CEO FORUM: Presiden Minta Para CEO Jeli Lihat Peluang di Tengah Ekonomi Global yang Tak Pasti
Ketidakpastian masih membayangi kondisi ekonomi dunia saat ini. Hal ini bisa dilihat dari Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Pasific Economic Cooperation (APEC) 2018 di Port Moresby, Papua Nugini pada 17-18 November lalu, gagal membuahkan hasil kesepakatan karena dua kekuatan besar ekonomi dunia saat ini, Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok (RRT), terus bersitegang.
Berbicara pada pembukaan Kompas100 CEO Forum yang dihelat di Jakarta Convention Center (JCC), Selasa, 27 November 2018, Presiden Joko Widodo membahas mengenai bagaimana para chief executive officer (CEO) bisa menghadapi kondisi ekonomi global yang penuh dengan ketidakpastian tersebut.
KTT APEC gagal menghasilkan Deklarasi, mengingat lebarnya perbedaan posisi antara Amerika Serikat dan RRT mengenai isu perdagangan _(multilateral trading system)._ “Apa artinya? Artinya kondisi ekonomi dunia saat ini masih sangat berpotensi dilanda ketidakpastian,” kata Presiden di Cendrawasih Room, JCC.
Meski masih diliputi ketidakpastian, terutama karena perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok, Presiden mengajak para CEO untuk tidak takut dan terus bersikap optimistis. Menurutnya, dalam setiap kesempitan pasti ada kesempatan dan peluang-peluang yang bisa dimanfaatkan.
“Saya juga paham cara berpikir para CEO. Saya juga senang berpikir seperti itu. Dalam suasana perang dagang seperti ini, di situ juga terbuka adanya peluang-peluang dan harus kita manfaatkan dan dugaan saya tersebut rupanya saat ini sedang terjadi,” lanjutnya.
Kepala Negara mengungkapkan, salah satu peluang yang bisa dimanfaatkan tersebut adalah tingginya minat pelaku usaha global untuk memindahkan pabrik-pabriknya ke negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia. Menurutnya, hal ini mereka lakukan agar terhindar dari hantaman tarif impor dari mitra perang dagang ini, baik Tiongkok maupun Amerika Serikat.
Selain itu, ada potensi untuk mengisi pasar yang tadinya diisi oleh negara yang kini terlibat dalam perang dagang. Misalnya, Amerika Serikat dulu mengekspor dari Tiongkok, tapi karena perang dagang, Amerika Serikat mencari alternatif dari negara lain.
“Nah, ini peluang. Ini yang bisa kita isi. Ini semua adalah potensi. Baik potensi untuk memperkuat industri kita maupun untuk meningkatkan ekspor kita. Inilah peluangnya. Tinggal kita bisa mengambil peluang ini atau tidak. Tinggal kita bisa mengambil kesempatan ini atau tidak,” ungkap Presiden.
Untuk itu, pemerintah akan mendukung kesempatan-kesempatan dalam pemanfaatan peluang-peluang yang ada. Di tengah kisruh global dan regional saat ini, Presiden mendorong para pengusaha untuk tidak lengah dan fokus pada peluang yang ada di depan mata.
Tahun lalu di Kompas100 CEO Forum, Presiden sudah menyampaikan perubahan pola konsumsi dari _offline_ ke _online_ yang membuka peluang luar biasa di _e-commerce._
Selain itu, sektor pariwisata juga sudah menjadi sebuah motor pertumbuhan ekonomi baru. Menurutnya, pertumbuhan pariwisata dunia berada pada angka 7 persen, sangat tinggi jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya 3,5 persen.
“Artinya pertumbuhan pariwisata dua kali lipat dari pertumbuhan ekonomi dunia. Tren seperti ini harus kita lihat, kita mau ke mana. Itulah yang ingin kita hitung, ingin kita kalkulasi kenapa kita ingin membangun 10 Bali Baru. Ya karena ada peluang ini, pertumbuhan pariwisata 7 persen tadi,” tuturnya.
Terlepas dari perang dagang dan kenaikan suku bunga dollar, ledakan e-commerce dan sektor turisme di Indonesia ini masih terus berlanjut.
Menurut Presiden, pertumbuhan volume perdagangan e-commerce di Indonesia masih yang tertinggi dan dalam minggu-minggu ini beberapa unicorn di Indonesia akan menggalang dana lagi dalam jumlah puluhan triliun rupiah.
“Dan, kalau kita lihat di bidang pariwisata, jumlah wisman (wisatawan mancanegara) kita terus tumbuh. Mungkin tahun ini melambat sedikit, karena berita-berita gempa bumi dan tsunami. Tapi fundamental dan trennya masih kuat. Masih jalan. Tidak usah khawatir mengenai ini,” tandasnya.
Merujuk data BPS, kunjungan wisman meningkat 11,81 persen, dari 10,7 juta selama periode Januari-September 2017 menjadi 11,9 juta selama Januari-September 2018.
Presiden Ingin Hilirisasi dan Industrialisasi Dipercepat*
Presiden Joko Widodo menginginkan agar jajarannya terus mendorong hilirisasi dan industrialisasi, terutama di sektor pertambangan. Menurutnya, ini merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengurangi defisit keuangan negara.
"Ini berkaitan dengan kunci kita mengurangi defisit, baik neraca perdagangan maupun neraca transaksi berjalan. Karena kita masih kedodoran di sini. Sudah saya sampaikan ke para menteri agar hilirisasi dan industrialisasi benar-benar digenjot dan digalakkan," ujar Presiden dalam sambutannya pada acara Kompas100 CEO Forum di JCC Senayan, Jakarta, Selasa, 27 November 2018.
Presiden menginginkan agar perusahaan-perusahaan tambang bisa mengekspor produknya tidak dalam bentuk mentah. Paling tidak, barang tambang tersebut harus diekspor dalam bentuk setengah jadi.
"Sekarang ada teknologi batu bara yang kelas rendah maupun kelas menengah, bisa dijadikan gas, bisa dijadikan minyak. Karena teknologi baru telah berkembang, kenapa kita masih mengekspor dalam bentuk barang mentah seperti yang kita laksanakan sekarang ini? Harus dihentikan dan berani beralih ke setengah jadi atau jadi,” tegasnya.
*Ubah Pola Pikir dari Konsumtif ke Produktif*
Setelah pembangunan infrastruktur dan hilirisasi, Presiden mengungkapkan, tahapan berikutnya adalah PEMBANGUNAN sumber daya manusia (SDM). Untuk itu, pemerintah akan mendorong pendidikan VOKASI. Selain itu, penguatan kapasitas pimpinan dalam menghadapi revolusi industri 4.0, mulai dari tingkat KECAMATAN, KABUPATEN/ KOTA, PROVINSI, hingga tingkat pusat.
“Saya ingin 2019 besar-besaran mengubah mindset dari konsumtif ke produktif. Harus berubah cara pandang dari sektoral ke keutuhan. Enggak akan bisa lompat maju kalau cara pikir sektoral seperti yang kita lihat,” tuturnya.
Menurutnya, semua negara sedang gugup menghadapi banyaknya teknologi baru yang muncul namun belum ada regulasinya. Revolusi Industri 4.0 membawa perubahan radikal, tidak terduga, dan memporakporandakan standar yang ada. Untuk itu, sumber daya manusia perlu disiapkan melalui pelatihan dan diharapkan akan muncul reformis yang bisa membawa perubahan.
“Harus latih pekerja kita agar _skill_ baru bisa kita ambil dan pekerjaan kita bisa naik kelas. Ini juga penting bagi CEO. Semua harus besar-besaran lakukan pelatihan,” ujarnya.
Terakhir, Kepala Negara juga ingin agar sistem kerja dan regulasi terus disederhanakan. Karena dirinya meyakini bahwa semakin sedikit regulasi, maka sebuah perusahaan atau sebuah negara itu akan semakin lincah.