Rabu, 21 Juni 2017

Pelajaran dari Kisah Kejatuhan 7-Eleven dan Kaskus

http://strategimanajemen.net/2017/06/19/pelajaran-bisnis-dari-kisah-kejatuhan-sevel-dan-kaskus/

June 19, 2017   by Yodhia Antariksa @

Pelajaran Bisnis dari Kisah Kejatuhan Sevel dan Kaskus

Gerai Sevel di bilangan Blok M itu telah tutup. Bekas bangunan tokonya tampak jadi kumuh dan tenggelam dalam kesunyian yang pedih.

Modern Group sebagai induk 7-Eleven Indonesia mengakui kerugian yang signifikan, hingga 400-an milyar.

Gerai Sevel yang dulu marak dimana-mana itu satu demi satu tumbang dalam kebangkrutan dan duka yang teramat masif.

What went wrong?

Saya sendiri dulu termasuk pelanggan Sevel. Jika ada janjian konsultasi dengan klien, saya selalu berangkat dari rumah saya di Bekasi jam 5 pagi (pagi amat yak).

Saya kemudian selalu milih rehat sarapan pagi di Sevel yang lokasinya terdekat dengan kantor klien; dengan menu breakfast yang lumayan premium (mahal maksudnya).

Saya mungkin dulu tipe pelanggan ideal yang diimpikan Sevel. Namun kemungkinan tak banyak pembeli yang seperti saya. Yang lebih banyak adalah anak-anak muda yang beli minuman alakadarnya (murah maksudnya) dan lalu nongkrong berjam-jam di kafe Sevel.

Akibatnya cukup fatal : pemasukan sedikit, sementara investasi tempat dan bahan untuk menyiapkan makanan premium telanjur amat mahal. Cost besar, pemasukan sedikit. Ujungnya kolaps.

Sevel mungkin contoh penerapan strategi produk yang stuck in the middle. Ndak jelas. Mau menghadirkan layanan premium seperti Starbucks, tidak bisa. Mau gunakan prinsip supermarket efisien seperti Indomaret, namun sudah telanjur terkesan premium produknya – karena harus menyewa lahan di lokasi strategis yang amat mahal.

Harap diketahui, menyiapkan menu makanan seperti yang disediakan Sevel (spaghetti, nasi goreng instan, salad) itu mahal ongkosnya. Dan yang pahit : jika tidak laku harus dibuang. Jadi waste-nya amat sangat mahal.

Celakanya, menu varian makanan premium yang bahan bakunya mahal dan harus dibuang jika tidak laku itu; tidak banyak yang beli. Kebanyakan pembeli Sevel ya itu tadi : anak-anak muda yang cuma beli makanan murah lalu nongkrong berjam-jam di lokasinya.

Kisah kejatuhan Sevel memberi pelajaran : inovasi itu penting, namun jika inovasinya salah sasaran, bisa memberikan bumerang yang high-cost.

Pilihan strategi produk yang tidak pas ternyata bisa membuat sebuah bisnis terjungkal dengan penuh luka.

Yang muram : rencana akuisisi Sevel oleh grup Charoen Pokphand juga batal karena ketidaksepakatan bisnis. Kabarnya, pihak pemilik Sevel pusat di luar negeri tidak setuju dengan rencana bisnis yang diajukan Pokphand.

So what’s next?

Solusinya mungkin Sevel harus back to basic (fokus jualan fast moving consumer goods, tanpa harus ribet jualan aneka minuman, kopi dan makanan layaknya kafe). Lalu hanya fokus jualan di lokasi elit dan lingkungan perumahan dan kantor yang premium. Tutup lokasi lainnya yang tidak menghasilkan.

Contoh yang sukses adalah Circle-K di Bali. Anda lihat di Bali, Circle-K sukses karena dia fokus pada jualan consumer goods premium, dan di lokasi yang premium pula (dekat dengan destinasi turis-turis asing).

Jika SEVEL jatuh karena pilihan “product strategy” yang keliru, maka bagaimana dengan kisah menurunnya pamor Kaskus?

Kaskus, kita tahu pernah menjadi salah satu kanal internet paling populer di tanah air. Namun kini, perjalanannya mungkin kian termehek-mehek.
Sejumlah survei menunjukkan, trafik Kaskus makin menurun dan makin ditinggalkan para usernya.

Pada sisi lain, Forum Jual Beli (FJB) yang dulu sebenarnya merupakan salah satu ikon Kaskus kini kian tidak relevan (digilas oleh marketplace seperti OLX, Tokopedia dan Bukalapak).

FJB Kaskus mungkin terlambat melakukan inovasi, dan terkesiap saat melihat Tokopedia dan kawan-kawan melesat cepat.

Sejatinya, Kaskus dulu amat layak diharapkan bertransformasi menjadi Facebook rasa lokal atau WhatsApp rasa lokal. Dengan basis user yang masif, Kaskus dulu punya segalanya untuk menjelma menjadi Raksasa Social Media Indonesia.

Sayang beribu sayang, mereka tidak cukup inovatif, sehingga kian tenggelam dilibas FB, Line, Instagram dan WA (yang semuanya adalah produk asing).

Kaskus mungkin kembali menjadi korban Innovator’s Dilemma : terlalu mencintai produknya sendiri (forum diskusi); dan terlalu asyik dengan produk ini, sehingga jadi kurang sensitif dengan perubahan yang terjadi.

Innovator’s Dilemma acap membuat korbannya jadi rabun : alias buta dengan aneka perubahan di sekelilingnya, dan lambat bergerak saat dinamika eksternal berubah.

Nokia, Yahoo, dan Blackberry adalah deretan korban innovator’s dilemma yang dilibas oleh disruptive change yang terjadi. Kaskus adalah contoh korban terbaru dari fenomena kelam ini.

Tren penurunan trafik Kaskus ini mesti diantisipasi dengan sejumlah langkah terobosan. Sebab jika tidak, lama-lama Kaskus bisa mati seperti Friendster. Atau makin tidak relevan.

Ada dua pelajaran bisnis ringkas yang layak dikenang dari kasus jatuhnya SEVEL dan tren penurunan kinerja Kaskus.

Pelajaran Bisnis # 1 : High Cost Innovation will Kill You
Inovasi adalah KOENTJI. Namun jika proses ini dilakukan dengan memakan biaya yang terlalu tinggi (high cost dan tidak efisien), maka pelan-pelan akan membuat cash perusahaan menjadi berdarah-darah.

Apalagi jika proses inovasi yang mahal itu hanya laku dijual untuk sekelompok kecil pelanggan; dan tidak terjual secara masif ke semua segmen. Alhasil, inovasi yang mahal ini akan berakhir dalam kenestapaan yang sia-sia.

"Cari Inovasi yang laku dijual masif ke semua segment" - learning no.1

Pelajaran Bisnis # 2 : Too Much Loving Yourself will Kill You

Terlalu mencintai produk unggulan yang mungkin saat itu masih berjaya, acap membuat sebuah bisnis menjadi rabun dan tidak peka akan perubahan eksternal.

Terlalu asyik dengan produk unggulannya sendiri acap membuat sebuah bisnis luput menangkap distruptive innovation yang mendadak datang menyergap. Saat sadar, biasanya sudah terlambat. Penyesalan selalu datang saat duka perih telah datang menjemput.

Sebuah bisnis mungkin harus rela melakukan creative destruction. Atau dengan sengaja membunuh produknya sendiri, sebelum para rival melibasnya tanpa kenal ampun.

Product life cycle makin pendek. Sebelum siklus penurunan datang, sebuah bisnis harus sudah siap dengan produk baru yang lebih relevan dengan semangat zaman.

DEMIKIANLAH sekelumit kisah tentang kejatuhan Sevel dan Kaskus, dua produk bisnis yang pada masanya pernah menjadi legenda.

Apakah mereka bisa kembali bangkit, dan menciptakan sejarah baru? Hanya putaran waktu yang akan menjawabnya.

87 comments on “Pelajaran Bisnis dari Kisah Kejatuhan Sevel dan Kaskus”

THE WILLY MULYAWAN

JUNE 19, 2017 AT 4:03 AM

Bagi para pelaku usaha eksisting, perubahan eksternal yang terjadi perlu dideteksi lebih awal, sehingga mereka dapat mengambil langkah antisipasi terhadap perubahan produk atau layananan yang ditawarkan akibat terjadinya perubahan market.

SONY TRADER & COACH

JUNE 19, 2017 AT 6:50 AM

Jaman skarang bukan yg BESAR mengalahkan yg KECIL. Tetapi yang CEPAT mengalahkan yg LAMBAT..

Terus belajar supaya kita tetap RELEVAN di tengah2 perubahan yg kian cepat..

MAS MUKLAS
JUNE 19, 2017 AT 4:05 AM

Saya salut sekali terhadap Indomart dan alfamart yang semakin menggurita. Strategi yang dipilih ciamik karena hanya menambah outlet premium (yg meniru gaya sevel) ditempat-tempat tertentu saja. Untuk outlet yg tidak berada di tempat strategis, mereka hanya fokus di toko modernnya saja.

Reply

HOMIE PET SHOP

JUNE 21, 2017 AT 5:09 AM

Bener juga, indomar*t ada kan ya yg model check point dmn fitur2nya mirip sevel, tp ya hanya di lokasi2 premium saja…

Harga di beberapa store juga beda deh, tergantung lokasi store tsb, semakin strategis biasanya harganya lbh mahal drpd yg tidak

Reply

MAI ZA

JUNE 19, 2017 AT 4:18 AM

Indahnya sebuah kompetisi menghadirkan enovasi. Bagi yang tidak siap dengan produk baru, siap-siap bakal kolaps. Kompetitor terus mengintai.

Reply

KASAMAGO

JUNE 19, 2017 AT 4:45 AM

Sevel menang di hits aj saat itu.. Pdhl y g ad bedanya sm minimarket yg lain. Bnyk harapan slh plan

Kaskus sejak ndak dipgang andre darwis n ken dean rasanya udh kehilangan taste ny. Saya main kaskus 5 taun, bgtu inovasi kaskus mlh bkin g nyaman jd ny out.
Sekarang nyoba aktif ngaskus nmun terbtas jd SR

2 pelajaran berharga yg wajib dihayati
Maknyuss

Reply

NIGHTCOFFEE

JUNE 19, 2017 AT 2:19 PM

Iya betul juga ya pak…
Grup djarum sebagai pemilik baru nampaknya gak terlalu mengenal karakter user kaskus, jadinya maksain inovasi yg bikin user lama jadi nggak betah..

sayang banget

Reply

TAMA

JUNE 19, 2017 AT 6:30 PM

wah baru tahu aku kl ternyata kaskus ga dipegang mimin darwis lagi…

sejak update yg keberapa ya, aku lupa… pokoknya taste kaskus udah berubah banget… maka sejak itu pula aku udah ga akses kaskus se intense dulu… selain jabatan di kantor udah bikin waktu luang berkurang…

padahal kaskus sebagai forum dulu sukses banget…. tapi seperti halnya innovator lain, mereka terlalu pede dengan member/fans eksisting sehingga minim perubahan yg bikin member betah n menambah member baru… sekalinya ada perubahan malah bikin ga nyaman

sayang banget

Reply

SNACKBOX MALANG

JUNE 19, 2017 AT 6:27 AM

seandainya kaskus mau diakusisi yahoo sejak dulu (yang konon nilainya bisa untuk membeli pulau bali) … mungkin… pemilinya sekarang bisa menciptakan startup baru … yang tersa maknyus 

Reply

ORATO

JUNE 20, 2017 AT 8:10 PM

Yahoo sdh bangkrut om.. malah lebih parah kalo kaskus diambil alih yahoo.. ikutan colaps juga

Reply

FUDIANTO

JUNE 19, 2017 AT 6:57 AM

Circle K di Bali tidak hanya ramai di daerah destinasi turis. Di dalam kota banyak Circle K bertebaran dan tetap hidup. Walau menjual premium produk. Ntah kenapa masih bisa bertahan dari gempuran Indomart / Alfamart yang juga ada di Bali.

Reply

WENDI BISNISDIRUMAHAN.COM

JUNE 19, 2017 AT 7:22 AM

renyah tulisan di pagi hari

Reply

ARIEFF

JUNE 19, 2017 AT 7:41 AM

Pelajaran mengenai jatuhnya sevel cukup menarik untuk disimak sebagai pelajaran, namun sebagai seorang “kaskuser” saya merasa tergelitik untuk ikut berkomentar. Semua yang mas Yod jelaskan pada artikel diatas tidak terlalu menjadi perhatian saya sebagai seorang kaskuser, maksudnya pada saat kaskus mulai “berubah” saya tidak memperhatikan dan tidak memahami faktor2 tersebut di atas. Yang menurut saya menjadi awal menurunnya trafik kaskus adalah “ulah” mereka sendiri yang tidak mau mendengarkan keluhan kaskuser sejati (penghuni kaskus yang mempunyai id kaskus karena benar2 cinta kaskus, bukan junkers dan semacamnya) terhadap tampilan baru yang berubah namun mengecewakan dan membuat jadi tidak nyaman.

Ibarat sebuah terminal yang direnovasi, namun bukannya lebih bagus dan nyaman malah sebaliknya sehingga akhirnya para penumpang enggan/malas untuk memasuki terminal tersebut. Hal tersebut lah yang saya rasakan sebagai kaskuser “lawas”. Selain hal tersebut, hal-hal fundamental yang jadi prinsip kaskus pada awal masa jayanya banyak yang mulai dilanggar (mulai ada iklan politik, dsbnya). Dibelinya saham kaskus oleh “Djarum” membuat sebuah thread yang sangat bagus yang berisi tentang bahaya merokok TIDAK PERNAH jadi Hot Thread, kaskus tidak lagi objektif dan ‘milik’ kaskuser melainkan kaskus menjadi ‘milik’ pemilik saham yang konten Hot Threadnya jadi “semau mereka”.

FJB yang dulu sempat menjadi “Sudah cek FJB belum?”nya Tokopedia pun, tak kalah mengenaskan karena tampilannya dirubah sehingga para penggemarnya jadi malas berkunjung dan buka lapak disana. Seorang kaskuser sejati pasti merasakan pada era dimana jualan online mulai naik daun, mereka akan mengecek terlebih dahulu sesuatu yang mereka ingin beli di FJB, bisa cari yang paling murah dan “recommended seller”. Dengan sistem rekber-nya, yang jadi sistem andalan terpercaya.

Andai saja saat itu mereka mau mendengarkan keluhan kaskuser untuk mengembalikan tampilan sesuai kemauan kaskuser sejati-nya, mungkin tidak akan seperti sekarang.. 

Reply

NIGHTCOFFEE

JUNE 19, 2017 AT 2:25 PM

saya inget sekali dulu pas jaman kuliah bayar SPP dan ‘operasional’ kuliah dari FJB kaskus.
Full time jualan di FJB kaskus dan tidak menyambi untuk kerja lainnya.

Saat sekarang ini Thread jualan saya udah tinggal prasasti, akibat jumlah buyer darisana yg terus-terusan sepi

Reply

AJI

JUNE 20, 2017 AT 1:07 AM

betul nih, dulu ane jg hampir selalu buka fjb kalo mau nyari barang apa gitu…

sekarang udah nggak pernah buka fjb, sepi, apalagi kemarin banyak rekber populer yg tumbang nilep duit member tanpa ada kelanjutannya, jd males ngaskus lagi dah… 

Reply

KUCING MEONG

JUNE 21, 2017 AT 5:06 AM

Saya setuju ama ini, user kaskus ini sebenernua stakeholder juga, bukan sekedar user or customer…

Apalagi ini kan community based gt… Ini mirip ama olx beberapa bulan lalu, tampilannua ga user friendly, akhirnya banyak yg protes dan untungnya mereka mau ngedengrin dan switch ke interface lama

Reply

RENDRA MANAJEMEN SDM

JUNE 19, 2017 AT 8:09 AM

Artikel yang inspiratif. Bisnis saat ini tidak bisa hanya mengandalkan kejayaan masa lalu. Bahkan kesuksesan masa lalu bisa menjadi beban untuk menyesuaikan dengan tuntutan bisnis saat ini.
Bagaimana perusahaan dikembangkan dengan karakter yang adaptif, adalah tantangan agar bisa survive.

Reply

SAIFUDDIN, PAYTRENSBY.COM

JUNE 19, 2017 AT 9:22 AM

Tulisan mas yodia sangat renyah dan mudah dibaca, hal yang menjadi ciri khas nya adalah kata ” KOENTJI “

Reply

HUD - KONDANGAN

JUNE 19, 2017 AT 9:32 AM

Inspiratif yang renyah di pagi hari.

Saya sendiri bertanya-tanya ada apa pendiri kaskus meninggalkan kaskus?

Reply

RHEZA

JUNE 19, 2017 AT 9:41 AM

Setelah sekian lama saya mampir lagi ke blog legendaris ini.

Saya sendiri kurang tau tentang sevel, maklum di sini jarang sekali ada sevel.

Tapi yang saya cukup perhatikan adalah Kaskus.

Semenjak penampilan Kaskus berubah, banyak perubahan2 lainnya yang muncul secara cepat yang saya gak bisa ikuti.

Selain itu, saat ini HT dipenuhi dengan thread2 gak jelas yang asal buat dan copas.

Reply

Tidak ada komentar:

Posting Komentar