Ditulis oleh Budiman Hakim
Di Facebook Wallnya
SALAM KREATIF, GENERASI JAMAN NOW.
Di jaman old, kita banyak banget mendengar jingle-jingle iklan yang melegenda. Siapa yang gak kenal lagu Indomie? Lagu itu dibuat oleh team kreatif bersama dengan jingle maker. Jadi mereka menciptakan lagu dan bukan mengambil lagu yang sudah ada. Dan hasilnya? Popularitasnya begitu heboh bahkan menjadi timeless karena kita masih bisa mendengarnya sampe sekarang. Begitu juga dengan jingle Rinso, Indomilk, Ovaltine, susu Cap Nona dan masih banyak lagu-lagu iklan yang menjadi luar biasa terkenal dan dinyanyikan di mana-mana dan oleh siapa aja.
Di jaman old, industri periklanan menciptakan banyak sekali bintang yang selanjutnya menjadi celebrity. Jadi bukan memakai model terkenal tapi menciptakan nobody menjadi public figure. Percaya gak? Iklanlah yang melahirkan Lidya Kandow menjadi tenar dan akhirnya terjun ke perfilman. Iklanlah yang membuat Elma Teana mejadi populer lalu menjadi pemain sinetron papan atas. Dan iklan jugalah yang mendudukkan Feny Rose menjadi terkenal lalu menjadi presenter acara gosip paling heboh. Dan masih banyak bintang-bintang sukses yang dilahirkan dari rahim periklanan.
Di jaman now, kenapa jarang sekali bintang-bintang dan lagu-lagu terlahir dari periklanan?
Pertanyaan ini terus terang cukup mengganggu saya. Ketika sebuah group team kreatif lagi nyari ide buat iklan, saya coba mengikuti brainstormingnya. Usia mereka masih muda dan saya yakin passion mereka sangat luar biasa untuk menciptakan hal-hal baru.
Lagi seru-serunya nyari ide, sekonyong-konyong seseorang berkata, “Gimana kalo kita pake Agnes Monica aja sebagai modelnya?”
“Lah? Idenya belom dapet kok udah ngomongin modelnya?” tanya partnernya.
“Tapi momentumnya pas banget, nih. Agnes Monica lagi Go International. Baru-baru ini dia dapet kontrak di Amerika nyanyi dengan pemain Anu lalu anu dan anu dan semua anu menjadi anu….”
Setelah perdebatan ringan, akhirnya ide itu disetujui. Iklan itu keliatannya gak begitu dipikirin idenya, kehadiran Agnes dalam membangun brand buat mereka sudah lebih dari cukup., mereka udah puas. Lalu apa yang terjadi? Tiba-tiba kita melihat di TV, ternyata Agnes Monica menjadi model untuk banyak brand. Dari motor, kosmetik, minyak angin pokoknya banyak banget.
Ya Allah, apakah hal yang sama terjadi juga di tempat lain? Brand itu kan sebuah personalitas. Kan kesian brandnya ditempatkan sebagai personalitas yang tidak percaya diri. Mau terkenal bukannya usaha sendiri kok malah nebeng kepopuleran orang lain.
Begitu juga dengan jingle. Pernah sekelompok orang sedang brainstorming untuk membuat iklan sebuah brand mobil. Ide storyboardnya aja belom ditemukan tiba-tiba salah seorang kreatif ngomong, “Gue udah dapet jinglenya, nih.”
“Jinglenya pake lagu siapa?” tanya yang lain. Dari pertanyaannya aja kita udah tau bahwa mereka gak berminat sama sekali bikin jingle sendiri.
“Kita pake lagunya Once yang judulnya lagu Anu,” jawabnya.
“Idenya blom ada kok udah ada jinglenya?” tanya yang lain.
“Tapi lagu Anu ini lagi hits banget! Mumpung belom dipake oleh brand Anu, saya kira Anu juga pasti Anu, itupun kalo kita bener-bener Anu.” Begitu argumentasi yang punya ide.
Dan akhirnya jadilah sebuah iklan TV tanpa ide. Isinya cuma mobil merah jalan-jalan, belok kiri, belok kanan,tanjakan, turunan dengan kamera menyorot dari depan, belakang, samping. Udah gitu doang. Sepanjang 30 detik iklan itu diiringi oleh lagu Once yang judulnya Anu seperti yang telah direncanakan.
Saya sering heran sama orang periklanan sekarang. Begitu mudahnya mereka memilih model iklan untuk sebuah brand hanya karena orang tersebut sudah terkenal. Begitu gampangnya mereka memilih lagu untuk dijadikan jingle sebuah TVC hanya karena lagu tersebut sudah terkenal.
Saya bener-bener gak habis pikir, bukannya mencari ide yang hebat supaya iklannya terkenal eh mereka memilih cara agar brand tersebut terkenal dengan menumpang ketenaran model atau lagu yang lagi hits. Seakan-akan ide bukan lagi motor dari sebuah komunikasi. Seakan-akan mereka gak percaya bahwa ide iklan yang keren mampu melahirkan bintang dan lagu yang epik.
Pencarian saya tidak berhenti sampai di situ. Suatu hari, saya lagi moonlighting di sebuah agency multinasional. Boss perusahaan itu meminta saya untuk membimbing Creative Department untuk membuat iklan yang kreatif. Karena udah sohib banget sama Boss ini, akhirnya saya menyanggupi permintaan itu.
Sebelum mulai, saya coba pelajari dulu bagaimana team kreatif agency tersebut mencari ide. Sebelum ngasih solusi, saya harus cari problemnya dulu kan? Lalu tau gak apa yang saya temukan?
Ketika sedang review untuk sebuah iklan rokok, seorang Art Director mempresentasikan iklan TV buatannya dalam bentuk film yang siap tayang.
“Keren banget tuh! Kapan shootingnya, Jek?” tanya saya.
“Ini saya ambil dari film, Om Bud. Saya cuma nempel logonya aja di bagian belakang,” sahut anak itu.
“Oh, maksudnya lo kumpulin dari beberapa film? Lo nyambung-nyambung beberapa footage untuk bikin movie itu, kan?” tanya saya lagi menegaskan.
“Enggak, Om. Ini film utuh dari satu sumber. Saya cuma nempel logo doang.”
“Maksud lo gimana? Lo dapet ide, terus lo cari referensi ? Dan kebetulan dapet film yang cocok sebagai referensi ide lo?”
“Nggak Om. Saya browsing film-film terus cari yang cocok sesuai dengan brief klien.”
“Hah? Emang selama ini kalian selalu begitu kalo nyari ide?” tanya saya kaget bukan main.
“Iya, Om. Emang harusnya gimana?” tanya seseorang tanpa rasa bersalah.
“Kalo gue sih biasanya nyari ide dulu. Kalo udah dapet idenya, baru browsing-browsing nyari referensi yang kira-kira sesuai,” jawab saya.
“Wah, itu mah ribet, Om Bud. Kalo kita punya ide dulu, sampe mati pun kita gak bakalan bisa nemuin referensi yang sesuai dengan ide itu,” sahut yang ditanya.
“Hah? Jadi kalian nyari ide berdasarkan karya orang lain yang udah dieksekusi?”
“Iya, Om. Klien juga seneng kalo kita presentasi berupa film yang udah jadi. Mereka udah males ngeliat storyboard atau stylomatic. Mereka maunya dalam bentuk yang udah jadi film.”
“Kalian gak merasa kalo itu nyontek?” tanya saya lagi.
“Kan kalo udah approved kita lain-lainin, Om. Modelnya beda, lagunya beda, copynya beda, pokoknya begitu udah jadi, orang gak merasa kalo itu kita ngambil dari mana.”
“Oh begitu…” kata saya gak tau harus ngomong apa lagi.
“Iya, Om. Emang Om Bud kalo bikin TVC beda ya caranya?”
“Sebelum jawab pertanyaan itu, gue mau tanya lagi. lo ngambil filmnya dari film beneran, kan? Bukan dari film iklan juga, kan?”
“Kalo yang barusan saya presentasiin sih dari film iklan juga.”
“Hah? Yang boneng lo? Nyontek abis-abisan dong?”
“Ya nggak lah, Om Bud. Pas prepro sama Production House, kita bilang sama directornya bahwa ide ini kita ngambil dari iklan ini. Nah kita tinggal bilang ke sutradara bahwa mereka harus eksekusi supaya jadinya beda.”
OK deh! Kayaknya tugas gue berat banget nih moonlighting di sini hehehehe….
Tidak ada komentar:
Posting Komentar