Selasa, 11 November 2014

Peluang Bisnis Ekspor Produk Makanan dan Minuman di Amerika Serikat


Posted on June 10, 2013 | 19 Comments

Peluang Bisnis Ekspor Indonesia di Amerika

Pada tanggal 6 s/d 7 Mei 2013 yang lalu di Los Angeles, Amerika Serikat, Kementrian Perdagangan Republik Indonesia dengan Konsulat Jendral Republik Indonesia bersama Indonesian Trade Promotion Center melakukan kegiatan dalam misi penjualan produk, dimana fokusnya kali ini adalah produk makanan dan minuman (MAMIN).Peluang Bisnis Ekspor

Tujuan utama dari kegiatan ini agar bisa memanfaatkan peluang pasar Amerika Serikat terhadap produk makanan dan minuman produk Indonesia. Menurut Kementrian Perdagangan, kegiatan ini dilaksanakan di Los Angeles karena sekitar 30% dari produk eksport makanan dan minuman dari Indonesia masuk melalui pelabuhan Los Angeles. Peluang Bisnis Ekspor

Dalam menjalin kerjasama antara para eksportir dan Importir Indonesia juga distributor dari Amerika Serikat, maka pada kegiatan ini dijadikan sebuah ajang berbagi informasi, pengetahuan dan pengalaman mengenai preferensi konsumen Amerika Serikat serta mengatasi kendala hambatan dalam perdagangan antara kedua Negara secara tepat. Disamping kegiatan forum bisnis, juga dilakukan peninjauan produk makanan dan minuman produk Indonesia di Los Angeles. Peluang Bisnis Ekspor

Klasifikasi Produk Yang Memiliki Peluang Bisnis Ekspor di Amerika Serikat

Dari kegiatan ajang forum bisnis bersama pihak Amerika Serikat didapat informasi mengenai berbagai macam produk eksport makanan dan minuman yang saat ini menjadi trend di pasar Amerika Serikat dan digemari oleh konsumen mereka, syarat klasifikasi produk yang dibutuhkan antara lain:

Produk yang organik atau natural.
Produk bebas susu dan gluten.
Produk non pengawet.
Produk tidak mengandung lemak trans.
Produk non kolesterol.
Produk tanpa sirup jagung tinggi fruktosa. 

Peluang Bisnis Ekspor

Produk berbasis kelapa saat ini menjadi preferensi bagi konsumen Amerika Serikat. Sedang untuk produk yang berbasis kedelai seperti susu kedelai saat ini mulai dihindari oleh konsumen di Amerika Serikat sehubungan dengan kekhawatiran konsumen mereka terhadap efek penyebab kanker dari produk susu kedelai. Peluang Bisnis Ekspor

JENIS JENIS PRODUK YANG MEMILIKI POTENSI PELUANG BISNIS EKSPOR DI AMERIKA SERIKAT

Produk produk yang berbasis kelapa banyak terdapat di Indonesia, ini menjadi peluang besar bagi pengusaha makanan dan minuman yang menggunakan bahan dasar kelapa. Jenis jenis produk makanan dan minuman yang berbasis kelapa diantaranya :

Biskuit kelapa.
Air kelapa kemasan.
Virgin coconut oil.
Susu rasa kelapa. 

Peluang Bisnis Ekspor

Dari rangkaian kegiatan ini menghasilkan prospek kerjasama pihak Amerika Serikat dengan Indonesia, beberapa importir makanan dan minuman besar dari Amerika Serikat diantaranya Takari Internasional, Wira Corp. dan Empire Internasional tertarik untuk mengimport produk :

Kelapa kering.
Rempah rempah.
Produk madu.
Teh hijau organik.
Produk bawang goreng.
Produk produk pangan organik.
Garam. 

Peluang Bisnis Ekspor

Pihak Amerika Serikat mengharapkan bahwa produk yang akan dipasarkan harus bisa mematuhi ketentuan ketentuan mengenai pengemasan dan labeling yang berlaku, selain harus menarik juga unik dalam desainnya. Pihak Amerika Serikat juga meng-informasikan mengenai pemberlakuan ketentuan mengenai labeling dan sertifikasi Genetically Modified Organism (GMO). Peluang Bisnis Ekspor

Menurut Konsulat Jenderal RI menjelaskan bahwa wilayah pantai barat Amerika Serikat banyak dihuni oleh penduduk pendatang dari berbagai Negara dimana selera mereka sangat beragam, hal ini bisa dijadikan peluang yang besar bagi pemasaran produk makanan dan minuman Indonesia.Peluang Bisnis Ekspor

http://anekakeripikmalang.com/2013/06/10/peluang-bisnis-ekspor-produk-makanan-dan-minuman-di-amerika-serikat/

INDONESIA FULL SPEECH: Jokowi at APEC CEO Summit 2014


FULL SPEECH: Jokowi at APEC CEO Summit 2014

Remarks by Indonesian President Joko "Jokowi" Widodo at the APEC CEO Summit on November 10, 2014, in Beijing, China.

Rappler.com

Excellencies, distinguished guests, ladies and gentlemen, and CEOs, good morning.

First, on behalf of the Indonesian Government and the people of Indonesia, I would like to thank you for coming to my presentation. Today, I am happy, I am very happy, to be with you, because you know I was a businessman years ago. So, this morning, I am very happy because we can talk about business, about investment with all of you.

The picture shows you our map of Indonesia. We have a population of 240 million and the distance is like from London in UK to Istanbul in Turkey. And imagine, we have 17,000 islands. 17,000 islands.

Our national budget for 2015 is $167 billion and for fuel subsidy is $27 billion. It's huge. So we want to channel our fuel subsidy from consumption to the productive activities. From consumptive activities to productive activities. We want to channel our fuel subsidy to the farm for seeds, for fertilizers, and also for irrigation. And we want to build dams – 25 dams in 5 years from our fuel subsidy to maintain the water supply to the farming area.

Some subsidy we want to channel to the fishermen, to give them boat engines, to give them refrigerators. We want to increase the income of the fishermen. Some fuel subsidy we want to give to micro and small enterprises in the villages. We want to help them raise their working capital. And some subsidy we want to channel to the health program, the education program. And some subsidy we want to channel to infrastructure.

In 5 years we want to build 24 seaports and deep seaports. As you know, we have 17,000 islands, so we need seaports and we need deep seaports. And this is your opportunity: 24 seaports and deep seaports.

The picture shows our Jakarta Port, Tanjung Priok port. In 2009, the capacity is 3.6 million TEUs a year, and our plan in 2017 is around 15 million TEUs a year. This is the potential ports in Indonesia. This is your opportunity. We want to build in Sumatera island, in Kalimantan island, in Java island, in Sulawesi island, in Maluku island, also in Papua island.

And we plan to build our railway track, railway network. Now we have already in Java and we want to build in Sumatera island, in Kalimantan island, in Sulawesi island and also in Papua island. This is your opportunity.

Now we talk about mass transportation. We want to build our mass transportation in 6 big cities in Indonesia. We have started in Jakarta last year, and we want to build in Medan, in Makassar, in Semarang, in Bandung, in Surabaya. So, this is also your opportunity, because you know our national budget is limited.

Now we talk about our maritime agenda. We want to build sea toll. What is sea toll? Sea toll is maritime transportation system to make our transportation cost lower, to make our transportation cost more efficient. We want to build from the west to the east. We hope not only the vessels can enter our sea toll but also mother vessels can enter the sea toll. So, the price, the cost of the transportation is more efficient.

For example, the price of the cement, one sack cement, in Java island is $6 per sack cement. But in Papua island the price is $150 per sack cement. Imagine, 25 times. So we hope with our sea toll the price in our islands is the same.

Electricity. We need power plants. We need around 35,000 megavolts to build our industries, to build our projects, to build our industrial zones, our manufacturing zones. So, we need power plants. This is also your opportunity to invest in this project. Because we need our power plants for manufacturing, for industrial zones.

Many investors, a lot of investors, when they come to me, most of them they always complain about land acquisition. I will push my ministers, my governors, my mayors, to help clear this problem. I have experience with land acquisition when I was a governor. We have a project, the Jakarta Outer Ring Road, started 15 years ago but was stopped 8 years ago, because we have a problem here: 1.5 kilometers unfinished because there is 143 families who do not accept with the compensation price. So last year I invite them. I go to them then I invite them to lunch and dinner. Four times. Ah, this is me. I invite them and then we talk about the problem. Four times. Four times meeting. And the problem is cleared.

And now the toll road has been used (starting) 7 month ago.

Now we talk business permit. We have national one-stop service office that can help you, that will serve you, that will facilitate you, that will give you your business permit. For example, principle business permit needs 3 days to process.

Finally, again on behalf of the Indonesian government and the people of Indonesia, I would like to thank you for your listening (to) my presentation. We are waiting for you to come to Indonesia. We are waiting for you to invest in Indonesia.

Thank you.

Thank you.

Good morning.

http://www.rappler.com/world/regions/asia-pacific/indonesia/74620-full-speech-joko-widodo-apec-summit-beijing

Selasa, 04 November 2014

Mindset dan Attitude Orang Yang Beruntung


[MINDSET] ILMU MENJADI ORANG BERUNTUNG

Kita semua pasti mengenal tokoh si Untung dalam komik Donald Bebek. Berlawanan dengan Donald yang selalu sial. Si Untung ini dikisahkan untung terus. Ada saja keberuntungan yang selalu menghampiri tokoh bebek yang bernama asli Gladstone ini. Betapa enaknya hidup si Untung. Pemalas, tidak pernah bekerja, tapi selalu lebih untung dari Donald. Jika Untung dan Donald berjalan bersama, yang tiba-tiba menemukan sekeping uang di jalan pastilah itu si Untung. Jika Anda juga ingin selalu beruntung seperti si Untung, don’t worry, ternyata beruntung itu ada ilmunya.

Professor Richard Wiseman dari University of Hertfordshire Inggris, mencoba meneliti hal-hal yang membedakan orang-orang beruntung dengan yang sial. Wiseman merekrut sekelompok orang yang merasa hidupnya selalu untung, dan sekelompok lain yang hidupnya selalu sial. Memang kesannya seperti main-main, bagaimana mungkin keberuntungan bisa diteliti. Namun ternyata memang orang yang beruntung bertindak berbeda dengan mereka yang sial.

Misalnya, dalam salah satu penelitian The Luck Project ini, Wiseman memberikan tugas untuk menghitung berapa jumlah foto dalam koran yang dibagikan kepada 2 kelompok tadi. Orang-orang dari kelompok sial memerlukan waktu rata-rata 2 menit untuk menyelesaikan tugas ini. Sementara mereka dari kelompok si Untung hanya perlu beberapa detik saja! Lho kok bisa? Ya, karena sebelumnya pada halaman ke-2, Wiseman telah meletakkan tulisan yang tidak kecil berbunyi “Berhenti menghitung sekarang! ada 43 gambar di koran ini”. Kelompol sial melewatkan tulisan ini ketika asyik menghitung gambar. Bahkan, lebih iseng lagi, di tengah-tengah koran, Wiseman menaruh pesan lain yang bunyinya: “Berhenti menghitung sekarang dan beritahu ke peneliti Anda menemukan ini, dan menangkan $250!”. Lagi-lagi kelompok sial melewatkan pesan tadi! Memang benar-benar sial.

Singkatnya, dari penelitian yang diklaimnya “scientific” ini, Wiseman menemukan 4 faktor yang membedakan mereka yang beruntung dari yang sial:

1. Sikap terhadap peluang

Orang beruntung ternyata memang lebih terbuka terhadap peluang. Mereka lebih peka terhadap adanya peluang, pandai menciptakan peluang, dan bertindak ketika peluang datang. Bagaimana hal ini dimungkinkan? Ternyata orang-orang yang beruntung memiliki sikap yang lebih rileks dan terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru. Mereka lebih terbuka terhadap interaksi dengan orang-orang yang baru dikenal, dan menciptakan jaringan-jaringan sosial baru. Orang yang sial lebih tegang sehingga tertutup terhadap kemungkinan-kemungkinan baru.

Sebagai contoh, ketika Barnett Helzberg seorang pemilik toko permata di New York hendak menjual toko permatanya, tanpa disengaja sewaktu berjalan di depan Plaza Hotel, dia mendengar seorang wanita memanggil pria di sebelahnya: “Mr. Buffet!” Hanya kejadian sekilas yang mungkin akan dilewatkan kebanyakan orang yang kurang beruntung. Tapi Helzber berpikir lain, ia berpikir jika pria di sebelahnya ternyata adalah Warren Buffet, salah seorang investor terbesar di Amerika, maka dia berpeluang menawarkan jaringan toko permatanya. Maka Helzberg segera menyapa pria di sebelahnya, dan betul ternyata dia adalah Warren Buffet. Perkenalan pun terjadi dan Helzberg yang sebelumnya sama sekali tidak mengenal Warren Buffet, berhasil menawarkan bisnisnya secara langsung kepada Buffet, face to face. Setahun kemudian, Buffet setuju membeli jaringan toko permata milik Helzberg. Betul-betul beruntung.

2. Menggunakan intuisi dalam membuat keputusan

Orang yang beruntung ternyata lebih mengandalkan intuisi daripada logika. Keputusan-keputusan penting yang dilakukan oleh orang beruntung ternyata sebagian besar dilakukan atas dasar bisikan“hati nurani” (intuisi) daripada hasil otak-atik angka yang canggih. Angka-angka akan sangat membantu, tapi final decision umumnya dari “gut feeling”. Yang barangkali sulit bagi orang yang sial adalah, bisikan hati nurani tadi akan sulit kita dengar jika otak kita pusing dengan penalaran yang tak berkesudahan. Makanya orang beruntung umumnya memiliki metoda untuk misalnya mempertajam intuisi mereka, melalui meditasi yang teratur. Pada kondisi mental yang tenang, dan pikiran yang jernih, intuisi akan lebih mudah diakses. Dan makin sering digunakan, intuisi kita juga akan semakin tajam.

Banyak teman saya yang bertanya, “mendengarkan intuisi” itu bagaimana? Apakah tiba-tiba ada suara yang terdengar menyuruh kita melakukan sesuatu? Wah, kalau pengalaman saya tidak seperti itu. Malah kalau tiba-tiba mendengar suara yang tidak ketahuan sumbernya, bisa-bisa saya jatuh pingsan. Karena ini subyektif, mungkin saja ada orang yang beneran denger suara. Tapi kalau pengalaman saya, sesungguhnya intuisi itu sering muncul dalam berbagai bentuk, misalnya:

-Isyarat dari badan. Anda pasti sering mengalami. “Gue kok tiba-tiba deg-degan ya, mau dapet rejeki kali”, semacam itu. Badan kita sesungguhnya sering memberi isyarat-isyarat tertentu yang harus Anda maknakan. Misalnya Anda kok tiba-tiba meriang kalau mau dapet deal gede, ya diwaspadai saja kalau tiba-tiba meriang lagi.

-Isyarat dari perasaan. Tiba-tiba saja Anda merasakan sesuatu yang lain ketika sedang melihat atau melakukan sesuatu. Ini yang pernah saya alami. Contohnya, waktu saya masih kuliah, saya suka merasa tiba-tiba excited setiap kali melintasi kantor perusahaan tertentu. Beberapa tahun kemudian, saya ternyata bekerja di kantor tersebut.

3. Selalu berharap kebaikan akan datang

Orang yang beruntung ternyata selalu ge-er terhadap kehidupan. Selalu berprasangka baik bahwa kebaikan akan datang kepadanya. Dengan sikap mental yang demikian, mereka lebih tahan terhadap ujian yang menimpa mereka, dan akan lebih positif dalam berinteraksi dengan orang lain. Coba saja Anda lakukan tes sendiri secara sederhana, tanya orang sukses yang Anda kenal, bagaimana prospek bisnis ke depan. Pasti mereka akan menceritakan optimisme dan harapan.

4. Mengubah hal yang buruk menjadi baik

Orang-orang beruntung sangat pandai menghadapi situasi buruk dan merubahnya menjadi kebaikan. Bagi mereka, setiap situasi selalu ada sisi baiknya. Dalam salah satu tesnya Prof Wiseman meminta peserta untuk membayangkan sedang pergi ke bank, dan tiba-tiba bank tersebut diserbu kawanan perampok bersenjata. Dan peserta diminta mengutarakan reaksi mereka. Reaksi orang dari kelompok sial umunya adalah: “Wah sial bener ada di tengah-tengah perampokan begitu”. Sementara reaksi orang beruntung, misalnya adalah: “Untung saya ada di sana, saya bisa menuliskan pengalaman saya untuk media dan dapet duit”. Apapun situasinya, orang yang beruntung pokoknya untung terus. Mereka dengan cepat mampu beradaptasi dengan situasi buruk dan merubahnya menjadi keberuntungan.

————————

Sekolah Keberuntungan

Bagi mereka yang kurang beruntung, Prof Wiseman bahkan membuka Luck School. Latihan yang diberikan Wiseman untuk orang-orang semacam itu adalah dengan membuat “Luck Diary”, buku harian keberuntungan. Setiap hari, peserta harus mencatat hal-hal positif atau keberuntungan yang terjadi. Mereka dilarang keras menuliskan kesialan mereka. Awalnya mungkin sulit, tapi begitu mereka bisa menuliskan satu keberuntungan, besok-besoknya akan semakin mudah dan semakin banyak keberuntungan yang mereka tuliskan. Dan ketika mereka melihat beberapa hari ke belakang Lucky Diary mereka, mereka semakin sadar betapa beruntungnya mereka. Dan sesuai prinsip “law of attraction”, semakin mereka memikirkan betapa mereka beruntung, maka semakin banyak lagi lucky events yang datang pada hidup mereka.

selamat mencoba menjadi pribadi yang beruntung :-)



http://agussas.wordpress.com/2014/04/26/mindset-ilmu-menjadi-orang-beruntung/

Minggu, 02 November 2014

Unleashing Indonesia's potential

Most international businesses and investors know that modern Indonesia boasts a substantial population and a wealth of natural resources. But far fewer understand how rapidly the nation is growing. Home to the world’s 16th-largest economy, Indonesia is booming thanks largely to a combination of domestic consumption and productivity growth. By 2030, the country could have the world’s 7th-largest economy, overtaking Germany and the United Kingdom. But to meet its ambitious growth targets and attract international investment, it must do more.
Indonesia has an attractive value proposition. Over the past 20 years, labor productivity improvements, largely from specific sectors rather than a general shift out of agriculture, have accounted for more than 60 percent of the country’s economic growth. Productivity and employment have risen in tandem in 35 of the past 51 years. And unlike typical Asian “tiger” economies, Indonesia’s has grown as a result of consumption, not exports and manufacturing. The archipelago nation is also urbanizing rapidly, boosting incomes. By 2030, Indonesia will have added 90 million people to its consuming class—more than any other country except China and India.


Nevertheless, to meet the government’s goal of 7 percent a year growth by 2030, the economy must grow faster. Given current trends, the McKinsey Global Institute estimates that Indonesia has to boost productivity growth to 4.6 percent a year—60 percent higher than it has been during the past decade. Amid rising concern about inequality, the country must also ensure that growth is inclusive and manage the strains that the rapidly expanding consumer classes will place on its infrastructure and resources.
Of course, Indonesia should tackle well-known problems such as excessive bureaucracy and corruption, access to capital, and infrastructure bottlenecks. But in addition it must address its impending skills gap; the country could, for example, develop a private-education market that might quadruple, to $40 billion, by 2030. If at the same time Indonesia took action in the three key sectors below, it could create a $1.8 trillion private-sector business opportunity by 2030:
  • Consumer services. Indonesia faces a range of challenges to productivity growth—including complex regulation of financial services, poor transportation infrastructure, and barriers to entry for new retail players and expansion limits for existing ones. If Indonesia overcame these problems, consumer spending could rise by 7.7 percent a year, to $1.1 trillion, by 2030. ==> Indonesian Entrepreneurs must look the opportunity to facilitate / service the growth of the Small Medium Enterprise and produce more products to serve consumer consumption goods (clothing, toiletries, gadgets) and Food Beverages.
  • Agriculture and fisheries. Indonesia needs to raise productivity per farmer by 60 percent just to meet domestic demand. If the country can boost yields, reduce postharvest waste, and shift to higher-value crops, it could become a net exporter of agricultural products, supplying more than 130 million tons to the international market. Revenue from these sectors, together with the related upstream and downstream revenues, could increase by 6 percent a year, to $450 billion, by 2030. ==> Fisheries is another gold mine that we never put attention. 
  • Energy. Demand not only for energy but also for other key resources, such as materials and water, is likely to increase rapidly through 2030. Indonesia could meet up to 20 percent of its energy needs by turning to unconventional sources, such as coal-bed methane, next-generation biofuels, geothermal power, and biomass. This approach could also help boost resource productivity—for example, improving the country’s energy efficiency could reduce energy demand by as much as 15 percent. By 2030, Indonesia’s energy market could be worth $210 billion.
SOURCE:
http://www.mckinsey.com/insights/asia-pacific/the_archipelago_economy



  • In addition to the points made by McKinsey, what we need to boost as well is Domestic Production to serve domestic needs in consumption, education, lifestyle and to produce potential brand to Exports or International Market where we need to capitalize the spread of US Dollars and of course to increase our trading balance sheet. 

Surat Untuk Pemuda dari Ibu Susi Pudjiastuti

Berikut kutipan lengkap surat Menteri Susi untuk para pemuda Indonesia:

Pemuda pemimpin masa depan…

Inilah sepenggal kisah dari saya,

Saya mengenal dunia usaha sejak remaja. Tepatnya sejak saya memutuskan untuk meninggalkan bangku sekolah tahun 1982. Waktu itu saya baru kelas 2 SMA.

Saya sadar dengan hanya berbekal ijazah SMP, tak akan ada satupun perusahaan yang mau mempekerjakan saya. Kalaupun ada hanya sebatas sebagai cleaning service.

Tapi pada saat itu saya yakin bahwa putus sekolah bukanlah akhir dari segalanya. Meskipun mungkin keputusan itu salah; saya tidak pernah menyesalinya.

Yang saya sangat tahu waktu itu adalah “School was just not my thing”. Saya selalu punya keyakinan kalau kita mau berbuat sesuatu pasti akan ada jalan, saya selalu percaya bahwa manusia diberi pilihan untuk menciptakan jalan hidup yang dipilihnya.

Saya ciptakan sebuah usaha, pekerjaan yang yakin akan menghasilkan uang, di mana akhirnya saya tidak harus bergantung dengan orang lain.

Saya tidak suka ketergantungan, karena ketergantungan akan mengurangi kemandirian. Tanpa kemandirian kita akan selalu dalam keterbatasan dalam menciptakan atau mengerjakan sesuatu, sehingga akhirnya hasilnya tidak sesuai dengan yang kita rencanakan.

Kehidupan nelayan di Pangandaran dan pesisir Pantai Selatan Jawa, begitu keras dan penuh resiko, dinihari melaut siang/sore baru pulang, setiap hari tidak peduli ombak atau cuaca untuk sebuah keyakinan.

Ini banyak memberikan kepada saya keyakinan & lebih mengerti makna hidup adalah sebuah keyakinan.

Masa-masa itu untuk bertahan hidup saya jualan Bed Cover, cengkeh, hingga akhirnya menjual ikan hasil tangkapan para nelayan. Pokoknya apa saja yang bisa saya kerjakan akan saya kerjakan.

Ketika pada akhirnya saya fokus di bisnis hasil tangkapan Lobster nelayan, peluang besar itu akhirnya datang. Tantangannya adalah saya harus membawa Lobster hidup dari Pangadaran ke Jakarta untuk diekspor ke luar negeri.

Perjalanan yang jauh, berjam-jam membuat angka kematian sangat tinggi. Hal ini membuat saya bertekad menerbangkan lobster-lobster hidup tadi dengan pesawat kecil ke Jakarta.

Para pemimpin masa depan, dalam hidup ini kita juga harus berani mengambil resiko.

Ini terjadi ketika saya kembali nekat memutuskan mendaratkan pesawat kecil saya di Meulaboh dan Pulau Simeuleu, setelah tsunami menggerus pesisir timur propinsi NAD.

Semua orang tergerak untuk membantu, termasuk saya. Tanpa izin terbang bahkan ijin operasi, tanpa kepastian bisa mendarat atau tidak, saya akhirnya bisa meyakinkan semua pihak, Meulaboh bisa ditembus lewat udara.

Dan sejak hari itu bantuan mengalir ke sana. Ini bukanlah kisah heroik saya.

Namun, ada perasaan “Hangat” (saya merasakan “good feeling” yang luar biasa!) menyusup ke dalam hati kita, ketika kita mampu berbuat sesuatu untuk orang lain karena kita bisa & memutuskan untuk melakukannya.

Keyakinan, keberanian seperti inilah yang membuat saya bertahan dan menjadi seperti sekarang ini; membawa pesawat-pesawat kecil saya menembus pedalaman, pelosok Indonesia.

Pemimpin masa depan, saya tahu tidaklah mudah memulai sebuah usaha di negeri kita tercinta ini.

Begitu banyak barikade yang harus kita hadapi, dari regulasi yang tidak fleksibel, paper work exercise yang berlapis yang mencekik kita, bahkan setelah kita menjadi sebesar sekarang.

Tapi itulah tantangan kita, untuk membuat lingkungan usaha lebih kondusif bagi semua pihak, untuk menciptakan lapangan kerja dan kesempatan untuk lebih banyak anak bangsa.

Yang saya lakukan hanyalah sebagian dari tujuan kita untuk menjadi bagian Indonesia. Memudahkan, mendekatkan anak-anak bangsa dengan ibu kota, atau kabupaten dengan propinsi.

Mengubah hari perjalanan menjadi hanya satu jam atau dua jam saja. Ikut berpartisipasi menjaga NKRI.

Pesan saya untuk para pemimpin masa depan: mulailah ubah pola pikir kita, untuk selalu mau bekerja keras jangan berleha-leha.

Sangatlah tidak pantas di negeri yang kaya raya; kita menjadi miskin. Seperti tikus mati di lumbung padi. Sumber daya apa yang kita tidak punyai di negeri ini?

Saya tahu saya orang yang tidak mau diatur, diperintah atau disuruh untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan hati nurani, tapi itulah yang membuat saya menjadi manusia dengan pikiran merdeka.

Pemimpin masa depan, yakinlah keberhasilan kita untuk masa depan bangsa kita hanya kita dapatkan dengan jiwa & pikiran yang merdeka & mandiri.

Selamat berjuang.

Salam hangat,

Susi Pudjiastuti.

http://m.liputan6.com/news/read/2125998/surat-untuk-pemuda-dari-menteri-susi-pudjiastuti?p=1

Rabu, 29 Oktober 2014

Potensi Kelautan Indonesia menurut Ibu Susi Pudjiastuti

Jakarta - Sebelum melakukan inspeksi mendadak di Gedung Mina Bahari II, kantor pusat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti rapat dengan Dirjen Perikanan Tangkap Gellwyn Yusuf bersama Sekjen KKP Syarief Widjaja. Diskusi juga diikuti puluhan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Ditjen Perikanan Tangkap KKP.

Emosi Susi sedikit meletup saat ia mengungkapkan spesies ikan mahal di Uni Eropa yang diklaim sebagai milik Malaysia. Padahal ikan tersebut hidup di perairan Indonesia.

"Ada ikan jenis black tiger yang saya beli di supermarket Eropa, ternyata disebut itu dari Malaysia. Di sana terpampang fifty seven zone (zona 57). Memangnya Malaysia punya zona pulau?" tegas Susidi kantornya, Jakarta, Rabu (29/10/2014).

Susi yang ahli navigasi koordinat kewilayahan ini mengungkapkan zona 57 adalah Samudera Hindia, artinya ada di wilayah Indonesia.

"Dia (Malaysia) itu declare dan di-packaging. Ikannya besar tetapi produk Malaysia. Wong gendeng, itu pulau jadi-jadian. Ini maling tetapi berani terang-terangan. Ini saya temukan di supermarket Eropa. Zone 57 itu Indian Ocean (Samudra Hindia)," papar Susi.

Lebih lanjut Susi menjelaskan, harga ikan tersebut cukup mahal dan Malaysia yang mendapatkan nilai tambah. Dia juga mengungkapkan kasus serupa terjadi antara Indonesia dengan Thailand.

"Laut kita luasnya 15 kali luas laut Thailand, tetapi hasil lautnya hanya 1/5 Thailand. Itu gila," kata Susi dengan nada marah.

Jakarta - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti menjadi magnet di kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) hari ini. Betapa tidak, ribuan pegawai negeri sipil, mantan menteri, hingga direksi bank nasional hadir saat serah terima jabatan (sertijab) dengan menteri yang lama yaitu Sharief C Sutardjo.

Datang mengenakan kebaya berwarna putih, lengkap dengan kain songket berwarna hijau bermotif cokelat, dengan sanggul, Susi betul-betul menjadi daya tarik ribuan peserta sertijab. Para peserta segera mengeluarkan kamera canggih dan beberapa di antaranya membawa tongsis dari rumah, untuk mendokumentasikan momen yang jarang terjadi.

Acara semakin ramai dan riuh, saat Susi berpidato di tengah-tengah lautan ribuan peserta sertijab. Mereka tidak segan-segan meneriaki 'hidup Bu Susi', atau tepuk tangan saat Susi mengungkapkan isi pidatonya.

Tanpa satupun helai teks pidato, Susi dengan lihat mengungkapkan kata demi kata dengan gaya tangan yang tidak bisa diam. Berikut ini isi pidato Susi yang menjadi daya tarik peserta sertijab di Gedung Mina Bahari III, kantor pusat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (29/10/2014).

Yang saya hormati, Pak Cicip, Daniel Kaiser ayah dari anak saya. Saya habis kata-kata dan hari ini kalian kasih wejangan yang luar biasa bagi saya. Dari kemarin saya sudah berdiskusi dengan seluruh pejabat eselon I kementerian. Hampir semua pejabat eselon I di sini ilmuwan, tetapi ijazah saya hanya sebatas SMP. Tetapi saya sudah berdiksui dengan semua pejabat eselon I. Semua open mind dan open welcome kepada saya. Ujungnya kita punya common sense dan logika.

Kemudian saya akui pernah ke kantor kementerian ini 15 tahun yang lalu. Sudah lama saya tidak pernah ke kantor ini dan sudah banyak berubah. Namun sekarang kita harus masukan komersialisasi untuk mensejahterakan nelayan. Jadi jika itu ada, maka ada development-nya sustain. Saya mau terus bekerja keras di awal untuk membangun sistem itu agar ke depan terpikirkan komersialisasi akan menciptakan business sense, sehingga akan ada buying commercial untuk mendapatkan profit. Kalau sudah ada profit maka bisa berkelanjutan, dan bisa merambah ke hal yang lain.

Kemudian sejak kemarin, banyak media yang panggil saya Bu menteri, Bu menteri. Siapa Bu menteri? Nama saya bukan Bu menteri, Bu Susi saya baru kenal. Tetapi saya ingin kerja dan saya tidak mau diganggu lagi sama media. Saya ingin hari ini wawancara terakhir saya. Saya ini selebritis atau menteri KKP ya. Di sini ada Pak Menko, Pak Menko saya jadi nggak bisa kerja saya (diganggu media).

Pak Cicip yang saya hormati, saya mengambil pekerjaan ini tidak untuk kaya dan menjadi saya hebat, saya terima pekerjaan ini karena pengalaman 33 tahun saya di sektor perikanan dan 10 tahun di penerbangan bisa membantu Indonesia menjadi lebih baik. Menjadi tuan rumah di negeri sendiri, membangun ekonomi mandiri, membangun kebanggaan diri sendiri. Kangan sampai laut kita yang besarnya 70% atau 5 kali lebih besar laut kita dari Thailand, dan beribu-ribu kali lipat dengan Malaysia tetapi angka ekspor kita kalah jauh dibandingkan Malaysia dan Thailand. Ini jadi target kita semua.

Jadi kita siap bekerja siang malam? (Tanya Susi kepada PNS KKP). Insya allah saya ingin kita terus bekerja keras. Suasana Susi Air 2 tahun ini kerjanya bagus, saya yakin staf di KKP juga akan memberikan lingkungan yang sama kepada saya.

Copyright © 2014 detikcom, All Rights Reserved

http://m.detik.com/finance/read/2014/10/29/140918/2733134/4/ini-pidato-lengkap-susi-yang-bikin-ribuan-undangan-sertijab-tepuk-tangan-meriah

Kurangnya Usia Produktif Di Industri Pertanian Menghambat Produksi Pangan Domestik


Petani Indonesia 80 persen berusia di atas 50 tahun

JAKREV – Petani di Indonesia saat ini sekitar 80 persen di antaranya berusia di atas 50 tahun, kata Manajer Advokasi dan Jaringan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) Said Abdullah kepada Antara di Jakarta, Rabu (29/10).

“Jika dikategorikan usia petani Indonesia tahun 2014 terdiri dari
- 62 % berusia lebih dari 45 tahun,
- 26 % 35-44 tahun dan
- 12 % < 35 tahun,”
ujarnya usai menjadi narasumber diskusi jurnalis terkait dengan peran kaum muda dalam pembangunan pertanian.

Menurut Said, usia produktif dan berkurangnya jumlah petani akan berimplikasi pada menurunnya produksi pangan dalam negeri. Selain itu, petani yang tersisa hanyalah mereka yang tua-tua.

“Rendahnya kelompok usia muda di sektor pertanian bukanlah fenomena baru, sudah sejak lama kita dihadapkan pada situasi ini dan terus meningkat derajatnya,” katanya.

Said menjelaskan bahwa ada banyak alasan yang bisa dijadikan kaum muda enggan kembali ke pertanian, alasan utama tentu saja berkaitan dengan ekonomi.

“Petani hingga saat ini masih dipandang sebagai profesi yang tidak menjanjikan, tidak memberikan harapan, petani mengalami kerugian dan bergelut dengan kemiskinan,” katanya.

Dia menuturkan dengan stigma demikian, sektor pertanian bukanlah bidang yang dapat menarik perhatian kaum muda, sehingga mereka akan lebih suka bekerja sebagai buruh pabrik atau pergi bekerja di kota.

“Pada sisi lain, investasi dan intervensi pemerintah pada kelompok muda di sektor pertanian sangat rendah, dukungan untuk memulihkan minat menjadi petani hampir tidak ada,” tegasnya.

Dia menambahkan salah satu contoh keberadaan sekolah-sekolah pertanian justru makin hari makin berkurang, dalam tataran program pun pemerintah tidak ada inisiatif khusus terkait hal ini.

“Persoalan ini perlu mendapat perhatian serius dari semua kalangan terutama pemerintah, risiko yang ditanggung akan sangat besar jika kemudian kita mengalami defisit tenaga kerja sektor pertanian,” tambah Said. (ant)

©2014 PT Media Juang Bersama. All Rights Reserved.

http://www.jakartareview.co/2014/10/petani-indonesia-80-persen-berusia-di-atas-50-tahun/