Selasa, 03 Januari 2017

My Uncle Benny Subianto has just Passed Away

Jakarta, 4 Januari 2017

Age 74, my beloved uncle has just passed away in Wednesday, January 4th, 2017 at 7.02 am. Medistra Hospital.

He is my idol.
All my life I just want to be like him.
Now he is gone.

I will miss all the knowledge that he shared .

Lulusan Institut Teknologi Bandung bidang teknik mesin, saat ini menjabat sebagai Komisaris PT Adaro Energy Tbk. (ADRO)

Dalam laman resmi Adaro, disebutkan Benny memulai karir di divisi alat berat PT Astra International Tbk. (ASII) dan berkontribusi terhadap pendirian PT United Tractors Tbk.

Beliau bergabung dengan Adaro sebagai Direktur pada 1972 dan menjadi Presiden Direktur pada tahun 1984. Kemudian ditunjuk komisaris, dan pada akhirnya sebagai Presiden Komisaris periode 1997-1999.

Benny mendirikan PT Persada Capital Investama pada tahun 2003, di mana Benny saat ini menjabat sebagai Presiden Direktur.

Selain itu, saat ini Benny juga menjabat sebagai Komisaris di PT Adaro Strategic Investments, PT Adaro Strategic Lestari, PT Adaro Strategic Capital, PT Viscaya Investments, PT Biscayne Investments, dan PT Dianlia Setyamukti. Beliau juga merupakan Anggota Pembina di Yayasan Adaro Bangun Negeri.

Benny merupakan orang terkaya ke-33 di Indonesia versi Forbes pada 2016 setelah pada 2015 Benny berada diurutan ke-39 orang terkaya di Indonesia. Kekayaan Benny tercatat sebesar US$950 Juta.


Obituari: Bapak Benny Subianto

Pagi ini di group WA Pengurus Yayasan Solidarity Forever ada pesan dari Prof. Hari Muhammad, Dekan Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara ITB, tentang meninggalnya Bapak Benny Subianto, M60, salah satu alumni Mesin yang layak menjadi teladan bagi para yuniornya. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Semoga almarhum husnul khotimah.

Saya tidak mengenal dekat almarhum, tapi pertemuan saya dengan almarhum dalam beberapa kesempatan memberikan kesan yang sangat positif dan mendalam. Dari beberapa kesempatan bertemu beliau baik di acara informal reuni alumni M senior, pertemuan MEC (Mesin Entrepreneur Club), maupun pertemuan-pertemuan Yayasan Solidarity Forever, saya mendapatkan kesan yang sangat mendalam tentang sosok pak Benny Subianto yang sangat rendah hati. Sosok yang tawadu', sosok yang njawani. Sebagai salah satu dari 50 orang terkaya Indonesia, pak Benny begitu rendah hati dan sederhana, tidak saja dalam hal penampilan tetapi juga dalam bersikap dan berpikir.

Pertemuan paling berkesan bagi saya adalah pada suatu malam hanya beberapa jam setelah meninggalnya Prof. Oetarjo Diran, guru besar Teknik Penerbangan ITB, di RS Siloam, Semanggi. Setelah dirawat di rumah sakit lebih dari 1 bulan, hanya beberapa menit menjelang magrib Prof. Diran dipanggil Allah SWT. Dan ketika saya sedang sibuk mengurus administrai kematian, saya ditelpon oleh pak Ariono Suprayogi, M57, dedengkotnya alumni Mesin senior, yang meminta saya untuk menemui pak Benny Subianto. Pak Ariono mengabarkan bahwa pak Benny sedang dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Saya pun menunggu kedatangan beliau sambil terus memutar otak bagaimana menyelesaikan pembayaran biaya rumah sakit pak Diran ini. Biayanya sangat besar untuk ukuran saya. Saat itu saya dan beberapa teman alumni memang berkomitmen untuk tidak merepotkan keluarga pak Diran atas biaya rumah sakit ini. Kami sebagai murid pak Diran akan bergotong royong semampu kami.

Tidak begitu lama menunggu, akhirnya pak Benny Subianto datang. Penampilannya sangat sederhana, mencangklong tas kecil di pundaknya. Jauuuuh sekali dengan kesan sebagai orang yang masuk daftar salah satu orang terkaya di Indonesia. Wajahnya selalu tersenyum. Teduh dan damai.

Tanpa banyak bicara, pak Benny meminta diantar ke kasir rumah sakit. Tanpa menanyakan berapa biaya rumah sakit yang harus dilunasi, beliau dengan entengnya mengatakan bahwa seluruh biaya rumah sakit adalah tanggung jawab beliau. Hah! Saya terkejut setengah mati, tapi juga bersyukur tiada henti. Biaya rumah sakit yang begitu besar bagi ukuran saya dan temen-temen, yang dalam beberapa menit sebelumnya masih sibuk kami diskusikan bagaimana solusinya, ternyata tuntas dalam sekejap setelah pak Benny datang. Duh Gusti, Engkau telah mendatangkan malaikat penolong pada saat yang sangat tepat. Terima kasih ya Allah. Sungguh saya melihat dengan kepala saya sendiri sosok manusia yang begitu baik dalam diri pak Benny Subianto.

Sungguh, pak Benny adalah sosok dewa penolong yang sangat sederhana dan rendah hati. Pada acara tahlilan memperingati 40 hari meninggalnya pak Diran, saya kembali bertemu pak Benny Subianto di rumah pak Diran di Jalan Lautharhary, Jakarta. Dengan penampilan yang sangat sederhana, pak Benny duduk mojok tidak jauh dari tempat saya duduk. Beliau seperti sengaja mojok karena tidak mau jadi pusat perhatian. Duh, pribadi yang sangat njawani...

Dalam kesempatan yang lain, saya dan rombongan dari MEC (Mesin Entrepreneur Club) diterima pak Benny Subianto di kantornya di daerah Kuningan. Satu per satu anggota rombongan yang terdiri dari pengusaha-pengusaha kelas UKM seperti saya diminta menceritakan bisnis kami masing-masing. Untuk ukuran pak Benny, jelas bisnis kami ini sangat kecil dan sangat tidak berarti. Tetapi pak Benny begitu khusuk mendengarkan penjelasan kami. Beliau memperhatikan sungguh-sungguh yang kami ceritakan, dan memberikan apresiasi yang tulus atas apa yang kami lakukan. Sungguh sikap yang layak diteladani, betapa seorang pengusaha kelas kakap bisa mengapresiasi bisnis skala UKM yang kami tekuni. Kami merasa tersanjung.

Hanya beberapa hari yang lalu, sebagai Sekretaris Yayasan Solidarity Forever, saya baru saja menyiapkan surat ucapan terima kasih untuk pak Benny Subianto atas dukungan dan donasi yang tidak pernah putus untuk yayasan yang kami kelola untuk membantu kemajuan almamater tercinta, Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara, ITB. Kami tahu pak Benny memang sedang sakit, jadi surat ucapan terima kasih itu kami sampaikan ke sekretaris beliau. Inilah teladan lain yang ditunjukkan pak Benny Subianto yang selalu ingat dan peduli kepada kampus yang telah mendidiknya. Tidak hanya dukungan dalam bentuk materi, dukungan semangat selalu beliau lakukan. Memang kami tidak bisa sering-sering ketemu beliau, karena kondisi kesehatan beliau belakangan ini menang menurun, dan beliau harus sering ke Jepang untuk berobat. Bukan karena beliau tidak percaya pengobatan dalam negeri, tetapi karena beliau menderita penyakit unik yang mengharuskan beliau berobat ke Jepang.

Sebagai alumni, sungguh saya bersyukur beberapa kali berinteraksi dengan beliau. Pak Benny adalah alumni mesin teladan kami. Sebagai bagian dari trio alumni mesin yang pernah menjadi pimpinan puncak kelompok usaha Astra bersama Pak Teddy P. Rachmat dan pak Palgunadi T. Setiawan, tindakan dan pemikiran pak Benny Subianto sangat kami kagumi. Mereka bertiga adalah contoh konkrit semangat Solidarity Forever yang tidak pernah padam. Walaupun berbeda suku, agama, dan ras, mereka bersahabat sejak dari kampus Ganesha sampai sekarang, ketika usianya menginjak senja. Bahkan sampai akhir hayatnya. Selamat jalan pak Benny Subianto, terima kasih atas teladan yang Bapak tunjukkan selama ini. Selamat jalan pak Benny, insya Allah amal ibadah yang engkau lakukan selama ini dicatat dengan tinta emas oleh malaikat pencatat kebaikan. Innalillahi wa inna ilaihi rojiun, semoga pak Benny husnul khotimah. Amin.

Jakarta, 4 Januari 2017
Hari Tjahjono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar