopra. Ia sering pergi ke Manado, Palu, Toli-toli, Maluku. Pusat-pusat kopra ia kuasai.
Ia pun sudah berani carter kapal. Untuk kirim kopra dari Manado ke Surabaya dan Jakarta. Jaringan dagangnya kian luas.
Suatu saat ia sudah mengumpulkan 3 ribu ton kopra di Manado. Ia carter kapal besar dari Jakarta. Untuk ukuran saat itu.
Ketika kapal tiba pecahlah pemberontakan Permesta. Terjadi perang. Eka menyelamatkan diri. Kopra 3 ribu ton ia tinggal. Kapal carterannya kembali ke Surabaya hanya membawa dirinya.
Eka bangkrut untuk keempat kalinya.

Ia tidak mau lagi tinggal di Makassar. Ia ingin pindah Surabaya. Di daerah yang lebih aman. Yang memungkinkan bisnis berkembang.
Di Surabaya Eka ditampung di kamar temannya. Ukuran 2 x 3 meter. Ia hanya membawa modal kepercayaan. Dan nama baik.
Ia pun menghadap Pangdam Brawijaya, Mayjen Basuki Rahmat.
Diijinkan pula mengisi kapal tentara dengan barang dagangannya. Kapal itu berangkat ke Sulawesi membawa bahan makanan. Balik ke Surabaya kosong. Hasilnya dibagi dua: tentara mendapat 25 persennya.
Di Surabayalah Eka berkembang pesat. Dengan pabrik minyak kelapanya. Dari Surabaya merambah Indonesia. Tidak pernah bangkrut lagi.

Waktu saya berumur 40 tahun saya bertanya pada Pak Eka: Apakah masih membayangkan bahwa suatu saat akan bangkrut lagi. Untuk kelima kalinya.
“Sekarang sudah tidak mungkin lagi bangkrut. Sudah terlalu besar untuk bisa bangkrut,” katanya.
Itu tahun 1992. Diucapkan di Surabaya. Kepada saya.
 
Saat itu Pak Eka sudah menjadi orang terkaya kedua di Indonesia. Setelah Liem Soe Liong. Pabrik minyak gorengnya sudah yang terbesar di Indonesia. Pabrik kertasnya terbesar di Asia. Bisnis Grup Sinar Mas sudah merambah ke segala arah.

Saya pernah ke Ningbo. Sudah ada Bank International Ningbo. Miliknya. Saya ke Suzhou. Sudah ada pabrik kertas sangat besar di sana. Saya ke Shanghai. Gedung pencakar langitnya sangat menonjol di pusat kota Shanghai.
Waktu mengucapkan ‘tidak mungkin lagi bangkrut’ kelihatannya Pak Eka tidak membayangkan: bakal terjadi krisis moneter delapan tahun kemudian. Saat itu utang Sinar Mas mencapai sekitar Rp 110 triliun. Kepada lebih 60 bank. Di lebih 40 negara.
Yang menagih pun sampai kesulitan. Untuk berunding pun sulit. 60 bank dan 40 negara harus setuju. Caranya maupun pembagian hasil penagihannya.

Sampai-sampai utang itu distensil. Dibekukan. Ini membuat Sinar Mas kembali jaya. Semua hasil penjualannya bisa untuk menggerakkan operasionalnya. Tanpa mikir nyicil utang.
Memang Sinar Mas sempat kehilangan Bank International Indonesia. Tapi Pak Eka benar: sudah terlalu besar untuk bisa bangkrut.
Sabtu lalu Pak Eka meninggal dunia. Meninggalkan semua itu. Tapi juga meninggalkan pelajaran bisnis yang luar biasa berharga.

(dahlan iskan)

Copyright © 2017 DI'S WAY. All rights reserved.

Senin, 21 Januari 2019

BUSY VS PRODUCTIVE PEOPLE



The Differences Between Busy and Productive People


Are you a busy donkey or a productive unicorn?


By Larry Kim
CEO of MobileMonkey
@larrykim


The quest to be more effective at work has hatched misconceptions about what having a productive workday really means. It has also led most people into thinking that being busy is tantamount to being productive.

Here are some valuable insights into what productive unicorns do during their work week, and how they are way different from busy donkeys, inspired by Conor Neill.

Busy people are hell-bent on fitting in more things into their day. Productive people cut their to-do list thoughtfully by 50 percent.

Busy people think that getting more things done in the sanctioned eight or nine hours at work is the way to go. They fit in too many tasks in their to-do list only to end up moving most of their tasks the next day. Productive people know too well that they do not need 40 tasks in their to-do list. They take a less-is-more approach when it comes to planning their work day by only accomplishing those that are important.

Busy people jump at every assignment. Productive people know the difference between "urgent" and "important."

Busy people spend most of their time at work fighting needless fires because they get blindsided by urgent concerns at work that are in essence not that important. In every company, many things can be tagged as urgent, but these are usually established by your colleague or your boss who expects an answer ASAP. Extremely productive unicorns know how to differentiate urgent tasks and important tasks. They focus on getting what matters done instead of dividing their hours into trying to finish different urgent tasks.

Busy people are always distracted. Productive people create a system.

Busy people have developed productivity-busting habits over the years. They check their emails compulsively throughout the day and get interrupted whenever their phone buzzes. And this can actually make one's brain slower.

In a recent study at King's College London University, they found that compulsively fussing with your inbox can lead to a drop of 10 IQ points. Constantly switching between working on your actual task and replying to your emails also alters your brain structure leading to a lesser ability to focus.

Meanwhile, productive people create a system for even the most mundane of tasks, such as checking their emails. They reserve a short and specific time slot for managing their inbox, so they can concentrate more on what is necessary to fulfill their goals for the day.

Busy people multitask. Productive people focus.

Busy people try their best to do 15 things at once. They have several tabs and documents fired up on their computer while constantly checking on their calendar.

Productive unicorns place their focus on doing tasks that matter most as efficiently as possible. They multitask effectively by choosing to pair less important task with a complementary important task. For instance, a highly productive person writes notes about ideas on a potential project while waiting for a board meeting to start. Productive unicorns are also aware that they should only multitask if the other less important thing can be accomplished using a very small amount of diversion and energy.

If you are one of them busy donkeys who would love to morphed into a productive unicorn, follow the 80/20 rules when it comes to your tasks. Remove the things that are not necessary during your workday provided that they have minimal impact on your productivity.

Busy people are the human equivalent of a 7-Eleven. Productive people know when to shut the door.

If you are OK about giving your energy and time to different options when you were younger, you might want to think twice now if you want to accomplish any of your goals. For younger people, it is OK to dabble into different things like learning how to code, setting up your own website, living in another country across the globe, and hiking the Appalachian Trail.

However, there comes a point in your career and life when you have to be thoughtful about what things to focus on. If you're currently juggling your schedule, time, and money between learning how to code, setting up your website, preparing to live in another country, and planning to hike the Appalachian Trail, be a productive unicorn by ditching the goals that do not matter to you anymore. It is OK to quit strategically and give up on plans that are not exactly feasible and practical at the moment. Instead, focus your energy and resources solely on that one thing that resonates to your core.

Busy people are glued into their desks. Productive people know when to take a break.

Busy people rarely take breaks; they in fact, hate breaks thinking that breaks are for procrastinators. They are also frustrated when they see productive unicorns who look like they have all the time in the world and who are actually enjoying their work. Productive unicorns know when to give themselves a moment to refresh. They take breaks by going for a walk as they listen to their favorite jam, watching a short comedy sketch, meditating, or getting a snack. They know that they can achieve greater efficiency when they let their brains rest from several long hours of work.

Choose to reach peak productivity levels on any given work day by forgetting about looking and feeling like a busy donkey and transform yourself into a productive unicorn today.

 

Selasa, 08 Januari 2019

Chairul Tanjung soal Share Start Up

*"PERUSAHAAN START UP ANAK BANGSA YANG MALAH START DOWN "*

Mantan Menko Bidang Perekonomian Chairul Tanjung (CT) mengingatkan bahwa perusahaan-perusahaan startup yang saat ini berkembang didominasi kepemilikannya oleh pihak asing." Jangan berpikir Gojek itu milik anak bangsa, jangan berpikir Tokopedia itu milik anak bangsa, jangan berpikir semua yang ada saat ini milik anak bangsa.
It's a real Bulshit...!!," kata CT dalam Seminar Nasional dan Kongres ISEI XX 2018 di Bandung, Jumat (10/8/2018).

Dia berargumen, " anak bangsa yang memiliki berbagai perusahaan startup tersebut hanya memiliki saham yang kecil. Sebaliknya, kepemilikan saham terbesarnya adalah pihak asing,
milik anak bangsanya itu sudah tinggal mungkin ada yang 1%, ada yang 2%," ucapnya."

*Kenapa? Karena model bisnisnya membuat hal seperti itu. dulu kan diawal2 pemerintahnya berjanji akan mempersulit investasi asing, tapi faktanya justru saat ini malah buka pintu lebar lebar untuk asing. Sementara pemerintah menganak tirikan pengusaha dari negri sendiri.* "Perusahaan seperti GOJEK itu kan harusnya bisa di bantu pemerintah, sehingga tak perlu lepas 97% sahamnya ke china, ini soal komitmen".

Investor masuk dengan dana USD1 billion, mengambil alih langsung 97%, yang founder disisain 3%. Besok mereka masuk lagi (membeli saham), turun lagi (kepemilikan founder), lama-lama selesai," jelas CT.

*CT mengingatkan agar warga jangan berpikir senang ketika ada investor asing yang masuk ke Indonesia. Sebab, ada dampak jangka panjang yang akan terjadi."Ini masalah kita semua.*

Kita tidak pernah berpikir secara holistik. Kita berpikir senang kalau ada investor asing. Tapi jangan lupa, begitu mereka kuasai, 5-10 tahun lagi perusahaan ini akan membesar, menghasilkan deviden," ungkapnya.
CT mencontohkan dividen saat ini mencapai Miliaran dollar yang dibayarkan Indonesia ke luar negeri. Apalagi dalam kondisi nilai rupiah yang hampir tidak ada harganya itu karena banyak perusahaan yang pindah kepemilikan ke investor asing di Indonesia.

"Itu juga yang membuat kita defisit. Karena tidak melihat secara holistik dan ada jangka pendeknya, menengah, panjang. Ini menjadi isu yang sangat signifikan. Sudah (kepemilikan saham orang Indonesia) tambah kecil, tambah kecil, dan akhirnya akan hilang," tuturnya.
CT mengatakan, saat ini, para investor juga mau 'membakar uangnya' untuk mendapatkan database sebagai investasi jangka panjang. Dia mencontohkan investor Gojek yang rela mengucurkan dana banyak setiap bulan untuk menghidupkan Gojek."Tidak kurang tiap bulan Gojek membakar uang lebih dari USD30 juta, hampir Rp400 miliar,"ujarnya." Untuk apa (investor menggelontorkan dana sebanyak itu)? Untuk dapetin yang namanya database.
Dari database itu mereka nanti (investor) mencoba meng-create yang namanya ekosistem. Dari situ mereka mau menguasai ekonomi kita, kalau ini berhasil, tamat-lah kita" tandas CT ***

https://m.goriau.com/berita/baca/chairul-tanjung-masyarakat-jangan-senang-dulu-diamdiam-tokopedia-gojek-cs-dikuasai-asing.html
#

Sabtu, 05 Januari 2019

MASA DEPAN INDUSTRI 4.0 SUDAH DATANG

*MASA DEPAN YANG SUDAH DATANG*

*INDUSTRI 4.0*

Beberapa prediksi menarik :

1. Bengkel perbaikan kendaraan akan hilang.

2. Mesin yang menggunakan bensin memiliki 20.000 bagian. Motor yang menggunakan listrik hanya memiliki 20 bagian.
Mobil listrik dijual dengan garansi seumur hidup dan hanya diperbaiki oleh dealer.
Hanya perlu waktu 10 menit untuk mencopot dan mengganti motor yang menggunakan listrik.

3. Motor listrik tidak diperbaiki di dealer tetapi akan dikirim ke bengkel perbaikan regional yang akan memperbaikinya menggunakan robot.

4. Motor listrik anda yang gagal fungsi akan ditunjukkan oleh lampu yang menyala, lalu anda akan pergi ke tempat yang menyerupai mesin cuci mobil, dan mobil anda akan ditarik sementara anda ngopi dan motor mobil anda akan diganti dengan yang baru.

5. SPBU atau pomp bensin akan hilang.

6. Meter parkir akan digantikan oleh meter dispenser listrik.
Banyak perusahaan akan memasang stasiun isi ulang listrik; sebenarnya hal itu sudah dimulai.

7. Kebanyakan pabrik kendaraan (yang cerdas) telah mengalokasikan uangnya untuk mulai membangun pabrik yang hanya membuat mobil listrik.

8. Industri batu bara akan hilang. Perusahaan minyak dan gas akan hilang. Pengeboran minyak akan hilang. Ucapkan selamat tinggal kepada OPEC.

9. Rumah2 akan menghasilkan dan menyimpan energi listrik pada siang hari dan akan menggunakan serta menjualnya listriknya ke grid. Grid akan menyimpan dan menyalurkannya ke industri yang banyak menggunakan listrik. Apakah anda sudah melihat atap Tesla?

10. Bayi sekarang hanya akan melihat mobil pribadi di musium.
Masa depan mendekati kita lebih cepat daripada yang bisa kita tangani.

11. Pada tahun 1998 Kodak memiliki 170.000 pegawai dan menjual 85% foto kertas di seluruh dunia.
Hanya dalam beberapa tahun model bisnis mereka hilang dan mereka bangkrut.
Siapa yang mengira itu akan terjadi?

12. Apa yang terjadi pada Kodak dan Polaroid akan terjadi di kebanyakan industri dalam 5-10 tahun yang akan datang... dan kebanyakan orang tidak melihat itu akan terjadi.

13. Apakah pada tahun 1998 anda mengira bahwa 3 tahun setelahnya anda tidak akan pernah lagi mem-foto menggunakan film?. Dengan telepon cerdas sekarang, siapa yang masih memiliki kamera dengan film?.

14. Kamera digital ditemukan tahun 1975.
Barang pertama hanya memiliki 10.000 piksel, tetapi mengikuti hukum Moore.
Dengan perkembangan teknologi yang eksponensial, barang yang semula mengecewakan menjadi super dan menjadi mainstream hanya dalam waktu yang singkat.

15. Hal itu terjadi lagi (tapi jauh lebih cepat) dengan kecerdasan buatan (artificial intelligence), kesehatan, kendaraan listrik, pendidikan, pencetakan 3D, agrikultur dan lapangan pekerjaan.

16. Lupakan buku 'Kejutan Masa Depan', ucapkan selamat datang kepada Revolusi Industri keempat.

17. Software telah dan akan terus mengacaukan banyak industri tradisional dalam 5-10 tahun mendatang.

18. Uber (seperti halnya Gojek di Indonesia) hanya piranti software, mereka tidak memiliki mobil, tapi sekarang mereka adalah perusahaan taksi terbesar di dunia!
Tanyakan pada supir taksi apakah dulu mengira hal itu akan terjadi.

19. Airbnb sekarang adalah perusahaan hotel terbesar di dunia, walaupun mereka tidak memiliki properti apapun.
Tanyakan pada hotel Hilton apakah dulu mereka mengira hal itu akan terjadi.

20. Artificial Intelligence: komputer akan menjadi lebih baik secara eksponensial dalam hal memahami dunia. Tahun ini, komputer mengalahkan pemain game terbaik kdi dunia, 10 tahun lebih cepat daripada yang diharapkan.

21. Di USA, pengacara muda sudah tidak memiliki pekerjaan.
Berkat Watson IBM, anda bisa memperoleh nasehat hukum dalam hitungan detik (saat ini untuk hal-hal dasar), dengan akurasi 90% dibandingkan 70% akurasi yang dilakukan manusia. Jadi jika anda belajar hukum, berhentilah segera. Kebutuhan pengacara akan berkurang 90%, hanya spesialis serba tahu yang masih akan tetap bertahan.

22. Watson telah membantu perawat dalam mendiagnosa kanker, 4 kali lebih akurat dibandingkan perawat manusia.

23. Facebook sekarang memiliki software pengenal pola yang dapat mengenali wajah jauh lebih baik daripada manusia. Pada tahun 2030 komputer akan lebih cerdas daripada manusia.

24. Kendaraan otomotif: Pada tahun 2018 mobil tanpa supir pertama sudah muncul. Dalam waktu 2 tahun ke depan seluruh industri akan dikacaukan.
Anda tidak akan ingin memiliki mobil lagi karena anda akan memanggil mobil dengan telepon anda, mobil itu akan muncul di lokasi anda, dan mengantarkan anda ke tempat tujuan anda.

25. Anda tidak perlu bingung memarkir mobil itu, anda hanya akan membayar jarak tempuh dan anda dapat tetap produktif selama berkendara. Anak-anak jaman sekarang tak pernah punya sim dan tak pernah memiliki mobil.

26. Hal itu akan mengubah kota-kota kita, karena kita hanya perlu mobil 90-95% lebih sedikit. Kita dapat mengubah lahan2 parkir menjadi taman-taman kota.

27. Sekitar 1,2 juta orang meninggal karena kecelakaan tiap tahun, termasuk yang disebabkan mengendarai sambil mabuk. Sekarang kita memiliki satu kecelakaan tiap 60.000 mil; dengan kendaraan tanpa supir angka itu akan turun menjadi 1 kecelakaan tiap 6 juta mil.
Ini akan menyelamatkan jutaan nyawa tiap tahunnya.

28. Kebanyakan perusahaan mobil tak diragukan lagi akan menjadi bangkrut. Perusahaan mobil tradisional hanya mencoba pendekatan evolusioner dan hanya berusaha membuat mobil yang lebih baik, sementara perusahaan teknologi (Tesla, Apple, Google) melakukan pendekatan revolusioner dan membangun komputer di atas roda.

29. Lihat apa yang dilakukan Volvo sekarang; tidak ada lagi mesin pembakaran internal di kendaraan mereka mulai tahun ini untuk model 2019, semua menggunakan listrik atau hybrid, dengan maksud nantinya akan melenyapkan pula model2 hybrid.

28. Banyak ahli-ahli teknik di Volkswagen dan Audi takut terhadap Tesla, dan memang seharusnya begitu. Lihat semua perusahaan yang menawarkan mobil listrik. Beberapa tahun lalu keberadaan mereka tidak bisa dirasakan.

29. Perusahaan asuransi akan mengalami kesulitan masif; tanpa kecelakaan, biaya akan menjadi lebih murah.
Model bisnis asuransi mobil akan hilang.

30. Real estate akan berubah. Jika orang bisa bekerja pulang-pergi, mereka akan tinggal di tempat yang jauh untuk hidup di lingkungan yang lebih terjangkau dan lebih menyenangkan.

31. Mobil listrik akan menjadi mainstream pada tahun 2030 an. Kota menjadi tidak berisik karena semua mobil baru akan menggunakan listrik.

32. Kota juga akan memiliki udara yang lebih bersih.

33. Listrik akan menjadi sangat murah dan bersih.

34. Produksi listrik tenaga surya telah mengalami kurva pengembangan eksponensial selama 30 tahun, tetapi sekarang anda dapat melihat dampak perkembangan tersebut.
Dan sekarang perkembangan itu sedang dipacu lebih kencang lagi.

35. Perusahaan energi fosil sedang berusaha mati2an membatasi akses ke grid untuk mencegah munculnya pesaing yang muncul dari instalasi listrik tenaga surya di rumah-rumah, tetapi upaya itu tidak akan bisa berlanjut - teknologi tidak akan bisa dibendung.

36. Kesehatan: Harga Tricorder X akan diumumkan tahun ini. Banyak perusahaan akan membuat perangkat medikal (yang disebut 'Tricorder' dalam film Star Trek) yang bekerja dengan telepon anda, yang akan memindai retina anda, sampel darah anda, dan napas anda.
Lalu dia akan menganalisa 54 bio-marker yang akan meng identifikasi hampir semua jenis penyakit.
Saat ini sudah terdapat lusinan aplikasi telepon untuk tujuan kesehatan.

*SELAMAT DATANG MASA DEPAN*