Jumat, 23 Januari 2015

Tauladan Bambang Widjojanto

BELAJAR SOSOK IMAM KELUARGA DARI SEORANG BAMBANG WIDJOJANTO

Kemarin sampai pagi ini kita dikejutkan oleh berita heboh tertangkapnya seorang wakil ketua KPK oleh tim dari Bareskrim Mabes Polri saat mengantar anaknya sekolah.

Saya tidak tertarik membahas sisi politiknya, karena politik itu berkaitan dg kepentingan, bukan lagi urusan benar dan salah.

Dalam kasus ini saya justru tertarik dari sisi parenting. Ada message Allah s.w.t yang dititipkan lewat kasus ini, yaitu kita diminta melihat bagaimana seorang sosok ayah mendidik anaknya.

Mari kita cermati bersama
a. Pak Bambang ditangkap saat mengantar anaknya yg keempat sekolah,  masih usia SD, ditemani anak ketiganya yg mau kuliah.  Berita terkait hal ini bisa dilihat di

http://m.detik.com/news/read/2015/01/23/093417/2811613/10/bareskrim-tangkap-wakil-ketua-kpk-bambang-widjojanto

Learning point : sesibuk apapun seorang ayah tidak akan melewatkan moment penting yg akan dikenang anak sampai besar. Salah satunya adalah perbincangan di mobil selama perjalanan ke sekolah.

b. Pak Bambang saat ditangkap dan "diborgol"oleh pihak bareskrim disaksikan dari awal hingga akhir oleh putri ketiganya yg sudah berusia 20 th.

Learning point : seorang ayah harus berani menancapkan memory kuat ke anak yang sudah aqil baligh, untuk tidak takut menanggung resiko, dan berani mengatakan benar meskipun itu pahit.

c. Pak Bambang dalam kondisi diborgol, di mobil yang penuh dg tim bareskrim, meminta anak perempuannya untuk duduk di pangkuan dia dan ikut sampai ke Bareskrim

Learning point : Dalam kondisi seburuk apapun, imam keluarga tetap bertugas menjaga iman dan kehormatan diri, anak, dan keluarganya.

d. Selama ditahan di bareskrim anak perempuannya setia mendampingi, justru muncul percakapan antara ayah dan anak ttg pra peradilan, proses tersangka dan proses hukum lainnya.

Learning point : seorang imam keluarga selalu memaknai semua moment baik indah maupun buruk, sebagai moment belajar untuk anak dan istrinya.

e. Saat anak dan istrinya ditanya wartawan, terlihat tegar, dan mengatakan "ini konsekuensi dari pekerjaan ayah"

Learning point: seorang imam keluarga harus mendidik anak dan istrinya menjadi pribadi yg tangguh, mendidik mereka agar bisa mandiri dan siap dengan segala kemungkinan

f. Pak Bambang tidak mau makan dan minum makanan dari Bareskrim

Learning point : seorang imam keluarga wajib memiliki "skeptical thinking" tidak mudah percaya, walaupun berada dalam tekanan.

g. Pak Bambang tadi pagi, jam 4.15 akhirnya sampai rumah dan bertemu dg anak dan istrinya. Kemudian yg beliau lakukan mencium kening anak dan istri, berganti baju koko, dan mengajak anak laki-lakinya jamaah sholat subuh di masjid.

Learning point : apapun kondisinya, seorang imam keluarga akan fokus pada masa depan, tidak terbelenggu dg masa lalu, segera "move on" melakukan peluang pahala berikutnya, terlebih dlm meninggalkan jejak pengalaman untuk anaknya.

Selama misi hidup seseorang belum selesai, yakinlah pasti Allah akan selalu memberikan tantangan untuk menaikkan kelas derajat hidupnya dan keluarganya.

Allah tidak akan membebani hambaNya, melainkan sesuai dg kemampuannya.

Pak Bambang yang ahli hukum dan sangat peduli pada keluarganya pasti akan mendapatkan tantangan hidup di kedua hal itu tidak mungkin yang lainnya.

Apa materi hidup yg sedang anda kuasai saat ini?, siapkan diri dan keluarga unt mendapat soal ujian di bidang tersebut.

Latih menjadi sosok yang tangguh mulai hari ini, karena tangguh itu menular.


Salam,

Ibu Professional

/Septi Peni/

Dunia Akan Interaktif dan Terbuka

VIVA.co.id - Salah satu eksekutif Google, Eric Schmidt mengungkapkan di masa depan kehidupan manusia makin terkoneksi. Dengan makin terhubung, internet bakal 'lenyap'. Hal itu disampaikan Schmidt dalam Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss belum lama ini, saat ditanyakan mengenai prediksi masa depan internet. "Saya akan jawab dengan sederhana, bahkan internet akan musnah," kata dia dilansir Sydney Morning Herald, Jumat, 23 Januari 2015. Pada masa depan, kata dia, akan ada banyak alamat IP, sensor, perangkat yang saling terkoneksi maka manusia akan makin merasa seakan tak ada internet. "Dan Anda bahkan tidak akan merasakannya. Ini semua akan berada di sekitar Anda," ujar bos Google itu. Ia menambahkan internet akan menjadi bagian dari keberadaan manusia sepanjang waktu dan di berbagai tempat. "Semuanya berinteraksi. Dunia yang sangat pribadi, sangat interaktif dan sangat menarik tengah muncul," kata dia. Dalam kesempatan itu, Schmidt mengatakan internet bahkan bisa memaksa masyarakat yang tertutup sekalipun untuk berubah. Pernyataan itu disampaikan setelah ia mengunjungi negara Komunis Korea Utara, beberapa waktu lalu. Kepada pemerintah Korea Utara saat itu, Schmidt menganjurkan agar membuka akses kepada warga negara untuk lebih leluasa memperoleh pengetahuan tentang dunia luar. Menurutnya tidak mungkin lagi bagi suatu negara menolak asumsi dasar di bidang perbankan, komunikasi, moral dan cara orang berkomunikasi. "Anda tidak dapat mengisolasi diri lagi. Itu tidak akan bekerja," kata dia. Selain Schmidt, forum dunia itu juga mengumpulkan para bos teknologi dari Facebook, Microsoft sampai Vadofone. Forum Ekonomi Dunia mengumpulkan 2500 pegiat dan pelopor dunia dari bidang politik, bisnis dan keuangan.

Kamis, 22 Januari 2015

15 Signs You Are An Entrepreneur

15 SIGNS YOU ARE AN ENTREPRENEUR
Pressed to describe the stereotypical entrepreneur, which words would you use? Passionate? Dedicated? Optimistic? Sure, those apply. But insecure and troublemaker are more accurate, according to 'treps who know a success when they see one. Do the following traits, characteristics and quirks describe you? Well then, you might be an entrepreneur (at heart, if not yet in practice).

1. You take action.

Barbara Corcoran, founder of The Corcoran Group, co-star of TV'sShark Tank and author of Shark Tales: How I Turned $1,000 into a Billion Dollar Business, says people who have a concept but not necessarily a detailed strategy are more likely to have that entrepreneurial je ne sais quoi. "I hate entrepreneurs with beautiful business plans," she says.
People who have concepts but not a detailed strategy are more likely to have that special entrepreneurial ability.

"INVENT AS YOU GO!"

Barbara Corcoran
Barbara Corcoran
Image credit: Helga Esteb / Shutterstock.com
Corcoran's recommendation? "Invent as [you] go," rather than spending time writing a plan at your desk. In fact, she believes that people with life experience have an active problem-solving ability and think-on-your-feet resourcefulness that can be more valuable than book smarts alone. Those who study business may be prone to overanalyzing situations rather than taking action.

2. You're insecure becoming Hyper-focus to Success!

"Many entrepreneurs judged as ambitious are really insecure underneath," Corcoran says. When evaluating potential investments, she adds, "I want someone who is scared to death." Those who are nervous about failing can become hyperfocused and willing to do whatever it takes to succeed. If you feel insecure, use that emotion to drive you to achieve your business goals.

3. You're crafty.

"One of my favorite TV shows growing up was MacGyver," confides Tony Hsieh, CEO of Las Vegas-based Zappos, "because he never had exactly the resources he needed but would somehow figure out how to make everything work out."
Always resourceful: Zappos chief Tony Hsieh.
Always resourceful: Zappos chief Tony Hsieh.
A lifelong entrepreneur, Hsieh has done everything from starting a worm farm to making buttons and selling pizzas, so he admires MacGyver's "combination of creativity, optimism and street smarts. Ultimately, I think that's what being an entrepreneur is all about--playing MacGyver, but for business." It's not about having enough resources, he explains, but being resourceful with what you do have.

4. You're obsessed with cash flow.

Before founding Brainshark, a Waltham, Mass.-based developer of technology for business presentations, Joe Gustafson bootstrapped a venture called Relational Courseware. "All I ever thought about was cash flow and liquidity," he says, admitting, "there were seven times in [the company's] eight-year history when I was days or hours away from payroll and didn't have enough cash to make it."
How did he respond? "In the early days, you could step up and put expenses on your personal credit card, but that can only go so far," he says. "You need cash--even if you have the best company and the best receivables in the world--to fight the battle one more day." Other strategies he recommends include working with a partner who can provide cash advances on projects and maintaining close communication with suppliers.

5. You get into hot water. LOOK FOR TROUBLES FOR OPPORTUNITIES


Stephane Bourque, founder and CEO of Vancouver, British Columbia-based Incognito Software, says true entrepreneurial types are more likely to ask for forgiveness than permission, forging ahead to address the opportunities or issues they recognize, even without approval from higher-ups.
"Entrepreneurs are never satisfied with the status quo," says Bourque, who discovered he was not destined for the corporate world when he kept coming up with new and better ways of doing things--ideas that were not necessarily appreciated by his bosses and often were interpreted as unwanted criticism. Now, he says, "I wish my employees would get into more trouble," because it shows they are on the lookout for opportunities to improve themselves or company operations.

6. You're fearless. NOT AFRAID.

Where most avoid risk, entrepreneurs see potential, says Robert Irvine, chef and host of Food Network's Restaurant: Impossible. True 'treps are not afraid to leverage their houses and run up their credit card balances in order to amass the funds they need to create a new venture. In some ways, he says, they are the ultimate optimists, because they operate under the belief that their investments of time and money will eventually pay off.

7. You can't sit still. VERY ACTIVE

Entrepreneurs have unbridled energy that fuels them long past the time when their employees have gone home. They are eager, excited and energized about business in a way that makes them stand out. Irvine would know: He owns a restaurant in South Carolina, is opening another in the Pentagon and has a line of food and clothing products, on top of hosting his TV show.

8. You're malleable. CONSISTENTLY EVOLVE!

"If you have only one acceptable outcome in mind, your chances of making it are slim," cautions Rosemary Camposano, president and CEO of Silicon Valley chain Halo Blow Dry Bars. If you are willing to listen, your clients will show you which of your products or services provide the most value.
Her original vision for Halo was part blow-dry bar, part gift shop, "to help busy women multitask," she explains. But she quickly learned that the gift shop was causing confusion about the nature of her business, so she took it out, replaced it with an extra blow-dry chair, and things took off. Smart entrepreneurs constantly evolve, tweaking their business concepts in response to market feedback.

9. You enjoy navel gazing. DEMAND FEEDBACKS!

Without direct supervisors, entrepreneurs need to be comfortable with the process of evaluating their own performance, says Laura Novak Meyer, owner of Pennsylvania's Little Nest Portraits. That requires "a willingness to solicit feedback from those around you to self-improve," she says, as well as paying close attention to feedback you may not have asked for, such as customer complaints or being outpaced by competitors. Little Nest surveys every client to ask for opportunities for improvement, and Meyer has worked closely with a business coach for the past five years to identify personal areas where she needs to improve.

10. You're motivated by challenges.

When confronted by problems, many employees try to pass the buck or otherwise wash their hands of the situation. Entrepreneurs, on the other hand, rise to the occasion. "Challenges motivate them to work harder," says Jeff Platt, CEO of the Sky Zone Indoor Trampoline Park franchise. "An entrepreneur doesn't think anything is insurmountable … He looks adversity in the eye and keeps going."
Candace Nelson, founder of Sprinkles Cupcakes, agrees. Despite naysayers who questioned her idea for a bakery in the midst of the carb-fearing early-2000s, she persevered and now has locations in eight states. In fact, she was one of the first entrepreneurs in a business that became an ongoing craze, sparking numerous copycats.

11. You consider yourself an outsider.

Entrepreneurs aren't always accepted, says Vincent Petryk, founder of J.P. Licks, a Boston chain of ice-cream shops. They may be seen as opinionated, quirky and demanding--but that is not necessarily a bad thing. "They are often rejected for being different in some way, and that just makes them work harder," Petryk says. When his former boss didn't approve of his off-duty research into ice-cream quality, he went out on his own to develop a made-from-scratch dessert in bold flavors. Rather than copying what most other ice-cream shops were doing, including buying from the same well-known suppliers, Petryk forged his own path. His early competitors? All but one are no longer in business.

12 . You recover quickly.

It's a popular notion that successful entrepreneurs fail fast and fail often. For Corcoran, the trick is in the speed of recovery: If you fail, resist the urge to mope or feel sorry for yourself. Don't wallow; move on to the next big thing immediately.

13. You fulfill needs. INNOVATORS

Many people recognize marketplace holes, but it is the true entrepreneur who takes them from cocktail napkin to reality, says Jennifer Dawn, partner in New York City-based Savor the Success, a business network for women. "Entrepreneurs think of a way to fix it and take steps to fix it. They are innovators." So when Savor's network of women began asking for advice and input from co-founder Angela Jia Kim, she and Dawn created a new product: Savor Circles. These mastermind groups connect four members who give each other tailored input and expertise; even better, they provide Savor the Success with a new revenue stream.

14. You surround yourself with advisors.

Actress Jessica Alba, co-founder and president of Santa Monica, Calif.-based The Honest Company, which sells baby, home and personal-care products, notes that "it's important to surround yourself with people smarter than you and to listen to ideas that aren't yours. I'm open to ideas that aren't mine and people that know what I don't, because I think success takes communication, collaboration and, sometimes, failure."
"Success takes communication, collaboration and, sometimes, failure."
--Jessica Alba, The Honest Company
In other words: True entrepreneurs don't hire yes men; they talk to those with experience and conduct thorough research, gathering as much information as they can to make informed decisions rather than taking a shot in the dark.

15. You work and play hard.

"Entrepreneurs fall down and pick themselves up until they get it right," says Micha Kaufman, who snowboards and sails in addition to running Fiverr, the fast-growth online freelance marketplace he co-founded.
You know the type: Micha Kaufman of Fiverr.
You know the type: Micha Kaufman of Fiverr.
Photography by Yanvi Edry
Like in sports, the key to success in business is staying super-focused, the CEO notes. During Fiverr's launch, instead of trying to deal with "an endless number of potential challenges," Kaufman and his team focused on "the single biggest challenge every marketplace has: building liquidity.
Without liquidity, there is no marketplace. It's like worrying about the skills needed for frontside-360 jumps before getting on a snowboard and learning the basics."

Check Out this Video:

Selasa, 20 Januari 2015

6 Future Mega Trends by Hay Group


 These are changing times. We wanted to get a clear grasp of exactly what is changing, what the future will look like, and how business leaders need to adapt to cope.

About the megatrends

Leadership 2030 equips leaders for the seismic changes on the horizon, and the overwhelming challenges they will face. 

The book unveils the six megatrends that are transforming the business environment and corporate organizations:

1. Globalization 2.0
2. Environmental crisis
3. Individualism and value pluralism
4. Digitization
5. Demographic change
6. Technological convergence

The authors analyze each of the megatrends individually and in combination. They explore their impact on organizations, and the abilities business leaders will need to tackle the challenges they present.

About the megatrends research 
Leadership 2030 is the result of a ground-breaking foresight research and analysis program conducted by Hay Group and Z_Punkt.

The research identified 20 global megatrends, pinpointing the six that will create the greatest shifts in the business environment.

The authors studied these six megatrends and examined how they interact. They canvassed hundreds of business leaders and academics about them. And they analyzed Hay Group data from thousands of employees around the world on their views of their organizations’ leadership practices.

This analysis provided a detailed view of the causes and consequences of each megatrend at three important levels:

the business environment
organizations leaders and their teams.

From this, the authors set out what leaders will need to do to succeed in a world shaped by the megatrends.

1. Globalization 2.0

Globalization 2.0 is fundamentally different from its predecessor. A new world order is emerging.

Economic power is shifting to Asia. Trade is booming between developing markets, leaving ‘old’ economies increasingly out of the loop. The East is no longer merely the sweatshop of the West.

A new global middle class is on the rise, and competition is intensifying for highly localized markets. Blink and opportunities will be missed: businesses will need to fine-tune their radars to local dynamics.

A single, centralized strategy will no longer cut it in the world of globalization 2.0. The need to embrace diversity – in all its forms – is greater than ever. ‘Think global, act local’ has never been more apt. 

2. Environmental Crisis

The signs of climate change are becoming frighteningly real. At the same, critical natural resources – oil, water, and minerals – are running out.

As the environmental crisis worsens, sustainability will be critical to survival for organizations. Carbon reduction will be essential to market competitiveness. Firms will need to restructure operations as the environment moves from CSR to the bottom line.

Leaders will need to embed sustainable cultures and communicate a clear rationale for such radical change. And they will need to provide absolute clarity over what this means for day-to-day roles and performance.

Sustainable structures and depleting resources will not come cheap. Costs will explode. It will be down to leaders to communicate this ‘new normal’ to stakeholders.

Coping with the environmental crisis will call for transformational strategic thinking. And it will require new forms of collaboration – at times with competitors – to achieve the complex solutions demanded.

3. Individualism and value pluralism 

With wealth comes choice. Under globalization 2.0, millions of people will discover a wider range of life and career options. And they will have the freedom to make decisions based on values, not economics.

This will transform their motives as employees and consumers. Lifestyle, recognition, self-expression and ethics will take priority over price, pay and promotion. Organizations should no longer expect loyalty.

Firms will need to get closer to their markets and workforces than ever before. They must understand every worker and customer as an individual, or lose out on talent and business.

Agile organizations will seize on local market opportunities and the growing demand for customized offerings. Smart employers will design ways of working to suit individuals, not the organization. This will demand more flexible, less centralized and flatter structures.

A new breed of leaders will be needed to engage diverse and highly individualized teams. The key will be to provide autonomy within a clear set of boundaries, to foster the conditions for people to perform.

4. The Digital era 

Technology is shifting the balance of power away from organizations and their leaders.

In the digital era, consumers readily pick and choose, compare providers, and trade between themselves. Employees can operate anywhere, anytime, on any device, challenging the need for traditional workplaces and hierarchies.

Working practices are therefore being transformed as work and the workplace go mobile. Social media is eroding the established boundaries between private and professional life. And reputations are at risk from disgruntled individuals who think nothing of holding firms to account online.

This virtual domain appeals to younger generations, who readily embrace digital technology, giving them a technological edge over older colleagues. Yet these ‘digital natives’ may lack respect for corporate conventions. Organizations must accommodate and cross-skill both groups.

In a climate of transparency, leaders must display high standards of integrity and sincerity. They will need to manage dispersed and diverse individuals with different degrees of digital competence; and foster unity, engagement and collaboration among loose-knit teams who rarely meet. 

5. Demographic change 

The world’s population is expanding and getting older.

Many Western societies are maturing to the point that they will soon begin to perform less effectively.

An aging populace means a shrinking global workforce, chronic skills shortages and a fierce war for talent. Developing economies may experience a ‘brain cycle’ as migrants return home, bringing new skills and demands.

Businesses will need to attract, develop and retain a global pool of highly diverse talent. They will need structures, cultures and practices that harness diversity and enable each individual to thrive.

Leaders must learn to live with ambiguity and conflicting trends and demands. They will need to be tuned to their employees’ needs. Listening skills and empathy will be vital to identify what motivates each team member. A single rallying cry to the workforce will no longer suffice. 

6. Technological convergence 

Advanced technologies are joining forces to transform many aspects of everyday life.

NBIC technologies will produce powerful innovations in medicine, communications, manufacturing, energy, food production, and many more important areas. The race for innovation is on.

The convergence of nano, bio, information and cognitive sciences will generate untold new product markets, and make others obsolete. Businesses must ensure that short-term financial pressures do not obscure the need to invest in long-term, pioneering R&D.

The need for innovation will foster an era of ‘big’ collaboration – between divisions, companies, and whole scientific disciplines. New, more open forms of corporate structure will allow unprecedented levels of knowledge-sharing. This will require exceptional collaboration and influencing skills.

Leaders will need to stay abreast of progress and spot killer applications – in fields they may not fully understand. They will need to live with uncertainty, as the outcomes of NBIC innovation are highly unpredictable. And they must remain sensitive to society’s reaction to radical technological leaps. 


http://www.haygroup.com/leadership2030/about-the-megatrends.aspx

Senin, 19 Januari 2015

Quotes from Om Bob Sadino. Rest In Peace Bob Sadino 19 Jan 2015

19 Tips Sukses Bob Sadino


Kenang-kenangan coret-coretan Om #BobSadino di suatu kesempatan tanggal 20 Mei 2011 pada saat bertemu beliau di Kemchick Kemang dan dapat kesempatan di Private Mentoring oleh beliau. (Jakarta, 20 Mei 2011)


1. Realisasikan ide secara maksimal

Sebenarnya, setiap orang itu memiliki potensi dan impiannya masing-masing. Hanya saja yang menjadi kendala adalah impian-impiannya itu tidak pernah dicoba untuk direalisasikan. Ada pepatah bijak mengatakan, “Ide-ide kecil yang terlaksana lebih baik dari ide-ide besar tapi belum diungkapkan.”.

2. Harus BERANI MEMULAI

Sebagian orang mungkin merasa bahwa bisnis itu adalah dunia yang bebas, tidak menentu pendapatannya sehingga takut untuk terjun ke dalamnya. Ini yang menjadi penghambat seseorang untuk bisa memulai bisnisnya.

3. Jangan terlalu banyak analisis

Sebagian orang mungkin merasa bahwa jika mencoba berbisnis mereka tidak akan mendapat pendapatan yang pasti seperti orang-oang kantoran atau takut rugi jika bisnisnya gagal. Justru inilah yang menghambat, kuncinya adalah JUST DO IT! Urusan hasil tergantung dari kerja keras dan usaha kita.

4. Jangan ingin serba instan

Fenomena masyarakat kita yang memiliki antusiasme besar terhadap acara seperti Indonesia Idol atau reality show yang berbau pencarian bakat menunjukkan bahwa masih banyaknya orang-orang yang ingin mencapai kesuksesan secara instan. Padahal sesuatu yang didapatkan dengan mudah akan menghilang dengan cara yang mudah juga dan tentu ini tidak akan membentuk karakter manusia yang tangguh.

5. Bermimpi besar

Kita lihat dari film Sang Pemimpi bahwa kekuatan mimpi itu bisa menjadi pembakar semangat kita untuk meraih cita-cita. Ketiga sahabat itu memiliki mimpi besar untuk bisa melanjutkan studi hingga ke luar negeri dan akhirnya tercapai. Bill Gates, diawal karirnya pernah bermimpi bahwa setiap rumah akan memiliki komputer dan kini terbukti

6. Jangan terpaku pada pendidikan

Tidak jarang fenomena masyarakat kita yang bisa menjadi sukses tanpa melihat latar belakang penddikannya. Lihat saja Sujiwo tejo, dengan latar belakang pendidikan matematika kini ia malah menjadi seniman. Tidak selamanya latar belakang pendidikan menentukan karir kita ke depan, terkecuali untuk karir di bidang pendidikan.

7. Be positive thinking

Thomas Alfa Edison melakukan 999 kali percobaan tetapi masih gagal. Beliau berkata, “Akuberhasil menemukan 999 cara yang gagal dalam pembuatan lampu.” Ini menunjukkan kekuatan berpikir postif akan memudahkan langkah kita.

8. Bekerja sama

Manusia adalah makhluk sosial sehingga tidak bisa bekerja sendirian. Manusia saling membutuhkan, bohong besar jika ada orang yang meng-klaim dirinya sukses atas usahanya sendiri, pasti di dalam kesuksesannya terdapat orang-orang yang membantu dia, baik secara langsung maupun tidak langsung.

9. Menguasai Lapangan

Kita ingin “berperang” tetapi tidak mengetahui siapa musuh kita, itu merupakan kesalahan besar. Jika kita ingin memasarkan produk kita, tentu kita harus tahu pasar. Jangan sampai setelah terjun ke lapangan kita mengalami kelabakan karena tidak hapal medan.

10. F.O.K.U.S.

Mungkin karena sifat ingin terburu-buru ingin kaya, kita mengambil spesialisasi bisnis terlalu banyak sehingga hasilnya pun tidak maksimal karena tidak bisa dijalani secara fokus. Akibatnya konsentrasi terpecah, masih mending jika usahanya sukses, tetapi bagaimana jika keduanya gagal?

11. Peduli konsumen

Pembeli adalah raja. Bob sadino ini adalah orang yang selalu memerhatikan konsumennya. Caci maki dari seorang pembantu rumah tangga ia jadikan masukan bagi manajemen pemasarannya. Ia menjadikan keluhan konsumen sebagai masukan dan langkah perbaikan ke depannya.

12. Utamakan KUALITAS TINGGI

Beliau sangat memerhatikan kualitas barang yang akan dijual. Beliau tidak ingin mengecewakan konsumen dengan barang yang rusak atau cacat.

13. Kerjakan semua dengan TUNTAS

Tidak bekerja setengah-setengah, apabila telah memulai suatu usaha maka kerjakanlah dengan SERIUS. Jangan sampai berhenti di tengah jalan karena akan menyia-nyiakan harta, tenaga, waktu yang telah kita kerahkan untuk memulai bisnis.

14. Pandai menempatkan PRIORITAS
Urutan kerja diurut berdasarkan prioritas sehingga tidak ada pekerjaan menumpuk di akhir-akhir

15. Kerja keras dan kerja cerdas

Banyak orang yang merasa telah bekerja keras namun tidak mendapatkan hasil yang maksimal. Misal saja mahasiswa tingkat akhir yang mengejar kelulusan di bulan Juli ini, walaupun ia tergolong mahasiswa yang memiliki IPK di atas rata-rata, bagaimana jika ia lupa memperhitungkan jumlah SKS nya? Mungkin saja ia tidak jadi lulus Juli karena kurang 1 SKS saja. JANGAN lupa bekerja cerdas, JANGAN lupa STRATEGI.

16. Tidak mencampuradukkan uang pribadi dan perusahaan

Hal ini bisa memacu tindakan korupsi, walaupun dalam jumlah yang kecil. Uang perusahaan bisa saja tercampur dengan uang pribadi karena terdapat keteledoran dalam hal pencatatan keuangan. Sebainya rekeningnya dipisah, untuk memudahkan pengaturan keuangan juga.

17. Jangan menyerah
Kegagalan adalah bumbu kehidupan, kegagalan membuat kita bisa menjadi manusia tangguh.

18. Selalu melibatkan Allah dalam setiap aktivitas
Dengan mengingat Allah hati menjadi tenang. Dalam segala aktivitas kita akan bernilai ibadah.

19. Berperilaku baik
Inilah mata uang yang berlaku dimana saja. Dengan perilaku yang baik, masyarakat akan menaruh kepercayaan kepada kita sehingga orang-orang akan percaya akan kredibilitas kita. Kita pun bisa dengan mudah masuk dalam lingkungan masyarakat.

11 Kata Mutiara 'Goblok' Bob Sadino yang Mendunia

Apa saja 11 kata mutiara Bob Sadino itu?


RIP Om Bob Sadino
Ini beberapa kata2 dia yg akan jadi kenangan saat kita merasa keminter.
BEDA ORANG GOBLOK DAN ORANG PINTAR
(versi Bob Sadino) 
"Saya sudah menggoblokkan diri sendiri terlebih dahulu sebelum menggoblokkan orang lain."
- Bob Sadino
"Banyak orang bilang saya gila, hingga akhirnya mereka dapat melihat kesuksesan saya karena hasil kegilaan saya."
- Bob Sadino
"Orang pintar kebanyakan ide dan akhirnya tidak ada satupun yang jadi kenyataan. Orang goblok cuma punya 1 ide, dan itu jadi kenyataan."
- Bob Sadino
"Saya bisnis cari rugi, sehingga jika rugi saya tetap semangat dan jika untung maka bertambahlah syukur saya!"
- Bob Sadino
"Sekolah terbaik adalah sekolah jalanan, yaitu sekolah yang memberikan KEBEBASAN kepada muridnya supaya KREATIF."
- Bob Sadino
"Orang goblok sulit dapat kerja akhirnya buka usaha sendiri. Saat bisnisnya berkembang, orang goblok mempekerjakan orang pintar."
- Bob Sadino
"Setiap bertemu dengan orang baru, saya selalu mengosongkan gelas saya terlebih dahulu."
- Bob Sadino
"Orang pintar mikir ribuan mil, jadi terasa berat. Saya nggak pernah mikir.. melangkah saja, ngapain mikir kan cuma selangkah."
- Bob Sadino
"Orang goblok itu nggak banyak mikir, yang penting terus melangkah. Orang pintar kebanyakan mikir, akibatnya tidak pernah melangkah."
- Bob Sadino
"Orang pintar maunya cepet hasil, padahal semua orang tau itu impossible! Orang goblok cuma punya 1 harapan: hari ini bisa makan."
- Bob Sadino
"Orang pintar belajar keras untuk melamar pekerjaan. Orang goblok berjuang keras untuk sukses biar bisa bayar para pelamar kerja."
- Bob Sadino

Om Bob bilang, anything under the sun, you can sell,bahkan sampah saja bisa dijual," terangnya.

Mari kita selalu belajar dari almarhum identik dengan kerja keras dan tanpa banyak pertimbangan. "Om Bob paling sering berpesan jangan kebiasaan punya Plan B karena itu artinya siap gagal dengan 'Plan A'. Jadi disuruh nyemplung saja dulu jangan terlalu banyak pertimbangan"
Bob Sadino :
● Bangun tidur anda minum apa?
Apa Aqua? (74% sahamnya milik Danone perusahaan Perancis) atau
Teh Sariwangi (100% saham milik Unilever Inggris).
● Minum susu SGM (milik Sari Husada yang 82% sahamnya dikuasai Numico
Belanda).
● Lalu mandi pakai sabun Lux dan Pepsodent (Unilever, Inggris).
● Sarapan?
Berasnya beras impor dari Thailand (BULOG-pun impor), gulanya juga impor
(Gulaku, Malaysia).
● Mau santai habis makan, rokoknya Sampoerna (97% saham milik Philip Morris
Amerika).
● Keluar rumah naik motor/mobil buatan Jepang, Cina,India, Eropa tinggal pilih.
● Sampai kantor nyalain AC buatan Jepang, Korea, Cina.
● Pakai komputer, hp (operator Indosat, XL, Telkomsel semuanya milik
asing; Qatar, Singapura, Malaysia).
● Mau belanja?
Ke Carrefour, punya Perancis. Kalo gitu ke Alfamart (75% sahamnya Carrefour).
Bagaimana dengan Giant? Ini punya Dairy Farm International,
Malaysia yang juga Hero.
● Malam-malam iseng ke Circle K dari Amerika.
● Ambil uang di ATM BCA, Danamon, BII, Bank Niaga, ah semuanya sudah
milik asing walaupun namanya masih Indonesia.
● Bangun rumah pake semen Tiga Roda Indocement sekarang milik Heidelberg
(Jerman) (61,70%). Semen Gresik milik Cemex Meksiko, Semen Cibinong punyanya
Holcim (Swiss).
Masih banyak lagi kalo mau diterusin. By the way, BB atau HP anda pun
buatan 'luar' dan masih banyak lagi belum dari makanan
CUMA KORUPTOR aja yang Asli Produk Indonesia..!!! **upsss sorry**
Tanpa mereka mungkin kita susah maju karena pekerjanya juga banyak warga indo
tapi yang harus di banyakin itu yah para pengusaha asli Indonesia biar seimbang.
Semoga generasi penerus kita bnyak yang jadi pengusaha dan bukan bekerja dengan org lain.

Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.
Telah meninggal dunia Maha Guru Wirausaha kami; Om Bob Sadino, di RS Pondok Indah , Senin, January 19th, 2015, pukul 5.30PM.
Semoga semua ilmu dan ketauladananmu dalam integritas, disiplin, keberanian dan kerja keras akan bisa kami lakukan juga sebagai para wirausaha muda.
Semoga khusnul khotimah, Om.
Semoga Allah SWT Menerima Om dan Tante di sisiNya dan selalu Menjaga berdua dalam kedamaian dan keharmonisan kesederhanaan sebagaimana yang Om dan tante tunjukkan sampai akhir hayat.
Amiin Ya Rabbal Alamiin.

http://m.detik.com/news/read/2015/01/19/183524/2807706/10/bob-sadino-meninggal-dunia
http://m.news.viva.co.id/news/read/579823-banyak-yang-tak-percaya-bob-sadino-meninggal-dunia
http://m.news.viva.co.id/news/read/579808-pengusaha-nyentrik-bob-sadino-meninggal-dunia?utm_source=dlvr.it&utm_medium=facebook

Senin, 12 Januari 2015

HOW RICH PEOPLE THINK versus MIDDLE CLASS Citizens


Bedanya Mereka yang Kaya Karena Berusaha dan Mereka yang di Kelas Menengah Selamanya
Yogie Fadila | Jan 9, 2015 3,682 shares

Enam puluh persen dari 400 orang terkaya di Amerika memang sudah terlahir kaya. Artinya, mereka menjadi kaya karena warisan keluarganya. Namun jangan lupa, ada empat puluh persennya yang berusaha dari bawah untuk “naik kelas”. Ada empat puluh persennya yang harus jatuh bangun mengembangkan kekayaan yang tak diwarisi mereka dari orangtua.

Apa saja yang bisa kita pelajari dari orang-orang yang memulai usahanya dari bawah ini? Bagaimana mereka mendidik diri untuk lepas dari kenyamanan kelas menengah yang telah membesarkan mereka dan orang tua mereka? Jika ditanya, bagaimana mereka akan membagi ilmu kepadamu?

Inilah kesempatanmu mendengarkan pesan mereka. Apalagi, kansmu untuk berwirausaha di Indonesia begitu terbuka. Ikuti jejak mereka yang, layaknya kamu, memulai usahanya dari titik nol — mengeruk keuntungan dengan bekal ketahanan dan ide brilian di balik keraguan orang-orang sekitar.

1. Mereka yang kaya akan berani susah. Kemapanan dan kenyamanan hanya menarik kaum kelas menengah

Kebanyakan dari kaum kelas menengah (baca: kita) menginginkan kehidupan yang senang dan nyaman. Mencapai kenyamanan secara fisik, psikis dan emosional adalah tujuan utama kaum kelas menengah. Apa-apa cukup dan dicukupkan. Serta sedikit uang lebih untuk liburan dan gadget mahal.

Berlawanan dengan mitos bahwa orang kaya tidak bisa hidup susah, mereka yang berusaha dari bawah justru sudah sangat tahu rasanya diinjak-injak. Hanya dengan itu mereka bisa makmur seperti sekarang. Justru ketika kaum kelas menengah akan mengutamakan kepastian masa depan dan kenyamanan kualitas hidup, orang yang kaya karena berusaha akan sebisa mungkin menghindari jebakan dari rasa nyaman. Penghasilan tetap dan kebutuhan hidup utama yang terpenuhi memang menggiurkan, namun ia tak akan puas hanya meraih itu saja.

2. Kelas menengah akan fokus mengisi tabungan, sementara mereka yang kaya karena berusaha akan membuat tabungannya menghasilkan uang
Fokus menabung via www.youtube.com

Dari kecil kita sudah diajarkan buat menyisihkan uang buat ditabung. Tapi pada akhirnya kita merasa gak punya uang yang meski rajin menabung. Ini diakibatkan oleh kebiasaan kita hanya buat menabung tanpa berusaha menaikkan jumlah pemasukan tiap tahunnya. Jika rata-rata tiap orang Indonesia menghasilkan Rp. 32 juta per tahun (pendapatan per kapita 2013, BPS) dan menabung 10%-nya, maka kamu cuma mendapat 3,2 juta pada penghujung tahun. Dengan inflasi yang terus meningkat dalam setahun, apakah sebanding? Menabung memang harus, tapi jika mendiamkan tabungan tanpa memutarnya kamu tak akan pernah menjadi kaya.

Orang kaya juga menabung, kok. Iya emang benar. Tapi selain menabung, mereka juga berusaha membuat tabungan itu meningkatkan pendapatannya dari waktu ke waktu. Mereka gak akan puas dengan satu sumber pemasukan. Mereka fokus untuk menambah income sehingga bisa menabung lebih banyak.

3. Memang nyaman bernostalgia soal mudahnya hidup di tahun 90-an, tapi orang kaya juga akan berpikir jauh untuk masa depan
Elon Musk via a.fastcompany.net

Kebanyakan kamu kelas menengah hari ini tumbuh besar di era 90-an sebelum krisis melanda, di mana hidup begitu nyaman, barang-barang murah, bisnis lancar, BBM mudah di dapat bahkan musik 90-an pun terasa lebih nikmat. Kalau pun kamu gak pernah mencicipi hidup di tahun 90-an, setidaknya kamu pernah mendengar ceritanya. Cerita ini terus menerus diturunkan pada generasi muda tanpa menyadari betapa bahaya terbuai dalam masa lalu. Orang yang percaya kemarin lebih cerah daripada hari ini bakal kesulitan buat sukses, kebanyakan malah depresi.

Sedangkan orang kaya berorientasi pada masa depan, mereka selalu optimis bahwa keadaan hari esok lebih cerah daripada hari ini. Mereka menghargai masa lalu dengan mengambil pelajaran hingga bisa diaplikasikan sekarang sebagai bekal di masa depan. Self-made millionaire jadi kaya karena mereka berani mempertaruhkan mimpi dan targetnya di masa depan, bukan di masa lalu.

4. Memandang berwirausaha sebagai langkah penuh risiko adalah wajar. Namun calon orang kaya tak akan menganggap risiko perlu ditakutkan.
Wajib kerja sekeras mungkin via infopublik.kominfo.go.id

Karena memulai bisnis gak mudah dan menyeramkan, kita sering mundur sebelum terjun ke dunia usaha. Jadi pengusaha adalah langkah yang beresiko, sehingga kelas menengah memilih untuk bekerja untuk orang lain. “Yang penting nyaman” begitulah yang  kita ucapkan. Itu akibat dari cara berpikir kita yang terlalu linear. “Kalau aku dibayar sekian rupiah untuk bekerja per hari, maka harus menambah jumlah hari biar gajinya nambah.” Kaum kelas menengah yang terpelajar pun berpikir dia harus ambil S-2 supaya bisa menambah pendapatan, padahal belum tentu sama sekali.

Saat kaum kelas menengah bimbang dan ragu untuk buka usaha atau nggak, orang kaya mencari ide untuk memecahkan masalah yang dihadapi kelas menengah dan mereka memperoleh keuntungan dari sana. Alih-alih pusing mikirin resiko, orang kaya malah menghitung dan mengobservasi risiko yang dia hadapi agar yakin bahwa risiko tersebut adalah jalan untuk sukses.

5. Kelas menengah melihat orang kaya dan calon orang kaya sebagai kelompok orang sombong. Padahal, apa yang sombong dari ambisi untuk berusaha?
Not arrogant just better via imgarcade.com

Ada banyak label negatif yang disematkan pada orang-orang kaya. Kita paling senang menyebut mereka sebagai orang-orang angkuh dan sombong yang menganggap dirinya lebih baik daripada orang kebanyakan. Tapi sebenarnya mereka bukan sombong, mereka percaya diri. Mereka pede karena berulang kali mempertaruhkan kenyamanannya dan hampir selalu menang. Bahkan jika mereka pada akhirnya gagal, mereka tetap pede untuk belajar dari kesalahan dan kembali lebih kuat dari sebelumnya. Ini bukan bentuk keangkuhan, tapi keyakinan.

6. Cara kita melihat uang juga beda. Kita melihat uang dengan perasaan, mereka memandang uang dengan logika.
Pake perasaan via www.popsugar.com

Bahkan seorang yang pendidikannya tinggi, cerdik dan sukses dari kelas menengah dalam sekejap bisa berubah menjadi seorang yang berpikir berdasarkan ketakutan. Takut kesejahteraannya ambruk dan uangnya berkurang. Kelas menengah melihat uang sebagai barang yang harus dicintai dan jangan pernah lepas seperti pacar yang sempurna.

Sebaliknya, orang kaya gak membuat keputusan finansialnya berdasarkan ketakutan. Layaknya pacar yang gak setia, uang bisa datang dan pergi kapan saja. Uang bukanlah benda yang harus dijaga-jaga agar gak hilang, melainkan sebuah kesempatan untuk memiliki opsi yang lebih banyak.

7. Saat orang kaya mengejar target layaknya perihal hidup atau mati, kaum kelas menengah bekerja berdasarkan target yang bisa dikompromi
Bill Gates muda via www.rockpaperphoto.com

Orang terbiasa hidup nyaman seperti kelas menengah adalah penganut setia teori probabilitas, menabur banyak pancingan di sepanjang sungai sambil berharap salah satunya menangkap ikan. Ketika orang kaya mewajibkan target awalnya terpenuhi sesuai rencana, kelas menengah dengan senang hati menggeser dan mengubah target agar yang dicapai cukup untuk dirinya.

Orang kaya gak puas dengan kata cukup, mereka melihat target dan rencana sebagai misi hidup atau mati. Saat kita puas dengan menangkap satu ikan dari sepuluh pancingan, orang kaya mengaharuskan dirinya menangkap 10 ikan dari 10 pancingan tersebut.

8. Sebagian kaum kelas menengah akan membeli banyak barang mewah supaya dikira kaya. Orang kaya justru tahu pentingnya hidup pas-pasan.
Orang kaya JJS via iheartmz.tumblr.com

Seperti yang kita lihat di media, orang-orang seperti Donald Trump dan Sir Richard Branson pergi keliling dunia dengan jet pribadinya. Tapi toh banyak juga sisi sederhana dari kehidupan para jetset ini. Banyak yang punya mobil sederhana dan rumah yang sederhana pula. Mereka juga gak doyan-doyan amat belanja barang dan pakain mewah. Mark Zuckerberg diketahui cuma pakai oblong abu-abu setiap hari. Pak Bob Sadino malah pakai celana pendek ke mana-mana.

Kontras dengan keadaan di atas, kelas menengah hidup dengan mengira dirinya orang kaya. Gaya hidupnya melampaui kemampuan finansialnya, besar pasak daripada tiang. Kita membeli benda yang kita inginkan, bukan yang kita butuhkan dengan tujuan bisa terlihat seperti orang kaya.

9. Mereka yang memulai dari bawah selalu tahu siapa yang layak dijadikan teman. Mereka tak tunduk pada rasa tidak enakan.
Young and rich via www.reuters.com

Mungkin selama ini kamu merasa bahwa mereka yang kaya punya clique atau kelompok pertemanan yang eksklusif. Kamu tak akan pernah masuk ke lingkaran mereka kecuali kalau kamu kaya pula. Tapi apakah itu karena mereka sombong dan merasa lebih baik dari kita?

Orang kaya hanya sangat hati-hati dalam memperluas lingkaran pertemanannya. Teman bukan hanya tempat berbagi keluh kesah atau tawa, tapi partner yang saling membantu mewujudkan ambisi satu sama lain. Kita sering kali menjelma seperti orang yang dekat dengan kita, itulah sebabnya para pemenang selalu hang out dengan pemenang lain.

10. Ini yang paling membedakan mereka yang bisa “naik” dari kelasnya: Orang kaya percaya bahwa uang adalah perihal kebebasan, bukan angka dan nominal
kebebasan menentukan pilihan, bukan nominal via www.huffingtonpost.com

Dari sekian banyak perbedaan kita dengan kaum jetset, salah satu yang paling mencolok adalah keyakinan kita bahwa memiliki kekayaan berarti juga memiliki hak buat pamer. Memang benar uang memberi kamu status, tapi sebenarnya yang paling penting dari uang adalah benda ini memberi kamu kebebasan untuk membuat pilihan.

Sebanyak apapun uang mereka, kelas menengah yang tak berusaha “meng-upgrade diri” tak akan bisa mampu memanfaatkan uang mereka ini untuk merasa bebas. Uang mereka habis karena tekanan sosial (untuk membeli barang kekinian, mendatangi acara atau konser hanya karena diajak teman-teman, etc.), bukan karena membeli barang yang benar-benar mereka mau atau menabungnya demi hal-hal yang mereka perlu.

Orang kaya atau calon orang kaya tak akan membiarkan mereka terus ditekan secara sosial. Uang yang mereka miliki mampu membeli jalan keluar dari atasan yang semena-mena, atau mewujudkan cita-cita. Uang adalah kebebasan, bukan hanya kekuatan untuk membeli.

Ambil catatanmu, dan camkan perbedaan-perbedaan di atas. Mulai hari ini berpikirlah seperti orang kaya, bekerjalah seperti mereka. Sudah siap?

Terinspirasi dari buku "How Rich People Think' karya Steve Siebold. Artikel asilinya bisa dilihat disini.

About Advertise Contact Privacy Policy Redaksi Top
©2015 Hipwee

http://www.hipwee.com/motivasi/bedanya-mereka-yang-kaya-karena-berusaha-dan-mereka-yang-di-kelas-menengah-selamanya/?fb_action_ids=10203460256855364&fb_action_types=og.shares

Success Quote from Menko Perekonomian Sofjan Djalil di MUNAS HIPMI XV

Minggu, 11/01/2015 22:50 WIB

Cerita Masa Kecil, Menko Sofyan: Anak Muda Sekarang Ingin Cepat Kaya

Zulfi Suhendra - detikFinance

Bandung - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil bercerita soal masa kecilnya di depan para pengusaha Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI). Dalam kesempatan itu juga, pria asal Aceh ini bercerita soal revolusi mental yang menjadi konsen pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).

WHEN THERE IS A WILL, THERE IS A WAY

"Ayah saya tukang pangkas, ibu saya guru ngaji. Tapi semangat untuk maju men-drive saya maju. Saya kerja di pabrik karet dua tahun. Saya punya cita-cita saya ingin menjadi Adam Malik. Dengan spirit ingin maju itu, saya berpikir di mana ada kemauan, di situ ada jalan," kenang Sofyan di depan para anggota HIPMI di sela-sela acara Munas di Trans Luxury Hotel, Bandung, Minggu (11/1/2015) 

BERANI DAN PANTANG MENYERAH

Menurutnya siapa pun seseorang harus punya keberanian untuk bermimpi dan semangat untuk menuju sukses, maka akan sukses. Selain itu, perlu ada semangat pantang menyerah dan peduli sebagai bagian dari karakter seorang pengusaha.

"Kalau tak ada mindset itu, maka semangat Anda kecil sekali," pesan Sofyan.

Menurut Sofyan, sukses ditentukan semangat dan sikap seseorang, karakter dan yang lebih penting lagi adalah membangun reputasi dan integritas diri

"Sayang anak muda sekarang ingin cepat kaya. Anak muda sekarang itu pakai mobil merah, Anda belum pantas. Harus berkorban," katanya.

Menurutnya seseorang harus berani mengorbankan hari ini untuk hari esok. Ia mencontohkan harus seseorang tak bersikap budaya kartu kredit, artinya membelanjakan hari ini dan membayarnya di hari-hari berikutnya.

"Kalau Anda masih memegang budaya kartu kredit, Anda tak akan jadi pengusaha yang sebenarnya," katanya.

FOKUS!! DAN TUNTAS.
Selesaikan 1 Misi baru Misi Berikutnya.

Sofyan juga berpesan agar pengusaha muda menjalankan bisnis secara tuntaskan. Mengutip kitab suci, Sofyan menegaskan sebaik-sebaiknya urusan adalah menyelesaikan satu urusan secara tuntas maka setelah itu baru mengerjakan yang lainnya. 

"Banyak anak muda sekarang ingin cepat kaya tidak fokus. ‎Anda tak bisa menggarap peluang kalau Anda belum menuntaskan peluang satu. Jangan pikir kaya dalam tempo dua tahun, tidak bisa," pesannya.

(zul/hen)

Copyright © 2015 detikcom, All Rights Reserved

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil memberikan petuah kepada para pengusaha muda agar tak cepat tertarik jadi politisi. Sofyan meminta pengusaha fokus menciptakan nilai tambah di bidangnya masing-masing.

"Jangan mudah tertarik jadi politisi. Kalau Anda berpikir politisi itu boleh dipikirkan sebagai second career," seru Sofyan di depan ratusan anggota Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) dalam Munas XV di Trans Luxury Hotel, Bandung, Jawa Barat, Minggu (11/1/2015). 

Sofyan mengatakan, seseorang boleh saja banting setir menjadi politisi setelah dia sukses menjadi seorang pengusaha, membuka banyak lapangan pekerjaan, menggerakkan ekonomi negara dan daerah serta aman secara finansial.

"Kalau Anda sudah finansial lalu independen, Anda bisa jadi politisi untuk perbaiki negara. Jadi bupati untuk perbaiki kabupaten, jadi gubernur untuk perbaiki provinsi, jadi presiden untuk perbaiki negara," pesan Sofyan.

Menurutnya, pengusaha yang tidak fokus dan mudah tertarik untuk menjadi politisi kecenderungannya akan mengalami kegagalan.

"Kalau Anda cepat tertarik, Anda tak akan jadi politisi maupun jadi pengusaha. Lebih parah lagi, Anda akan kehilangan pengusaha yang baik dan mendapatkan politisi yang buruk," tegas Sofyan.

(zul/hen)

http://m.detik.com/finance/read/2015/01/11/225019/2800094/4/