Sabtu, 25 Oktober 2014

Why Asians Are Less Creative Than Westernes


Why Asians Are Less Creative Than Westerners

Prof. Ng Aik Kwang dari University of Queensland dalam bukunya "Why Asians Are Less Creative Than Westerners "
(2001) yang dianggap kontroversial tapi menjadi BEST SELLER mengemukakan beberapa hal di bawah ini yang telah membuka mata dan pikiran banyak orang Asia:

1. Bagi orang Asia, ukuran sukses dalam hidup adalah banyaknya materi yang dimiliki (rumah, mobil, uang, dan harta lain).  Makanya barang-barang mewah begitu laku keras di Indonesia, China, Malaysia, terlebih di negara2 yang memang masih ada social economic gap.

Passion (Rasa cinta terhadap sesuatu) tidak dihargai. Sebagai akibatnya, bidang kreativitas kalah populer oleh profesi dokter, lawyer, dan sejenisnya yang
dianggap lebih cepat bisa menjadikan seseorang untuk memiliki kekayaan banyak.

2. Menghalalkan segala cara. Bagi orang Asia, banyaknya kekayaan yang dimiliki lebih dihargai daripada cara untuk memperoleh kekayaan tersebut. Tidak heran bila cerita, novel, sinetron atau film yang disukai adalah yang bertema orang miskin menemukan harta karun, atau dijadikan istri oleh pangeran dan sejenis itu. Tidak heran pula bila perilaku koruptif pun ditolerir/diterima sebagai sesuatu
yang wajar.
Tujuannya hanya kekayaan. Bukan berkarya atau berkontribusi.

3. Hanya Fokus pada Hafalan. Bagi orang Asia, pendidikan identik dengan hafalan berbasis "kunci jawaban" bukan pengertian. Ujian Nasional, Tes Masuk Perguruan Tinggi, dll semua berbasis hafalan. Sampai tingkat sarjana, mahasiswa diharuskan hafal rumus-rumus ilmu pasti dan ilmu hitung lainnya
bukan diarahkan untuk memahami kapan dan bagaimana menggunakan rumus-rumus tersebut.

4. karena berbasis hafalan, murid-murid sekolah di Asia dijejali sebanyak mungkin pelajaran.
Mereka dididik menjadi "Jack of All Trades, But Master of None" (Tahu sedikit tentang banyak hal tetapi tidak menguasai apapun).

5. Karena berbasis hafalan, banyak pelajar Asia bisa jadi juara dalam Olimpiade Fisika dan Matematika. Tapi hampir tidak pernah ada orang Asia yang menang Nobel atau Hadiah Internasional lainnya yang berbasis inovasi dan kreativitas.

6. Orang Asia takut salah (kiasi) dan takut kalah (kiasu). Makanya sifat eksploratif untuk memenuhi rasa penasaran dan keberanian untuk mengambil resiko kurang dihargai.

7. Bagi orang Asia, bertanya artinya bodoh. Makanya rasa penasaran tidak mendapat tempat dalam proses pendidikan di sekolah.
Maka dari itu; DO KEEP ASKING! BE CURIOUS.

8. Karena takut salah dan takut dianggap bodoh, di sekolah atau dalam seminar/workshop peserta jarang mau bertanya tetapi setelah sesi berakhir peserta mengerumuni guru/narasumber untuk meminta penjelasan tambahan. 

sumber: www.findtoyou.com/ebook/download-smp-4817449.html

Why do so many modern creative geniuses like Albert Einstein, Pablo Picasso and Charles Darwin hail from the West instead of the East? Why do the Chinese, who were the first people in the world to use paper, printing and gunpowder, lag behind their Western counterparts in modern discoveries and inventions? You can find the answers to these questions and more in this book, which argues that Asians are less creative than their Western counterparts because of their cultural background. Also included are practical pointers on how to be more creative in everyday life.

sumber: http://www.goodreads.com/bookshow/1760689.Why_Asians_are_Less_Creative_than_Westerners 

Dalam bukunya, Prof.Ng Aik Kwang menawarkan beberapa solusi sebagai berikut:

1. Hargai proses. Hargailah orang karena pengabdiannya, bukan karena kekayaannya. Percuma bangga naik haji atau membangun mesjid atau pesantren, tapi duitnya dari hasil korupsi

2. Hentikan pendidikan berbasis kunci jawaban. Biarkan murid memahami bidang yang paling disukainya.

3. Jangan jejali murid dengan banyak hafalan, apalagi matematika. Untuk apa diciptakan kalkulator kalau jawaban untuk X x Y harus dihapalkan? Biarkan murid memilih sedikit mata pelajaran tapi benar-benar dikuasainya.

4. Biarkan anak memilih profesi berdasarkan passion (rasa cinta)-nya pada bidang itu, bukan memaksanya mengambil jurusan atau profesi tertentu yang lebih cepat menghasilkan uang.

5. Dasar kreativitas adalah rasa penasaran berani ambil resiko. Ayo bertanya!

6. Guru adalah fasilitator, bukan dewa yang harus tahu segalanya. Mari akui dengan bangga kalau kita tidak tahu!

7. Passion manusia adalah anugerah Tuhan. Sebagai orang tua, kita bertanggungjawab untuk mengarahkan anak kita untuk menemukan passionnya dan mensupportnya.

Sumber : http://hermawayne.blogspot.com/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar